KPK panggil dua staf hakim agung sebagai saksi kasus suap di MA

id Kpk ,Mahkamah Agung ,Hakim agung ,Korupsi ,Suap,berita palembang, antara palembang

KPK panggil dua staf hakim agung sebagai saksi kasus suap di MA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini memanggil dua orang staf hakim agung untuk dimintai keterangan sebagai saksi kasus dugaan suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) untuk tersangka Hakim Agung Gazalba Saleh (GS).

"Hari ini pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung, untuk tersangka GS dan kawan-kawan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu.

Ali menerangkan pemeriksaan akan dilakukan di Kantor KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan. Adapun saksi yang akan diperiksa penyidik KPK sore ini adalah dua staf hakim agung atas nama Joshua dan Sano.

Saksi lain yang juga dijadwalkan diperiksa hari ini adalah dua pihak swasta atas nama Hardianko dan Shella Setiani, serta satu orang ibu rumah tangga atas nama Yunianti Dewi.

Dalam perkara tersebut penyidik KPK telah menetapkan 14 orang tersangka terkait  kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Mereka adalah Hakim Yustisial Edy Wibowo, Hakim Agung Gazalba Saleh, Hakim Yustisial Prasetio Nugroho, dan Redhy Novarisza selaku staf Gazalba Saleh.

Tersangka lainnya adalah Hakim Agung Sudrajat Dimyati, Hakim Yudisial atau Panitera Pengganti Elly Tri Pangestu (ETP), dua aparatur sipil negara (ASN) Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua ASN di MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Kemudian, pengacara Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) serta debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Heryanto Tanaka (HT), dan debitur Koperasi Simpan Pinjam Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Sebanyak delapan tersangka di antaranya telah dilimpahkan kepada tim jaksa untuk segera disidangkan. Delapan tersangka tersebut yakni Sudrajat Dimyati, Elly Tri Pangestu, Desy Yustria, Nurmanto Akmal, Albasri, Muhajir Habibie, Heryanto Tanaka, dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto.

Adapun konstruksi perkara yang menjerat GS dan kawan-kawan, KPK mengungkapkan bermula di awal 2022 perihal adanya perselisihan di internal koperasi simpan pinjam Intidana (ID). Kemudian, terjadi pelaporan perkara pidana dan gugatan perdata yang berlanjut hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Semarang.

Lalu, YP dan ES ditunjuk oleh HT sebagai pengacara untuk mendampingi selama dua proses hukum tersebut berlangsung.

Terkait perkara pidana, HT melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku pengurus KSP ID karena adanya pemalsuan akta dan putusan di tingkat pertama pada Pengadilan Negeri Semarang dengan terdakwa Budiman dinyatakan bebas.

Adapun langkah hukum selanjutnya, yaitu jaksa mengajukan upaya hukum kasasi ke MA. HT kemudian menugaskan YP dan ES untuk turut mengawal proses kasasi di MA agar pengajuan kasasi dikabulkan.

Dikarenakan YP dan ES telah mengenal baik dan biasa bekerja sama dengan DY sebagai salah satu staf di Kepaniteraan MA untuk mengkondisikan putusan maka digunakan melalui jalur DY dengan adanya kesepakatan pemberian uang sejumlah senilai 202 ribu dolar Singapura (setara dengan Rp2,2 miliar).

Untuk proses pengondisian putusan, DY turut mengajak NA yang juga staf di Kepaniteraan MA. Selanjutnya, NA mengkomunikasikan lagi dengan RN selaku staf Hakim Agung GS dan PN selaku asisten Hakim Agung GS sekaligus sebagai orang kepercayaan dari GS.

Salah satu anggota majelis hakim yang ditunjuk untuk memutus perkara terdakwa Budiman saat itu adalah GS.

Keinginan HT, YP, dan ES terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi dengan diputus nya terdakwa Budiman dinyatakan terbukti bersalah dan dipidana penjara selama 5 tahun.

KPK menduga dalam pengondisian putusan kasasi tersebut sebelumnya juga telah ada pemberian uang pengurusan perkara melalui DY yang kemudian uang tersebut dibagi kepada DY, NA, RN, PN, dan GS.

Sementara, sumber uang yang digunakan YP dan ES selama proses pengondisian putusan di MA berasal dari HT.

Berikutnya, sebagai realisasi janji pemberian uang, YP dan ES juga menyerahkan uang pengurusan perkara di MA tersebut secara tunai sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura melalui DY. Sedangkan mengenai rencana distribusi pembagian uang 202 ribu dolar Singapura dari DY ke NA, RN, PN, dan GS masih terus dikembangkan lebih lanjut oleh tim penyidik KPK.