Jakarta (ANTARA) - Sejak menjabat sebagai Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) pada 26 Oktober 2014, Mohamad Nasir melakukan sejumlah terobosan di bidang pendidikan tinggi.

Melalui Peraturan Presiden 13/2015, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla melebur Kementerian Riset dan Teknologi dengan Ditjen Pendidikan Tinggi yang ada di bawah Kemendikbud. Tujuannya agar membawa riset kampus menjadi lebih berkualitas.

Mantan rektor terpilih Universitas Diponegoro Semarang itu melakukan sejumlah gebrakan. Pada awal kepemimpinannya, Nasir melakukan pemberantasan ijazah palsu hingga ke akar.

Sejumlah perguruan tinggi abal-abal pun ditutup. Salah satunya adalah University of Berkley Michigan America, yang kampusnya terletak di kawasan Menteng. Kampus swasta itu mengobral ijazah dengan harga tertentu.

Terdapat tiga modus pemalsuan ijazah yakni perguruan tinggi tidak memiliki izin dari Kemenristekdikti, kampus mengeluarkan ijazah meskipun yang bersangkutan tidak pernah kuliah di kampus itu, dan ijazah itu dicetak palsu.

Sejumlah sanksi diberikan bagi kampus yang melakukan pelanggaran yakni status nonaktif dan pencabutan izin. Sebanyak 243 perguruan tinggi memiliki status pembinaan.

"Kami bentuk tim khusus yang melakukan pengawasan karena membina perguruan tinggi harus melalui pengawasan, pengendalian dan pembinaan yang seiring waktu justru mulai dibalik dengan melakukan pembinaan secara intensif terlebih dahulu," kata dia.

Kemenristekdikti juga melakukan upaya penomoran ijazah, dengan tujuan untuk menghindari penyelewengan ijazah.

Langkah lainnya pada 2016, Kemenristekdikti melakukan upaya pencegahan paham radikalisme di perguruan tinggi dengan melakukan deklarasi anti radikalisme.

Nasir juga meluncurkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permenristekdikti) 55/2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi.

Kemenristekdikti memberikan beasiswa pendidikan untuk mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak mampu yaitu Bidikmisi.

Hingga 2019, jumlah penerima beasiswa Bidikmisi sebanyak 356.009 penerima dan setiap tahun mengalami kenaikan 60.000 hingga 70.000 peserta baru.

"Dana yang diberikan untuk mahasiswa penerima Bidikmisi juga meningkat, dari sebelumnya Rp600.000 menjadi Rp700.000 per bulan. Kami mengusulkan untuk meningkatkan hingga mencapai Rp1 juta per bulan, tergantung disetujui atau tidak dengan Kementerian Keuangan," kata dia.

Sebagian besar penerima Bidikmisi tersebut memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,21. Dengan beasiswa itu, ke depan mata rantai kemiskinan dapat terputus.

Nasir juga menambahkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi naik hingga 34,8 persen pada 2019. Persentase APK itu jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2015, yang mana hanya 29,92 persen.

Naiknya jumlah APK tersebut, lanjut dia, tak lain karena keberhasilan sejumlah program pemerintah mulai dari pemberian beasiswa hingga pembelajaran jarak jauh atau kelas daring.

Dengan pembelajaran jarak jauh, pendidikan menjadi murah dan bisa diakses dimana saja serta kapan saja.

Dalam periode pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla kualitas SDM pendidikan tinggi meningkat, yang mana sebanyak 44.600 dosen lulusan doktor atau S3. Padahal pada 2015, jumlah dosen lulusan doktor sebanyak 24.747 dosen.

Peningkatan itu tak lain dikarenakan sejumlah langkah yang diambil Kemenristekdikti seperti pemberian Beasiswa Unggulan Dosen Indonesia, beasiswa pendidikan magister menuju doktor untuk sarjana unggul (PMDSU), beasiswa vokasi luar negeri, beasiswa pendidikan pascasarjana dalam negeri, dan beasiswa pendidikan pascasarjana luar negeri.

Baca juga: Kemenristekdikti evaluasi pelaksanaan program PTS 4 provinsi

Baca juga: Kemenristekdikti : bangun STP bukan soal fisik

Baca juga: Kemenristekdikti dorong perguruan tinggi kembangkan kapasitas literasi



Publikasi ilmiah internasional

Pada pertengahan 2017, Menristekdikti fokus mendorong dosen dan peneliti Indonesia membuat jurnal internasional. Dengan semakin banyaknya jurnal ilmiah bereputasi internasional, merupakan pertanda bergeraknya roda penelitian sebagai motto bagi kemajuan iptek dan inovasi.

Untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir, jumlah publikasi ilmiah internasional Indonesia pada 2018 mengalahkan Thailand dan Singapura, dengan 32.922 publikasi.

"Hal ini merupakan prestasi yang luar biasa, karena Indonesia mengalami kelesuan dalam publikasi ilmiah beberapa tahun terakhir."

Pada 2017 pula, Kemenristekdikti mengundang para diaspora Indonesia yang memiliki prestasi gemilang di luar negeri. Para diaspora diajak untuk membangun negeri dengan melakukan kolaborasi riset dengan peneliti dalam negeri.

Kemenristekdikti juga memberikan kuota CPNS bagi diaspora yang ingin berkarir di dalam negeri. Saat ini, jumlah ilmuwan diaspora Indonesia tersebar di sejumlah negara, namun yang paling banyak di Amerika Serikat sebanyak 2.500 ilmuwan dan Arab Saudi sebanyak 1.500 ilmuwan.

Selanjutnya, Kemenristekdikti melakukan sejumlah upaya peningkatan ranking kampus untuk mencapai kelas dunia.

Dalam lima tahun terakhir, untuk pertama kalinya terdapat kampus Indonesia yang masuk dalam kategori kelas dunia. Saat ini terdapat tiga kampus yang masuk ke dalam perguruan tinggi kelas dunia yakni Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung dan Universitas Gadjah Mada.

Sementara itu dua kampus lain yang program studinya sudah masuk ke dalam 500 dunia yakni Institut Pertanian Bogor dan Universitas Airlangga.

"Kami juga memberikan keleluasaan pada kampus untuk mendirikan program studi yang sesuai dengan perkembangan zaman. Prodi inovatif merupakan upaya Kemenristekdikti dalam menyiapkan sumber daya manusia berdaya saing global," kata dia.

Ke depan, dia berharap sejumlah program Kemenristekdikti yang dinilai baik perlu untuk dilanjutkan pada periode berikutnya. Meskipun nantinya, tampuk kepemimpinan kementerian itu berganti.*

Baca juga: Kemenristekdikti dukung jaminan produk halal

Baca juga: PMDSU hasilkan 547 jurnal internasional

Baca juga: Kemenristekdikti targetkan 400.000 penerima KIP Kuliah pada 2020

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019