Indramayu (ANTARA) - Daerah pinggir pantai sering terjadi musibah abrasi, bahkan setiap tahunnya tanah daratan terkikis dengan derasnya gelombang laut, sehingga tak jarang membuat rumah, tambak dan bangunan lainnya menjadi rusak karena hantaman ombak.

Abrasi terjadi karena hilangnya keseimbangan alam itu sendiri. Di mana tak jarang penahan abrasi alami telah berubah fungsi karena ulah manusia.

Bencana pun tak terhindarkan lagi, karena masifnya perusakan, bahkan tak jarang rob menjadi momok tersendiri bagi warga yang hidup di pesisir pantai, meskipun telah banyak cara yang dilakukan untuk mengatasi.

Kabupaten Indramayu mempunyai panjang pantainya mencapai 147 kilometer terbentang dari perbatasan Kabupaten Cirebon sampai Kabupaten Subang.

Dan dari jumlah tersebut sepanjang 42,60 kilometer di antaranya mengalami abrasi dan ini merupakan data tahun 2017.

"Berdasarkan data tahun 2017 yang mengalami abrasi itu sampai 42,6 kilometer,” kata Kepala Bidang Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu Edi Umaedi beberapa waktu lalu.

Bahkan lanjut Edi ada beberapa daerah di pesisir Indramayu yang sudah terkubur karena bencana abrasi, sehingga menyebabkan ratusan orang beralih tempat tinggal. "Kondisi tersebut karena di sepanjang pantai yang terkena abrasi tidak ada pelindung alami."

Ia menjelaskan pelindung alami abrasi itu merupakan pohon mangrove dan biasanya mangrove juga dikenal sebagai sabuk pantai. Ketika kawasan pesisir pantai masih ditumbuhi tanaman mangrove maka wilayah pesisir akan terlindungi sehingga tidak akan terjadi bencana abrasi.

“Di Indramayu sudah ada beberapa kawasan pesisir yang kembali ditanami mangrove, hal ini untuk menahan bencana abrasi, seperti di Pantai Karangsong, Junti, Eretan dan beberapa daerah lainnya,” ujarnya.

Baca juga: Diserang ulat bulu, Ratusan mangrove di Muara Gembong terancam mati

Mangrove Karangsong

Kawasan mangrove Karangsong terletak di Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu. Kawasan tersebut mulai menjadi primadona masyarakat untuk berwisata sekitar tahun 2015 lalu.

Hutan mangrove Karangsong mempunyai luas sekitar 20 hektare dan di sana terdapat beragam jenis pohon mangrove yang ditanam dan dikembangkan.

Ketua Kelompok Pantai Lestari Karangsong Eka Tarika menceritakan pada tahun 80 sampai 90-an di sekitar kawasan hutan mangrove Karangsong, sangat banyak pembudidaya udang, masyarakat mendapatkan hasil yang melimpah.

Sehingga kawasan yang dahulunya merupakan pohon mangrove kemudian dibuka dan dijadikan tambak warga, pada periode itu mereka masih menikmati hasil tambaknya.

"Pada waktu itu, hutan mangrove ini semuanya masih berupa tambak warga, karena memang hasil dari itu sangat menjanjikan," katanya.

Namun tidak adanya pohon mangrove membuat abrasi tidak terbendung lagi, di mana sekitar tahun 90-an tambak warga yang dahulunya menjadi ladang ekonomi, pada waktu itu perlahan tergerus air laut.

Kerugian pun dirasakan para petambak udang,  sampai pada akhirnya yang semula berjajar rapi tambak warga, kemudian berubah menjadi lautan yang berlumpur, hal tersebut membuat warga kehilangan mata pencahariannya.

Dengan kondisi itu, warga tergerak untuk membuat penahanan abrasi yaitu dengan cara menanam pohon mangrove di sepanjang kawasan tersebut.

"Kami mulai tergerak untuk menanam mangrove pada sekitar tahun 2008 lalu, awalnya ingin melindungi tambak yang masih tersisa dari terjangan abrasi," ujarnya.

