Menurut Raymon, dokter umum yang dilatih vasektomi berpeluang untuk mempelajari keterampilan baru sekaligus mengedukasi masyarakat bahwa tugas ber-KB tidak hanya diemban oleh perempuan.
Ia menambahkan, rendahnya minat dokter untuk melayani vasektomi di Indonesia juga dipengaruhi oleh minat akseptor menggunakan KB tersebut yang masih sedikit.
“Ketika dia sudah berpraktik di lapangan dan memiliki profesi sebagai dokter, dia belum tentu mendapatkan pasien atau akseptor, jadi itu akan memengaruhi, dan kalau tidak ada akseptor berarti kan dia tidak ada pendapatan jasa medisnya,” ujar dia.
Raymon juga mengemukakan, kurikulum vasektomi yang terakreditasi baru diluncurkan pada Juni 2024, sehingga sosialisasi dan edukasi terhadap MOP tersebut masih minim.
“Pelatihan pertama di angkatan itu dilakukan pada bulan Oktober tahun 2024, kemudian dilakukan kembali di tahun 2025 bulan Agustus oleh BKKBN Jawa Barat. Kita berharap, mereka setelah dilatih bisa melakukan pelayanan di tempat kerjanya,” paparnya.
Kemendukbangga/BKKBN juga telah melakukan monitoring dan evaluasi di angkatan pertama yang telah membuahkan hasil. Rata-rata peserta yang melakukan pelatihan di tahun 2024 sudah mampu melayani akseptor secara mandiri.
Berdasarkan data Pemutakhiran Pendataan Keluarga (PK) 2024, kesertaan pria dalam ber-KB masih rendah, hanya 2,1 persen, dengan persentase kesertaan vasektomi sebesar 0,1 persen saja. Sementara data Sistem Informasi Keluarga (SIGA) 2024 mencatat kesertaan KB pria 3,73 persen, dengan persentase vasektomi 0,13 persen.
Kemendukbangga/BKKBN bekerja sama dengan UNFPA dan Siklus Indonesia juga terus mengupayakan peningkatan kesertaan vasektomi melalui edukasi dan sosialisasi secara masif, mengingat ber-KB merupakan bentuk tanggung jawab keluarga untuk mewujudkan pengasuhan yang setara sesuai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dokter umum kini dapat pelatihan khusus agar mampu layani vasektomi
