Film "Captain America: Brave New World" (2025) terlalu agresif

id Captain America, Brave New World, Captain America: Brave New World, ulasan film Captain America,Sam Wilson,Anthony Macki

Film "Captain America: Brave New World" (2025) terlalu agresif

Suvenir tameng "Captain America: Brave New World" berupa bantal berwarna merah dengan logo bintang putih di tengah lingkaran biru dan putih menjadi suvenir. (ANTARA/Abdu Faisal)

Kelebihan dan kekurangan film

Secara visual, pertarungan di film "Captain America: Brave New World" (2025) mampu memukau mata penonton. Adegan pertarungan ditampilkan dengan koreografi yang apik dan efek visual yang ciamik. Desain kostum dan perlengkapan sang kapten juga mendetail dan terlihat realistis.

Musik yang digubah oleh Laura Karpman mungkin berubah dari penggubah musik sebelumnya, tapi tetap mendukung suasana dan emosi cerita. Musik yang epik dan heroik itu memberikan nuansa yang tepat pada adegan-adegan aksi.

Namun, film ini juga memiliki beberapa kekurangan. Salah satu yang paling menonjol adalah terkait anomali kekuatan vibranium pada sayap dan perisai Captain America dengan film-film pendahulunya.

Terkesan bahwa vibranium agak dilemahkan setelah kemunculan adamantium, logam keras yang lebih dahulu dikenal menyatu dengan tulang Wolverine dalam seri film X-Men.

Selain itu, ada karakter yang terasa kurang dikembangkan dari tokoh yang memiliki peran signifikan dalam cerita, Joaquin Torres alias "Falcon" baru (yang diperankan Danny Ramirez).

Padahal kecelakaan nahas jika menimpa Falcon akan menimbulkan gejolak batin untuk Wilson, tapi ikatan emosional karakter "superhero-buddy" itu dengan penonton belum terlalu kuat.

Transformasi Hulk merah "Red Hulk" dalam film juga inkonsisten pada penampilan sebelum dan sesudah transformasi, khususnya perubahan warna rambut dari putih-uban menjadi hitam, sehingga sedikit mengganggu fokus penonton.

Protokol keamanan presiden yang diprakarsai agen Ruth-Bat Seraph dan Leila Taylor juga menjadi anomali karena terlihat mereka membiarkan hadirin tetap membawa ponsel pribadi dalam sebuah pertemuan bilateral di Kantor Oval Gedung Putih.

Salah satu hadirin bahkan terlihat membawa ponsel dengan model kamera boba (yang hitam bulat-bulat) dengan fitur transfer fail yang disebut "airdrop", hal itu cukup mengganggu jalan cerita.

Mengingat pertemuan bilateral tingkat tinggi yang mengharuskan kehadiran dua kepala negara, protokol keamanan yang lebih ketat semestinya diterapkan.

Konflik bilateral terkait hak kepemilikan adamantium dalam film juga menarik, di mana konflik itu berhasil menyampaikan kritik terhadap sikap pemimpin global secara relevan.