Masyarakat tidak sendirian dalam rangka melindungi daerahnya diterjang abrasi, di mana setelah dua tahun berjalan kemudian Pertamina RU VI Balongan melalui dana CSR-nya membantu untuk penanaman dan pembudidayaan mangrove.

Dari bantuan perusahaan pelat merah kata Eka, penanaman mangrove di kawasan Karangsong terus dilakukan, bahkan bukan hanya sebagai tempat penanaman saja melainkan menjadi tempat penelitian.

Sementara Unit Manager Communication, Relation & CSR Pertamina RU VI Balongan Eko Kristiawan mengatakan pihaknya mulai ikut mendukung Kelompok Pantai Lestari pada tahun 2010 lalu dengan memberikan beberapa bantuan.

Baik itu berupa sarana dan prasarana, bantuan bibit pohon mangrove bahkan pelatihan kepada masyarakat terkait manfaat dari tanaman mangrove.

Pertamina bukan hanya membina mereka untuk menanam mangrove saja, namun juga manfaat ekonomi yang dihasilkan dari olahan tanaman tersebut.

Eko mengatakan dengan terlibatnya Pertamina RU VI Balongan untuk melestarikan kawasan mangrove Karangsong juga berdampak positif bagi perusahaan pelat merah itu, di mana selama kurun beberapa waktu berhasil mendapatkan beberapa penghargaan.

"Penghargaan yang pernah diraih kita yaitu GPMB Award 2015, CSR Best Practise For SDG's 2015, IGA Award 2015-2016 dan 2019 serta ISDA 2018," katanya.

Baca juga: Hutan mangrove Kalsel rusak hingga 70 persen
​​​​​​​

Wahana edukasi

Mangrove Karangsong bukan hanya sebagai penahan abrasi, namun sudah menjadi salah satu wahana edukasi bagi semuanya, baik para peneliti, mahasiswa maupun lainnya.

Pemerintah Kabupaten Indramayu, telah memasukkan kurikulum pendidikan lingkungan hidup berbasis mangrove di beberapa Sekolah Dasar (SD) yang berada di kawasan pesisir Kota Mangga itu.

"Sekolah mangrove itu sekolah formal tingkat dasar yang berwawasan lingkungan hidup tematik mangrove sebagai muatan lokal," kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu Muhammad Ali Hasan.

Menurut dia, sekolah mangrove ini pertama digagas dengan menempelkan subsistem muatan lokal pada sistem baku di Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu.

Kabupaten Indramayu merupakan wilayah dengan bentang pantai yang panjang yakni 147 km, maka edukasi terkait lingkungan hidup, khususnya mangrove menjadi hal yang penting.

"Sejak tahun 2016 sampai sekarang ini sudah ada belasan SD yang telah menerapkan sekolah mangrove," ujarnya.

Ia menambahkan sejak tahun 2016 rintisan sekolah pelaksana tematik mangrove sudah dimulai yakni SDN 1 Karangsong, SDN 1 Pabean Udik dan SDN Unggulan.

Selanjutnya pada tahun 2017 dilakukan replikasi pelaksana tematik mangrove dengan jumlah sekolah terus bertambah seperti di SDN 2, 3 Karangsong, SDN 2, 3 Pabean Udik, SDN 4 Paoman, SDN 1 Pasekan, SDN 3 Pabean Ilir dan SDN 2 Cangkring.

Berikutnya di tahun 2018, jumlah sekolah semakin bertambah, di mana kurikulum tematik mangrove diterapkan juga di SDN 1, SDN 2 Singaraja, SDN 1, 2, 3, 4 Balongan, SDN 1, 2 Majakerta, SDN 2 Pabean Ilir, SDN 1 Cangkring, SDN 3 Lamarantarung, SDN 1, 6 Dadap, SDN 3 Benda dan SDN 2 Pringgacala.

"Pada tahun 2019 bersama dengan RU VI Balongan kita terus lakukan replikasi sekolah mangrove di seluruh kecamatan wilayah pesisir Kabupaten Indramayu di 11 Kecamatan," katanya.

 

Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019