Palu (ANTARA) - Pesta demokrasi pemilihan legislatif tahun 2019 telah berakhir, calon anggota legislatif yang terpilih untuk DPRD Kota Palu, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Donggala (Pasigala) serta DPRD Sulawesi Tengah telah dilantik dan diambil sumpahnya untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat menuju capaian pembangunan nasional.

Sebagai wakil rakyat, para elite politik tidak boleh bermain di belakang layar. Legislator harus menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat terdampak bencana gempa, tsunami dan likufekasi.

Para elite politik mengetahui persis bahwa bencana yang terjadi pada 28 September 2018 lalu telah berakhir. Namun, berlalunya bencana itu, menyisakan bahwa masalah di masyarakat.

Mulai dari sulitnya memenuhi kebutuhan dasar yang meliputi sandang dan pangan, air bersih, listrik, energi lainnya seperti LPG untuk kebutuhan rumah tangga.

Di sisi lain, masalah mengenai jaminan hidup, bantuan stimulan untuk rumah rusak ringan, sedang dan berat yang belum tuntas soal data penerima, harus menjadi perhatian serius untuk diperjuangkan oleh para elite politik di DPRD kabupaten/kota terdampak, DPRD Provinsi Sulteng dan DPR-RI di Jakarta dari dapil Sulteng.

Mengenai data penerima hunian tetap dan lokasi pembangunan hunian tetap atau tempat relokasi yang sampai saat ini, belum mencerminkan kebutuhan masyarakat.

Adanya penolakan korban terhadap relokasi atau lokasi pembangunan hunian tetap, harus ditanggapi serius oleh legislator untuk dicarikan solusinya dengan cepat.

Belum lagi masih banyak korban bencana masih tinggal di tenda darurat. Data pemerintah Kota Palu menyebutkan sekitar 30 persen korban bencana masih tinggal dan hidup di shelter pengungsian.

Wali Kota Palu, Hidayat menjelaskan masih banyaknya pengungsi tinggal di shelter disebabkan fasilitas umum di hunian sementara (huntara) baik yang dibangun oleh Non Government Organization (NGO) maupun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) belum tersedia.

"Permasalahannya listrik dan air bersih yang belum ada," katanya.

Oleh sebab itu, dia menyatakan telah meminta kepada Gubernur Sulawesi Tengah (Sulteng), Longki Djanggola selaku perwakilan pemerintah pusat di daerah agar secepatnya mengatasi persoalan itu.

Data Pasigala Centre menyebutkan terdapat 4.051 kepala keluarga yang hingga saat ini masih tinggal di tenda. "Masih ada 4.051 kepala keluarga yang tinggal di tenda pengungsian seadanya selama kurang lebih setahun," kata Sekretaris Jenderal Pasigala Centre, Khadafi Badjerey.

Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan menemukan sejumlah permasalahan penanganan pemulihan pascabencana Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Ketua tim Penghubung Kemenkopolhukam Kolonel Inf. S Sulaeman saat rapat koordinasi dan evaluasi di kantor Wali Kota Palu, mengatakan dari hasil pengecekan lapangan, banyak masalah yang ditemukan khususnya penyiapan lahan relokasi dan pembangunan hunian tetap.

"Kalau permasalahannya bisa diselesaikan oleh pemerintah daerah, ya, kita selesaikan. Sebaliknya jika permasalahan itu tidak mendapat titik temu maka kami bawa ke Pusat sebagai bahan evaluasi kami, " ujar Sulaeman.

Menurut dia, permasalahan pemulihan di Kota Palu cukup banyak, tempat relokasi Tondo, misalnya ditemukan pembangunan hunian tetap tidak berkesesuaian dengan ketetapan tipe hunian yang sudah di atur pemerintah setempat.

Dia menilai, ketidaksesuaian tipe hunian akan menimbulkan masalah baru di tengah masyarakat yang seharusnya tahap rehabilitasi dan rekonstruksi berjalan sesuai target akan menghambat proses penyelesaian konstruksi.

"Di tempat relokasi Kelurahan Duyu, ada warga mengklaim lahan itu seluas delapan hektare sebagai milik pribadi, belum lagi di lokasi tersebut telah berdiri bangunan hunian sementara bantuan dari Malaysia," ungkapnya.

Baca juga: 8.788 unit huntap korban bencana Sulteng ditarget rampung 2020

Baca juga: Mengembalikan roda kehidupan masyarakat Palu



Tuntutan korban

Korban gempa, tsunami dan likuefaksi di Kota Palu, Sulawesi Tengah, yang didampingi Pasigala Centre, di Palu, Rabu, mendesak DPRD Sulteng untuk proaktif dalam menyelesaikan berbagai masalah.

"Pimpinan dan anggota DPRD yang baru (periode 2019-2024) secepatnya akan melakukan pertemuan swmua pihak terkait dengan para korban untuk menyelesaikan berbagai masalah. DPRD diminta proaktif melakukan evaluasi penanganan bencana," ucap Khadafi.

Korban bencana menyampaikan delapan tuntutan yang terdiri dari, percepat pemulihan dengan memberi kewenangan penuh kepada pemerintah daerah. Cabut SK Gubernur tentang penetapan areal relokasi di Kota Palu.

