Gubernur Sumsel harap tidak ada lagi kekerasan di lingkungan pondok pesantren
Kita tidak bisa membuat sebuah keputusan tanpa laporan jelas, kita cek bersama Kakanwil Kemenag, dan sama-sama tunggu hasil investigasinya
Palembang (ANTARA) - Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru berharap tidak ada lagi kalangan remaja dari daerah ini yang mengalami tindak kekerasan ketika menempuh pendidikan di lingkungan pondok pesantren.
Harapan tersebut disampaikan Herman Deru ketika dikonfirmasi wartawan di Palembang, Jumat, terkait meninggalnya seorang santri AM (17) warga Kota Palembang yang diduga akibat tindak kekerasan seniornya di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pemerintah daerah siap mendukung berbagai upaya pencegahan, yang saat ini regulasi induknya sedang diformulasikan oleh Kementerian Agama bersama pihak terkait lainnya.
Bila regulasi tersebut rampung maka, lanjutnya, lanskap sistem pendidikan diharapkan dapat terbebas dari hal-hal yang merugikan, baik pada peserta pendidikan maupun pada lembaga itu sendiri, sehingga bisa terus fokus pada prestasi sebagaimana yang sudah berlangsung selama ini.
“Ya, jadi jangan sampai ada lagi tindak kekerasan dalam bentuk apapun di lingkungan pesantren mana pun sebab itu tidak dibenarkan,” kata dia.
Baca juga: Tim forensik di Palembang autopsi jenazah AM santri Gontor diduga korban penganiayaan
Meski demikian, ia menyebut, semua pihak harus proporsional menyikapi terkait dugaan kekerasan yang terhadap santri AM yang saat ini prosesnya sedang ditangani lebih lanjut.
“Kita tidak bisa membuat sebuah keputusan tanpa laporan jelas, kita cek bersama Kakanwil Kemenag, dan sama-sama tunggu hasil investigasinya,” ujarnya.
Sebelumnya diketahui, Juru Bicara Pondok Modern Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Ustadz Noor Syahid dalam keterangan resminya membenarkan adanya dugaan penganiayaan terhadap AM oleh sesama santri yang mengakibatkan remaja asal Palembang itu meninggal dunia.
“Kami dari pihak keluarga besar Pondok Modern Darussalam Gontor dengan ini memohon maaf sekaligus belasungkawa atas meninggalnya ananda AM,” kata dia, sekaligus memastikan sudah mengambil tindakan tegas terhadap terduga pelaku, dengan mengeluarkan santri yang terlibat penganiayaan.
"Pada hari yang sama almarhum wafat, kami juga langsung mengambil tindakan tegas dengan menjatuhkan sanksi tegas kepada santri yang diduga terlibat. Yaitu dengan mengeluarkan yang bersangkutan secara permanen dari Pondok Modern Darussalam Gontor, dan memulangkannya ke orang tua masing-masing," ujar Noor.
Baca juga: Tim forensik RS Bhayangkara serahkan hasil autopsi jenazah santri Gontor ke penyidik
Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Ponorogo AKP Nikolas Bagas Saputra di Palembang, mengatakan peristiwa dugaan penganiayaan terhadap santri AM itu berlangsung di lingkungan Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Diduga ada kesalahpahaman antara korban AM dengan dua orang terduga pelaku saat berkegiatan Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum).
"Lalu ada dua korban lain jenis kelaminnya laki-laki dalam peristiwa ini dan mereka sehat bisa melanjutkan pembelajaran," kata dia.
Nikolas menambahkan pihaknya sudah memeriksa sebanyak 18 orang saksi, di antaranya staf pengasuhan dan pengajar Pondok Gontor, dokter Rumah Sakit Sakit Yasyfin Darussalam Gontor, dan dua orang santri rekan korban AM.
Baca juga: Ponpes Gontor akui dugaan penganiayaan santri AM hingga meninggal
Kemudian, polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya satu unit becak yang diduga digunakan untuk mengangkut korban satu buah pentungan kayu dan pakaian milik korban AM, berikut merampungkan proses autopsi jenazah korban di Palembang.
“Selebihnya akan disampaikan oleh Kapolres Ponorogo,” kata dia.
Kuasa hukum keluarga korban Titis Rachmawati pada kesempatan sebelumnya mengatakan pihak keluarga mendukung penuh proses hukum yang dilakukan kepolisian untuk mengungkap pelaku tindak penganiayaan terhadap almarhum AM.
