Jakarta (ANTARA) - Anggota Forum Lintas Hukum Indonesia (FLHI) Serfasius Serbaya Manek menyatakan, usulan adanya kewenangan pemberian surat perintah penghentian perkara (SP3) kepada KPK dalam revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK, menjadikan KPK lebih memiliki kepastian hukum.

"KPK dalam proses penengakan hukum pemberantasan korupsi harus menerapkan prinsip praduga tak bersalah, sesuai dengan azas hukum pidana," kata Serfasius Serbaya Manek, di Jakarta, Kamis, menyikapi langkah DPR RI yang melakuan revisi terhadap UU KPK.

Menurut Serfasius, dalam praktiknya selama ini, KPK tidak menerapkan prinsip praduga tak bersalah, karena KPK tidak memiliki kewenangan SP3. "Setiap orang yang ditangkap dan diproses hukum di KPK selalu menjadi tersangka dan kemudian terpidana," katanya.

Adovokat dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini melihat, pada proses hukum pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK, ada beberapa nama yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, tapi setelah ditangkap dan diproses oleh KPK tidak memenuhi unsur untuk ditetapkan sebagai tersangka.

"Namun, karena KPK tidak memiiki kewenangan SP3, orag tersebut juga tidak dipulihkan lagi namanya, sehingga statusnya menjadi tidak jelas, misalnya Direktur
Utama Pelindo II RJ Lino," katanya.

Serfasius menyatakan, dukungan pada revisi UU KPK yang mengusulkan SP3 menjadi kewenangan KPK, sehingga dalam penanganan perkara kasus korupsi yang tidak memenuhi syarat menjadi tersangka, dapat segera dihentikan perkaranya.

Dia juga melihat, KPK dalam menangani perkara korupsi tanpa adanya SP# dapat berpotensi melanggar hukum

"Tanpa adanya SP3, maka KPK akan melanggar hukum. Jika sesorang tidak bisa jadi tersangka, tapi tidak bisa dipulihkan nama baiknya, itu pelanggaran hukum.
Karena itu, KPK perlu memiliki kewenangan SP3," katanya.

Baca juga: DPR terima Surpres revisi UU KPK

Baca juga: Pakar hukum Unsoed menyayangkan terbitnya Surpres revisi UU KPK

Baca juga: Revisi UU KPK, Abraham Samad sampaikan kekhawatiran

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019