"Adanya berbagai pihak yang saling klaim kepemilikan memberikan dampak sosial-ekologi yang signifikan," jelasnya.Pemagaran wilayah perairan, kata dia, merupakan sebuah kontradiksi dengan prinsip pemanfaatan umum kawasan pesisir yang dijamin oleh pemerintah daerah. Pemblokiran akses ke jalur laut juga secara khusus akan memberikan dampak kepada kondisi masyarakat lokal yang sudah rentan.
Dia merujuk kepada estimasi sementara Ombudsman RI yang memperkirakan kerugian nelayan sebesar Rp9 miliar selama tiga bulan terakhir akibat pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang.
Sebelumnya TNI AL telah melakukan pembongkaran terhadap pagar bambu yang berada di perairan Kabupaten Tangerang sepanjang 18,7 kilometer dari total panjang 30,16 kilometer.
Proses investigasi juga masih terus berlanjut mengenai penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas pembangunan pagar laut itu oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di wilayah perairan itu.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) sendiri sebelumnya memastikan bahwa pagar tersebut tidak memiliki dokumen lingkungan yang diperlukan sehingga masuk dalam kategori ilegal.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: BRIN paparkan kerusakan ekologi & sosial-ekonomi akibat pagar laut