Kemudian, cabut SK Gubernur tentang dana dan stimulan huntap yang berbelit-belit, hentikan pembahasan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sulawesi Tengah yang tidak sesuai dengan mitigasi bencana.

Selain itu korban bencana juga menuntut dilibatkan dalam proses pemulihan, alokasikan anggaran untuk penanganan dan pemulihan korban kekerasan.

Korban juga menyampaikan bahwa, perbaikan sanitasi harus jadi prioritas, sebab sanitasi buruk membuat perempuan terpuruk.

Terakhir, berikan hunian layak yang berperspektif gender, ramah anak, dapat diakses penyandang disabilitas dan lansia.

Khadafi menambahkan persoalan yang juga mendasar adalah kewenangan penanganan bencana tidak sepenuhnya diberikan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah Pusat.

"Pemerintah Daerah hanya menyiapkan data yang dibutuhkan oleh pemerintah pusat. Mestinya Pemerintah Daerah diberi kewenangan karena, mereka berhadapan langsung dengan korban bencana. Kebijakan ini, membuat Pemerintah Daerah tidak dapat mengambil keputusan-keputusan yang sifatnya strategis dan mendasar sekaligus, membuat korban sulit menuntut pertanggungjawaban haknya," ujar dia.

Baca juga: Setahun Bencana Sulteng-Wali Kota Palu ziarah pemakaman masal bencana

Baca juga: Setahun bencana Sulteng- SK penetapan lokasi relokasi segera dicabut



Evaluasi 

Anggota DPR dari daerah pemilihan Sulawesi Tengah yang baru saja diambil sumpah oleh Ketua Mahkamah Agung, Hatta Ali, Selasa, di Jakarta, diharap dapat mendorong DPR untuk mengevaluasi badan dan kementerian terkait penanggulangan

Khadafi menilai elite politik di DPR-RI dapil Sulteng berkewajiban mengawal jalannya penanggulangan.

"Anggota legislatif DPR RI dapil Sulteng berkewajiban mengawal proses penanggulangan bencana dan perlu melakukan evaluasi kerja satuan tugas yang kami pandang tidak efektif," kata Khadafi.

Penanggulangan daerah bencana Pasigala, kata Khadafi, harus di evaluasi oleh DPR.
Hal itu karena, mekanisme penanggulangan terlalu dimonopoli pusat, tanpa memberikan ruang dan kewenangan lebih kepada pemda/pemprov untuk menjadi eksekutor penanganan dan pemulihan korban.

Penanggulangan bencana di Pasigala, sepenuhnya dikoordinir atau ditangani langsung oleh Pemerintah Pusat di Jakarta.

Karena itu, mekanisme penanggulangan harus menjadi prioritas untuk memenuhi hak korban, khususnya dana jaminan hidup yang baru 23.000 jiwa tervalidasi dari 72.823 jiwa.

Korban 23.000 jiwa itu direncanakan menerima jaminan hidup pada tahun 2019. Angka tersebut baru sekitar 40 persen dari 173.999 jiwa korban yang diatur berdasarkan SK Gubernur Sulteng Nomor 360/006/BPBD-G-ST/2019.

Begitu pula dengan kepastian kepemilikan hunian tetap (huntap) yang berjumlah 53.173 kepala keluarga sesuai dengan SK Gubernur Sulteng tersebut. Baik yang dibangun dengan proses dana stimulan dan huntap relokasi.

DPRD Kota Palu, Sulawesi Tengah, mendorong pemerintah daerah setempat memperbaiki kembali data penerima manfaat jaminan hidup, bantuan hidup, penerima stimulan, dan penerima hunian tetap.

"Pemerintah harus memiliki iktikad baik untuk memperbaiki data-data korban penerima manfaat, berupa stimulan, jadup, bantuan hidup, dan data huntap," kata Anggota DPRD Kota Palu Muslimun.

Menurut dia, pemkot harus mendesak Pemprov Sulteng untuk memperbaiki kembali data-data tersebut.

Pernyataan Muslimun itu mengemuka disebabkan adanya korban yang tidak terdaftar sebagai penerima jadup, penerima huntap, dan penerima stimulan.

"Saran saya baiknya undang berbagai pihak, terutama pemerintah kelurahan dan aparat RT dan RW yang lebih mengetahui persis warganya yang terdampak," katanya.

Terkait hal itu, Ketua DPRD Sulawesi Tengah, Nilam Sari Lawira mengingatkan tugas utama wakil rakyat (dewan) yaitu memperjuangkan aspirasi masyarakat untuk direalisasikan oleh pemerintah.

"Tugas utama kita adalah melihat, mendengar, mencatat, menyuarakan dan memperjuangkan aspirasi rakyat," ucap Nilam.

Ia menegaskan penyusunan dan perencanaan penggunaan Anggaran Pendapatan Belanda Daerah (APBD) provinsi tersebut, harus berpihak pada kebutuhan masyarakat atau pro-rakyat.

Dia berjanji bersama teman lain akan memperjuangkannya.*

Baca juga: Korban gempa : DPRD harus pro-aktif selesaikan masalah pascabencana

Baca juga: Setahun Bencana Sulteng-Lewat pameran foto bukti Sulteng bangkit

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019