Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi berpendapat tantangan bagi diplomat perempuan dalam menjalankan tugasnya lebih banyak dibandingkan diplomat laki-laki.

“Sebagai permulaan, mengombinasikan antara keluarga dan bidang pekerjaan sebagai diplomat. Karena pekerjaan sebagai diplomat itu tidak kenal waktu, tempat, bahkan batas negara,” kata Retno dalam sesi wawancara khusus dengan ANTARA di kantor Kemlu, Jakarta, Senin.

Mengacu pada pengalamannya sebagai diplomat,yang kemudian ditunjuk menjadi Menlu perempuan pertama Indonesia, Retno mengungkapkan bahwa kerja sama dengan pasangan adalah kunci bagi diplomat perempuan untuk menyeimbangkan dunia pekerjaan dan kehidupan pribadinya.

“Selain bekerja kan kita juga harus take care anak-anak dan keluarga, ini yang sejak awal harus dirundingkan dengan suami,” tutur istri Agus Marsudi itu.

Menlu RI Retno Marsudi (tengah) menghadiri pertemuan Menteri Luar Negeri ASEAN ke-52 di Bangkok, Thailand, Rabu (31/7/2019). Sejumlah hal akan dibahas oleh negara-negara ASEAN antara lain masalah Laut China Selatan, nuklir, hingga masalah Rohingya yang juga menjadi perhatian ASEAN selama beberapa waktu terakhir. ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha/pras.

Meskipun lebih menantang, faktanya semakin banyak perempuan yang berminat menekuni profesi diplomat.

Dalam wawancara khusus dengan ANTARA guna memperingati Hari Kartini pada April, Retno menyatakan bahwa jumlah diplomat perempuan di Kemlu saat ini mencakup 36 persen.

Situasi itu sangat berbeda dibandingkan dengan ketika dirinya bergabung dalam Korps Diplomatik RI pada 1986. Saat itu, jumlah diplomat perempuan hanya 10 persen.

Semakin banyak jumlah perempuan yang berkarier sebagai diplomat juga telah mematahkan anggapan bahwa diplomasi adalah bidang pekerjaan laki-laki. 
 

Menlu Retno LP Marsudi (tengah) memimpin pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai Timur Tengah di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Rabu (22/5/2019). ANTARA FOTO/HO/Kemenlu/pras.

Menurut Retno, kiprah perempuan dalam diplomasi justru sangat menguntungkan karena perempuan dinilai memiliki kelebihan dalam soft power diplomacy, menggunakan pendekatan dialog dan negosiasi untuk menyelesaikan masalah.

“Perempuan memiliki kelebihan dalam soft power diplomacy dan inilah yang berusaha saya kapitalisasi selama ini dalam menjalankan tugas sebagai menlu,” tutur ibu dua orang putra itu.''

 
Baca juga: Akademisi: Presiden perlu menambah jumlah menteri perempuan di kabinet

Baca juga: Tiga menteri perempuan patut dipertahankan Jokowi

Baca juga: Perempuan Arab Saudi untuk pertama kalinya diizinkan jadi notaris

 

Menlu: masyarakat harus diedukasi ilmu diplomasi

 

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019