Sementara narasumber lainnya, yakni Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri Imelda mengingatkan bahwa semangat otonomi daerah bukan hanya soal kewenangan, melainkan juga terkait dengan tanggung jawab. Dalam paparannya, ia menyoroti pentingnya mekanisme pembentukan peraturan daerah (perda) yang partisipatif, berbasis kebutuhan nyata, serta disusun secara harmonis dengan regulasi nasional.
“Kebijakan yang baik harus menjawab persoalan daerah, tidak hanya copy-paste dari atas,” kata dia.
Kemendagri juga menekankan pentingnya penguatan peran pemerintah daerah agar produk hukum daerah tidak terlalu banyak. Upaya itu juga sejalan dengan target peningkatan Indeks Kepatuhan Daerah dalam penyusunan dan implementasi Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok.
Berikutnya, pada sesi pemaparan data lapangan, Ni Made Shellasih dari Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) mempresentasikan hasil survei pemantau kualitas udara di sembilan titik kawasan tanpa rokok di Kota Yogyakarta yang meliputi kantor kelurahan, sekolah, puskesmas, hingga restoran.
Hasil pemantauan itu menunjukkan bahwa di beberapa lokasi, seperti restoran pusat kota, tingkat PM2.5 bahkan mencapai kategori beracun. Pelanggaran berupa aktivitas merokok di area KTR, keberadaan asbak, dan penjualan rokok masih ditemukan.
"Artinya, ketika ada tempat khusus merokok di dalam ruangan, polusi asapnya tetap menyebar ke ruangan lain,” ucapnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kemenkes minta daerah bergerak aktif terapkan kawasan tanpa rokok
