Kupang (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan hingga Agustus 2019 sudah 32 provinsi dari 34 provinsi yang sudah membentuk gugus tugas pencegahan dan penindakan tindak pidana perdagangan orang.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Vennetia R. Danes di Kupang, Selasa, mengatakan bahwa dari 32 provinsi itu gugus tugas tersebut juga sudah terbentuk di 244 kabupaten/kota.

Vennetia mengatakan selama  2019 gugus tugas TPPO telah berhasil memulangkan puluhan perempuan yang dijual ke Tiongkok dengan modus pengantin pesanan, penangkapan jaringan besar pelaku trafficking dengan modus pekerja migran ke negara Timur Tengah.

Baca juga: Kemen-PPPA gelar Rakornas Gugus Tugas Pencegahan TPPO di NTT

Selain itu, gugus tugas juga menangkap pelaku trafficking dengan modus pemberian beasiswa ke luar negeri.

"Berbagai modus dilakukan oleh para pelaku untuk memperlancar transaksi mereka," kata Vennetia.

Kemen PPPA juga sudah mencatatselama 018 Bareskrim Polri menerima  95 laporan terkait dengan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan jumlah korban sebanyak 297 orang .

Ia menyebutkan dari 297 orang itu, sebanyak 190 orang adalah perempuan dewasa, anak perempuan 18 orang, laki-laki dewasa 79 orang, dan anak laki-laki 10 orang.

"Fenomena TPPO yang sering terungkap dalam persidangan adalah sebagian besar korban dipergadangkan untuk tujuan eksploitasi seksual (pelacuran dan pedofilia) dan eksploitasi tenaga kerja, baik di dalam dan di luar negeri," katanya.

Baca juga: Warga Sukabumi jadi korban TPPO di Arab Saudi

Eksploitasi kerja itu, kata dia, seperti bekerja di tempat-tempat kasar dengan upah rendah, pekerja rumah tangga, pekerja di perkebunan, buruh, dan beberapa kerja kasar lainnya.

Ia berharap Rakornas Gugus Tugas Pencegahan dan Penindakan TPPO menghasilkan keputusan penanganan kasus TPPO tidak hanya di NTT, tetapi di seluruh wilayah Indonesia.

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019