Ibu hamil harus rutin berjemur cegah bayi tengkes

id berjemur,ibu hamil,vitamin D,tidak mengalami tengkes,berita sumsel, berita palembang, antara palembang

Ibu hamil harus rutin berjemur cegah bayi tengkes

Ilustrasi - ibu hamil (ANTARA/Pexels)

Jakarta (ANTARA) - Ahli gizi Aanisah Ardiyanti menyarankan  ibu hamil rutin berjemur mulai pukul 09.00 pagi hari untuk mengoptimalkan pengaktifan vitamin D dalam tubuh agar bayi di dalam kandungannya tidak mengalami tengkes (stunting).

"Cukup 15 menit per hari," kata Aanisah di stan pameran inovasi Balai Kota Jakarta, Selasa.

Menurut Ahli Gizi dari Puskesmas Kebayoran Baru itu banyak ibu hamil di Tanah Air yang kekurangan asupan vitamin D.

Baca juga: Bayi terkulai lemas bisa jadi gejala "cerebral palsy"

Selain soal paparan sinar matahari, ia juga mendorong agar ibu hamil memahami jeda waktu setelah meminum teh, susu, cokelat dan kopi.

Meski tidak dilarang, lanjut dia, perlu ada jeda waktu satu hingga dua jam setelah makan baru dianjurkan meminum di antara empat jenis minuman itu.

Baca juga: Kenali "De'Quarvain" kerap dialami ibu baru

"Bagi ibu hamil, empat minuman itu ada proses interaksi zat gizi yang bisa menghambat penyerapan zat besi terutama yang ada di protein hewani, kacang-kacangan dan sayur warna hijau," ucapnya.

Adapun asupan makanan yang disarankan kepada ibu hamil untuk mencegah tengkes di antaranya protein hewani, asam folat, zat besi, vitamin B12, dan vitamin C.

Baca juga: Tips menyusui agar kebutuhan kalori bayi cukup

Stunting merupakan kondisi balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan usia.

Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Kementerian Kesehatan mencatat tengkes memiliki efek jangka pendek hingga jangka panjang salah satunya peningkatan angka kematian dan kesakitan.

Selain itu, tengkes juga dapat berefek pada perkembangan anak yang buruk dan gangguan kapasitas belajar, peningkatan risiko infeksi serta penyakit tidak menular.

Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 di DKI Jakarta, persentase balita sangat pendek mencapai 6,1 persen.

Capaian itu lebih baik dibandingkan pada 2017 mencapai 7,2 persen.

Secara nasional, balita sangat pendek pada 2018 persentasenya mencapai 11,5 persen dan Provinsi Bali menduduki posisi pertama untuk capaian lebih baik dengan persentase balita sangat pendek mencapai 5,6 persen.