Jakarta (ANTARA) - KPK mengirimkan surat resmi ke DPR mengenai pelanggaran etik berat yang dilakukan mantan Deputi Penindakan KPK Irjen Pol Firli Bahuri yang rencananya akan menjalani uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon pimpinan KPK pada Kamis (12/9).

"Hari ini, 11 September 2019 KPK telah menyampaikan surat resmi pada DPR khususnya Komisi III terkait rekam jejak calon pimpinan KPK dengan harapan agar dapat menjadi pertimbangan dalam proses pemilihan calon pimpinan KPK, masyarakat membutuhkan pimpinan KPK yang berintegritas dan dapat bekerja secara independen," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Rabu.

Baca juga: Komisi III gelar uji kelayakan capim KPK
Baca juga: Capim Nawawi setuju KPK punya kewenangan SP3


Konferensi pers tersebut juga dihadiri oleh Penasihat KPK Mohammad Tsani Annafari dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah. Firli menjadi Deputi Penindakan KPK pada 6 April 2018 dan kembali ke Polri pada 20 Juni 2019.

Menurut KPK, Firli melakukan dua kali pertemuan dengan gubernur NTB Tuan Guru Bajang Muhammad Zainul Majdi 12 dan 13 Mei 2018 padahal pada sejak 2 Mei 2018 KPK melakukan penyelidikan dugaan TPK terkait kepemilikan saham pemerintah daerah dalam PT NNT pada tahun 2009-2016.

Pertemuan selanjutnya terkait kasus berbeda yaitu kasus suap terkait dana perimbangan daerah dengan tersangka Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo.

Pertemuan itu dilakukan pada 8 Agustus 2018 saat KPK memanggil Wakil Ketua BPK Bahrullah Akbar sebagai saksi untuk tersangka mantan pejabat Kementerian Keuangan Yaya Purnomo dalam kasus suap terkait dana perimbangan daerah. Namun karena tidak dapat hadir maka pemeriksaan dijadwalkan ulang.

Padahal Firli lalu mendapat telepon dari anak buah Bahrullah Akbar dan menjemput Bahrullah di lobi KPK, memanggil penyidik terkait, bertemu di ruangan di KPK selama sekitar 30 menit sebelum Bahrullah Akbar akhirnya diperiksa oleh penyidik.

Pertemuan selanjutnya terkait kasus lain yaitu pada 1 November 2018 malam hari, di sebuah hotel di Jakarta yaitu Firli bertemu dengan seorang pimpinan partai politik.

Pertemuan-pertemuan tersebut tidak ada hubungannya dengan Firli sebagai Deputi Penindakan KPK. Sebagai Deputi Penindakan KPK, Firli juga tidak pernah meminta izin melakukan pertemuan dengan pihak yang terkait perkara ataupun pihak yang memiliki risiko independensi dan tidak melaporkan seluruh pertemuan-pertemuan tersebut kepada pimpinan KPK.

"Jika pimpinan KPK yang terpilih tidak berintegritas atau memiliki afiliasi politik maka hal tersebut membuat KPK berisiko ditarik pada pusaran politik dan terdapat juga risiko bagi pelaksanaan tugas KPK ke depan terutama jika ada kasus korupsi terkait dengan aktor politik baik yang terafiliasi dengan pimpinan tersebut ataupun berseberangan. Padahal KPK wajib menegakkan hukum secara independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun," ungkap Saut.

Baca juga: Capim Sigit setuju ada Dewan Pengawas KPK
Baca juga: Capim KPK Lili Pintauli berkomitmen perbaiki komunikasi KPK-LPSK

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019