Surabaya (ANTARA) - Keluarga mantan Menteri Kepemudaan dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengimbau semua pihak mengedepankan praduga tak bersalah terkait penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya atas nama keluarga menyampaikan terima kasih kepada KPK yang telah berusaha untuk adil," ujar Syamsul Arifin, adik kandung Imam Nahrawi kepada wartawan di Surabaya, Jawa Timur, Kamis.

KPK pada 18 September 2019 mengumumkan status tersangka terhadap Menpora Imam Nahrawi dalam perkara suap senilai Rp26,5 miliar terkait penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora pada KONI Tahun Anggaran 2018.

Syamsul tidak memungkiri penetapan tersangka terhadap Imam Nahrawi itu jauh dari bayangan awal pihak keluarga.

"Kita tahu sampai sekarang tidak ada bukti seperti yang dituduhkan KPK kepada Menpora. Sampai sekarang kami juga belum tahu klausul apa yang disangkakan oleh KPK kepada Menpora," katanya.

Baca juga: KPK duga uang suap Imam Nahrawi mengalir ke pihak lain
Baca juga: Imam Nahrawi dicegah ke luar negeri
Baca juga: Imam Nahrawi mulai kemasi barang-barang pribadi


Dia menegaskan, karena belum tahu apa-apa, pihak keluarga juga belum tahu mau mengambil langkah hukum pembelaan seperti apa.

"Terus terang saja otak kita tidak nyambung ketika melihat fakta seorang komisioner KPK sedang ada yang mengundurkan diri dan dua lainnya mengembalikan mandat kepada presiden tetapi melakukan tindakan hukum penetapan tersangka. KPK ini kan semestinya bekerja secara kolektif kolegial," katanya.

Namun begitu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menyatakan tetap mengapresiasi kinerja KPK dan menghormati proses hukum.

"Saya anggap penetapan tersangka terhadap Menpora Imam Nahrawi adalah risiko jabatan," katanya.

Setiap pejabat pengguna anggaran punya risiko menjadi tersangka kasus korupsi. "Terlepas ada unsur politis di dalamnya, kita pasrahkan kepada Allah. Kita 'husnudzon' saja dengan mengedepankan praduga tak bersalah," katanya.

Pewarta: A Malik Ibrahim / Hanif Nashrullah
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019