Kupang (ANTARA) - Ketika masa kecil dulu, orangtua siapa pun pasti sering dan selalu membacakan dongeng untuk anak-anaknya, karena kala itu keberadaan televisi dan gadget masih terbatas sehingga dongeng dan buku cerita menjadi hiburan penting bagi anak-anak.

Namun, pada saat sekarang, ketika dunia tidak lagi hampir berjarak karena pesatnya perkembangan teknologi digital, seni mendongeng terasa menjadi semakin langka. Kenapa, karena hampir semua anak lahir di era digital yang serba canggih.

Menurut Gery Puraatmadja, seorang pendongeng yang dikenal dengan nama Paman Gery, hal ini sangat disayangkan karena mendongeng sudah terbukti secara ilmiah dapat mendukung tumbuh kembangnya anak.

"Mendongeng dapat memicu imajinasi, menstimulasi rasa ingin tahu, dan membantu perkembangan otak anak, karena cerita dapat membawa anak pada fantasi dan petualangan," katanya.

Sebab, ketika membaca atau mendengarkan cerita, siapa pun pasti ikut menangis, tertawa, dan bernyanyi bersama dengan tokoh yang ada dalam cerita tersebut, seperti kisah cerita dalam dongeng Bawang Merah dan Bawang Putih, Si Kancil, Lara Jonggrang dan Pinocchio.

Dongeng-dongeng seperti ini adalah kisah cerita yang telah membantu anak-anak dan siapa pun mengenai pelajaran hidup yang berharga serta mengajarkan tentang perbedaan yang baik dan buruk.

Endang Wijayaningsih, Head Marketing PT AustAsia Food, produsen susu Greenfields yang tengah mengampanyekan pentingnya mendongeng untuk anak, juga sependapat.

"Cerita dongeng membantu anak-anak kita mengerti tentang nilai-nilai kehidupan karena akan lebih mudah membuat anak mengerti tentang sesuatu dengan bercerita,” kata Endang.

Menurut dia, imajinasi anak akan sangat kuat dan unik, sebab dengan mendongeng, otak kreatif anak-anak akan didorong untuk membayangkan kisah yang sedang diceritakan.

Cara berpikir kreatif seperti ini tentu saja bermanfaat hingga mereka dewasa nanti. Selain itu, membacakan cerita dari berbagai daerah dan negara juga akan membuat mereka belajar tentang suatu budaya baru.

Menurut Goddard Blythe, Direktur Institute for Neuro-Physiological Psychology di Inggris, membacakan dongeng akan membantu anak mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk—bukan dengan cara mengajari, tapi dengan membuat anak menyimpulkan sendiri dari kisah yang dibacakan untuk mereka.

Cerita dongeng membuat mereka berpikir kritis atas setiap konsekuensi yang akan diterima setiap melakukan suatu hal.

Tidak semua tokoh melakukan hal yang baik dan biasanya tokoh jahat ini menerima konsekuensi buruk di akhir cerita, tapi justru ini akan membuat anak berpikir tentang hukum sebab akibat.

Menurut psikolog anak, Bruno Bettelheim yang banyak meneliti peran dongeng dalam kehidupan anak, dongeng dapat menjadi cara bagi anak untuk mengatasi emosinya.


Krisis moral

Saat mendengar cerita, imajinasi anak berkembang seolah dirinya lah yang mengalaminya sehingga ikut sedih ketika si tokoh sedang sedih dan ikut senang ketika tokohnya sedang gembira. Hal ini menjadi pelajaran bagi anak untuk mengatasi emosinya agar tidak berlarut-larut.

Dan, anak-anak siapa pun pasti ingat betapa senangnya setiap kali ayah atau ibunya membacakan cerita sebelum tidur atau bermain dengan teman-teman sebaya memerankan tokoh dalam dongeng sepulang sekolah. Dan, kebahagiaan ini tampaknya akan dikenang anak sepanjang hidupnya.

Dari dongeng, ada banyak manfaat yang bisa diambil, seperti meningkatkan keterampilan bicara anak, karena bayi atau balita akan kenal banyak kosa kata, mengembangkan kemampuan berbahasa anak, dengan mendengarkan struktur kalimat.

Meningkatkan minat baca, mengembangkan keterampilan berpikir, meningkatkan keterampilan problem solving (sebuah mindset yang membawa seseorang berpikir positif untuk mencari jalan keluar dari permasalahan), merangsang imajinasi dan kreativitas, mengembangkan emosi, memperkenalkan nilai-nilai moral dan ide-ide baru.

Hampir semua ahli Parenting (cara orang tua mendidik anak) menyarankan dongeng sebagai salah satu sarana pengasuhan. Banyak penelitian yang telah membuktikan manfaat dongeng bagi perkembangan psikologis putra-putri suatu bangsa.

Pemerhati anak Indonesia Seto Mulyadi mengatakan mantan Presiden ketiga RI BJ Habibie merupakan presiden pertama yang mau mendongeng untuk anak-anak.

Saat Hari Anak Indonesia di halaman Istana Merdeka, kenang Seto, Habibie duduk bersama anak-anak dan menciptakan suasana santai serta mendongeng di hadapan anak-anak.

"Dengan anak-anak, beliau sangat dekat dan senang bernyanyi dan mendongeng serta perhatian untuk Hari Anak Indonesia sangat tinggi," ujarnya.

Namun, anak-anak dewasa ini, menurut pedongeng asal Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur Antonia Humiliata Tukan, seperti telah dilanda krisis moral karena tak ada lagi kisah mendongeng sebagai sarana berijimanasi saat sebelum tidur.

"Anak-anak dewasa ini lebih sering diperdengarkan lagu-lagu untuk orang dewasa dan terkesan dipaksa untuk menyanyi lagu-lagu bertema cinta, seperti dalam beberapa lomba yang diselenggarakan sejumlah stasiun televisi. Padahal, ini tidak sehat untuk mereka," katanya.

Mahasiswa Program Studi Pendidikan dan Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu juga menambahkan bahwa krisisnya ruang kreativitas anak-anak dapat merampas hak anak-anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan usia mereka, sehingga dapat mengancam moral anak-anak.

"Saya prihatin dengan fenomena ini. Ini bukan hanya menjadi tanggung jawab orangtua, tapi tanggung jawab kita semua demi masa depan yang lebih baik," katanya dan berharap lebih banyak lagi orang muda yang berani untuk berkolaborasi dalam karya yang bermanfaat bagi anak-anak, sebab anak-anak adalah aset masa depan bangsa yang perlu dijaga.

Sebab, pengalaman membaca dongeng bersama akan menjadi tanda bagi anak bahwa mereka disayangi dan diperhatikan oleh orangtuanya, sehingga tidak terdegradasi moralnya di tengah pesatnya teknologi komunikasi yang serba canggih dan wah.
Baca juga: Orang tua diimbau luangkan waktu untuk mendongeng
Baca juga: Mari Berlomba Mendongeng Untuk Anak
Baca juga: Psikolog UI buat aplikasi dongeng interaktif untuk anak

Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019