Palembang (ANTARA) - Tiga partai pengusung pasangan kepala daerah Muara Enim, Sumatera Selatan meminta Pj Bupati Kurniawan segera melaksanakan pemilihan wakil bupati setelah adanya keputusan hukum tetap pejabat sebelumnya divonis bersalah kasus korupsi.
"Untuk memenuhi tanggung jawab politik kepada masyarakat Kabupaten Muara Enim, akhirnya tiga partai pengusung pada Pilkada 2019 yakni Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Hanura, dan Partai Demokrat menyepakati usulan dua nama pengganti Juarsah sebagai Wakil Bupati Muara Enim," kata Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PKB Sumsel Ramlan Holdan, di Palembang, Jumat.
Dia menjelaskan kedua nama yang telah disepakati oleh tiga partai pengusung yakni Ahmad Usmarwi Kaffah dan Muhammad Yudhistira Syahputra.
Baca juga: Gubernur Sumsel lantik Pj Bupati Muaraenim dan OKU
"Setelah mengalami proses komunikasi yang panjang hampir dua tahun, akhirnya kami partai pengusung menyepakati dua nama tersebut untuk menggantikan Juarsah sebagai Wabup Muara Enim yang beberapa waktu lalu terjerat kasus hukum," ujar Ramlan Holdan.
Kesepakatan itu sangat diperlukan, selain sebagai bentuk tanggung jawab politik juga sebagai tanggung jawab moral kepada masyarakat di kabupaten yang dikenal penghasil batu bara itu.
Kesepakatan tersebut sudah sangat sesuai dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2016 pasal 176.
Selama menanti proses ini pelayanan terhadap masyarakat cukup terganggu karena banyak keputusan strategis tidak bisa diambil oleh seorang pejabat kepala daerah.
Untuk merealisasikan kesepakatan parpol pengusung itu, surat keputusan tiga partai telah diserahkan kepada Pj Bupati Muara Enim Kurniawan yang diharapkan segera ditindak lanjuti dan melaksanakan pemilihan wabup secepatnya karena semua prosesnya sudah sesuai peraturan yang berlaku, kata Ramlan.
Baca juga: PKB Sumsel upayakan bupati dan wabup Muara Enim definitif
Partai pengusung minta Pj Bupati Muara Enim laksanakan pemilihan wabup
Selama menanti proses ini pelayanan terhadap masyarakat cukup terganggu karena banyak keputusan strategis tidak bisa diambil oleh seorang pejabat kepala daerah