"Orang tua korban dalam kondisi baik, mereka berharap dari proses lidik kepolisian ini bisa terungkap siapa saja pelakunya dan semua diproses secara hukum siapa pun itu," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gubernur Sumsel harap tidak ada lagi kekerasan di lingkungan pesantren
Harapan tersebut disampaikan Herman Deru ketika dikonfirmasi wartawan di Palembang, Jumat, terkait meninggalnya seorang santri AM (17) warga Kota Palembang yang diduga akibat tindak kekerasan seniornya di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pemerintah daerah siap mendukung berbagai upaya pencegahan, yang saat ini regulasi induknya sedang diformulasikan oleh Kementerian Agama bersama pihak terkait lainnya.
Bila regulasi tersebut rampung maka, lanjutnya, lanskap sistem pendidikan diharapkan dapat terbebas dari hal-hal yang merugikan, baik pada peserta pendidikan maupun pada lembaga itu sendiri, sehingga bisa terus fokus pada prestasi sebagaimana yang sudah berlangsung selama ini.
“Ya, jadi jangan sampai ada lagi tindak kekerasan dalam bentuk apapun di lingkungan pesantren mana pun sebab itu tidak dibenarkan,” kata dia.
Baca juga: Tim forensik di Palembang autopsi jenazah AM santri Gontor diduga korban penganiayaan
Meski demikian, ia menyebut, semua pihak harus proporsional menyikapi terkait dugaan kekerasan yang terhadap santri AM yang saat ini prosesnya sedang ditangani lebih lanjut.
“Kita tidak bisa membuat sebuah keputusan tanpa laporan jelas, kita cek bersama Kakanwil Kemenag, dan sama-sama tunggu hasil investigasinya,” ujarnya.
Sebelumnya diketahui, Juru Bicara Pondok Modern Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo Ustadz Noor Syahid dalam keterangan resminya membenarkan adanya dugaan penganiayaan terhadap AM oleh sesama santri yang mengakibatkan remaja asal Palembang itu meninggal dunia.
“Kami dari pihak keluarga besar Pondok Modern Darussalam Gontor dengan ini memohon maaf sekaligus belasungkawa atas meninggalnya ananda AM,” kata dia, sekaligus memastikan sudah mengambil tindakan tegas terhadap terduga pelaku, dengan mengeluarkan santri yang terlibat penganiayaan.
"Pada hari yang sama almarhum wafat, kami juga langsung mengambil tindakan tegas dengan menjatuhkan sanksi tegas kepada santri yang diduga terlibat. Yaitu dengan mengeluarkan yang bersangkutan secara permanen dari Pondok Modern Darussalam Gontor, dan memulangkannya ke orang tua masing-masing," ujar Noor.
Baca juga: Tim forensik RS Bhayangkara serahkan hasil autopsi jenazah santri Gontor ke penyidik
Sementara itu, Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Ponorogo AKP Nikolas Bagas Saputra di Palembang, mengatakan peristiwa dugaan penganiayaan terhadap santri AM itu berlangsung di lingkungan Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Diduga ada kesalahpahaman antara korban AM dengan dua orang terduga pelaku saat berkegiatan Perkemahan Kamis Jumat (Perkajum).
"Lalu ada dua korban lain jenis kelaminnya laki-laki dalam peristiwa ini dan mereka sehat bisa melanjutkan pembelajaran," kata dia.
Nikolas menambahkan pihaknya sudah memeriksa sebanyak 18 orang saksi, di antaranya staf pengasuhan dan pengajar Pondok Gontor, dokter Rumah Sakit Sakit Yasyfin Darussalam Gontor, dan dua orang santri rekan korban AM.
Baca juga: Ponpes Gontor akui dugaan penganiayaan santri AM hingga meninggal
Kemudian, polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya satu unit becak yang diduga digunakan untuk mengangkut korban satu buah pentungan kayu dan pakaian milik korban AM, berikut merampungkan proses autopsi jenazah korban di Palembang.
“Selebihnya akan disampaikan oleh Kapolres Ponorogo,” kata dia.
Kuasa hukum keluarga korban Titis Rachmawati pada kesempatan sebelumnya mengatakan pihak keluarga mendukung penuh proses hukum yang dilakukan kepolisian untuk mengungkap pelaku tindak penganiayaan terhadap almarhum AM.
"Orang tua korban dalam kondisi baik, mereka berharap dari proses lidik kepolisian ini bisa terungkap siapa saja pelakunya dan semua diproses secara hukum siapa pun itu," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gubernur Sumsel harap tidak ada lagi kekerasan di lingkungan pesantren