Jakarta (ANTARA) - Kelompok sipil yang tergabung dalam Gerakan Perempuan Peduli KPPPA berharap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungam Anak Republik Indonesia periode ke depan bisa memiliki ikatan yang kuat dengan masyarakat sipil.

Pegiat Asian Muslim Action Network Ruby Cholifah mengatakan, dengan ikatan yang kuat antara kelompok masyarakat sipil dengan kementerian maka perkembangan dan pencarian solusi dalam isu-isu perempuan bisa ditangani dengan lebih baik.

"Sebagai seorang menteri harusnya punya akses ke bawah langsung dan bisa memilih mana sih organisasi yang militan dan bisa mendukung misi di Kemen-PPPA," kata Ruby di Jakarta, Kamis.

Menurut Ruby hal itu sejatinya pernah dilakukan di era menteri PPPA saat ini, namun kurang lebih enam bulan dilakukan, pertemuan rutin antara kelompok sipil dengan KPPPA tiba-tiba berhenti di tengah jalan.

Ruby tak tahu pasti sebabnya, namun saat mekanisme pertemuan rutin itu digelar, kebijakan strategis dari KPPPA relatif sesuai dengan isu yang tengah berkembang di publik.

"Dengan bertemu setiap bulan kami memberi masukan pada menteri ini pergerakan yang dibawa, isunya, lalu diskusi, ditemani dengan deputi-deputi. Ini mekanisme yang baik harusnya, andai itu dilakukan, mekanisme dan ikatan dengan masyarakat sipil bisa dispesifikasikan di kedeputian," ucap dia.

Ruby tak menampik kalau di birokrasi hal-hal seperti ini mungkin saja terjadi, namun jika birokrasi dilihat sebagai pelayan rakyat seharusnya rakyatlah yang menjadi pijakan kebijakan kementerian bukan interpersonal problem di lembaganya.

"Oleh karena itu menteri ke depan mestinya punya wawasan dan value. Sayang kalau anggarannya ditambah tapi tidak maksimal. Dengan institusi yang masuk ke semua aspek, KPPPA harusnya punya tim yang kuat. Bayangkan, untuk mainstreaming gender saja kan dia perlu tandatangan nota kesepahaman dengan kementerian-kementerian lain," ucap dia.

Di sisi lain, publik pun hendaknya tak sungkan untuk mengkoreksi selain mengapresiasi kerja kementerian. Karena kepemilikan lembaga negara sejatinya adalah milik rakyat bukan sebaliknya.

"Masyarakat sipil tenaganya banyak pengetahuannya bagus tapi belum bisa dimaksimalkan untuk didorong, mungkin karena ownership KPPPA dianggap pemerintah bukan rakyat, ini harus diubah," ucap dia.

Baca juga: Koalisi Perempuan: Generasi muda jadi agen hentikan perkawinan anakBaca juga: Faktor ekonomi pemicu maraknya perkawinan anak
Baca juga: KPPPA: Kekerasan dalam situasi darurat jarang dilaporkan

Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019