Menggugah rasa sportivitas di arena SEA Games Vietnam

id SEA Games,SEA Games Vietnam,Vietnam,olahraga,wushu

Menggugah rasa sportivitas di arena SEA Games Vietnam

Atlet Wushu Indonesia Nandhira Mauriskha berpose dengan medali perak yang diraihnya pada final Chang Quan Putri Wushu SEA Games 2021 Vietnam di Cau Giay Gymnasium, Hanoi, Vietnam, Minggu (15/5/2021). Nandhira meraih medali perak pada nomor Taolu Jian Shu dan Chang Quan Putri. ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.

Atlet itu biasanya jika sudah kalah, ia tidak mau menyalahkan wasit. Ya mengakui kehebatan dan lawan dan menerima. Mereka lebih kepada intropeksi diri saja, kenapa tidak bisa maksimal
Hanoi, Vietnam (ANTARA) - Nadhira Mauriskha tampil cantik dengan riasan cukup tebal pada bagian mata dan pipi saat memperagakan jurus tangan kosong (changquan) pada SEA Games Vietnam 2021 di Cau Giay Gymnasium, Hanoi, Vietnam, Minggu.

Gadis berusia 23 tahun ini berusaha menampilkan performa terbaik, dengan harapan dapat menggondol medali emas pada ajang olahraga dua tahun itu.

Dalam penampilannya itu, Nadhira beberapa kali menampilkan jurus-jurus yang memukau dengan tingkat kesulitan tinggi.

Tak sekali pun ia terjatuh, walau beberapa lompatannya cukup membuat penonton tegang karena selalu ditutup dengan gerakan-gerakan khas seni bela diri dan seni perang wushu.

Semua gerakan dapat diakhiri dengan sempurna sehingga ia pun tersenyum lebar saat meninggalkan arena setelah mengumpulkan 9,70 poin.

Bisa dikatakan itu merupakan poin yang cukup tinggi untuk nomor chanquan.

Namun hasil akhir berkata lain. Setelah semua atlet menuntaskan performanya, yakni tiga atlet dari Malaysia, dua atlet Singapura, dua atlet Vietnam hingga rekan sejawatnya Zoura Nebulani, Nadhira berakhir pada urutan kedua.

Lebih mengganjal lagi, angkanya hanya terpaut 0,01 poin dari atlet tuan rumah Vietnam Thi Phuong Giang Hoang yang mengumpulkan 9,71 poin.

Apakah ini menjadi masalah, ternyata tak sepatah kata pun Nadhira menghakimi atlet tuan rumah walaupun dapat saja ia mencari-cari kambing hitam atas kegagalannya meraih emas itu.

“Ada ngenes dikit di hati, karena cuma selisih 0,01 angka. Tapi tidak apa, inilah hasil akhirnya,” kata dia.

Tak dapat dielak, meski kecewa sebenarnya Nadhira juga bersuka cita lantaran ini menjadi medali pertama setelah vakum selama beberapa tahun dari arena SEA Games.

Ia merasa dirinya telah kembali come back setelah sempat mengalami cedera panjang, apalagi pada satu hari sebelumnya juga meraih perak untuk nomor pedang.

“Alhamdulillah, yang penting bisa sumbang medali,” kata Nadhira yang senantiasa menebar senyum sembari menunggu upacara penyerahan medali.

Dalam pertandingan kategori seni tangan kosong putri itu, Vietnam berhasil meloloskan dua atletnya dalam meraih medali, bukan hanya peraih medali emas tapi juga peraih medali perunggu yang disabet Thuy Vi Duong yang mengumpulkan total 9,68 poin.

Lumrah terjadi jika atlet tuan rumah bakal lebih diuntungkan, bukan saja karena si atlet telah mengetahui medan pertandingan terlebih dahulu tapi juga adanya dukungan para suporter.

Mengenai faktor nonteknis seperti keberpihakan wasit, tak hanya di arena SEA Games, di kompetisi mana pun di dunia terbilang sulit untuk dibuktikan. Akan tapi, sejatinya hal itu tersirat dapat dirasakan.

Sepanjang pertandingan itu tak dapat disangkal bahwa dukungan para penonton tuan rumah demikian luar biasa.

Kapasitas tempat duduk sekitar 3.000 orang di arena tersebut terisi penuh oleh para pendukung tuan rumah.

Teriakan hingga kibaran bendera membuat suasana riuh sepanjang pertandingan, yang tentunya sengaja dilakukan penonton untuk menyemangati atlet tuan rumah.

Hasilnya pun cukup berpengaruh, atlet-atlet Vietnam tampil penuh percaya diri dan bersemangat. Apalagi pada setiap gerakan memukau yang berhasil dipertontonkan, selalu mendapatkan tepuk tangan dari penonton.

ANTARA sempat menanyakan soal non teknis itu kepada pelatih kepala Timnas Wushu Indonesia Herman Wijaya, seperti adanya dugaan keperpihakan wasit ke atlet tuan rumah.

Tapi, Herman Wijaya tampak tak tertarik, dan lebih suka menjawab mengenai peningkatan performa anak asuhnya pada pentas SEA Games kali ini jika dibandingkan saat di Filipina pada 2019.

Seakan ini menjadi bagian yang sangat sensitif bagi para olahragawan. Mereka enggan dianggap mencari kambing hitam atas kegagalan yang terjadi karena sudah terpatri di batin untuk menerima kekalahan dengan penuh rasa hormat (sportif).

Salah seorang mantan atlet nasional cabang olahraga anggar Rully Mauliadhani mengatakan bahwa untuk cabang olahraga tak terukur diakui faktor wasit sangat mempengaruhi.

Akan tetapi, kuatnya karakter yang dimiliki atlet terutama mengenai sportivitas membuat dugaan adanya kecurangan itu kurang disukai untuk diulik-ulik.

“Atlet itu biasanya jika sudah kalah, ia tidak mau menyalahkan wasit. Ya mengakui kehebatan dan lawan dan menerima. Mereka lebih kepada intropeksi diri saja, kenapa tidak bisa maksimal,” kata Rully, atlet nomor senjata sabre ini.

Peraih medali emas PON Sumsel, PON Kaltim dan PON Riau ini pun tak menyangkal dirinya juga pernah mengalami pengalaman tak mengenakkan atas buruknya kepemimpinan wasit.

Tapi bagi atlet, pada umumnya itu dianggap sedang ‘apes’ karena ke depannya dipastikan kejadian tersebut tidak akan terjadi lagi, kata dia.

“Tidak mungkin dirugikan wasit terus menerus, pasti ada kalanya menang karena memang sudah bagus,” kata dia.

Keberpihakan

Dalam sebuah telaah yang dibuatkan oleh pewarta senior ANTARA dengan judul ‘Paradoks SEA Games’ yang disiarkan pada 10 Mei 2022, sebenarnya hal ini sudah menjadi perhatian.

Mengutip tulisan itu, sejak pertama kali diadakan dalam nama Pesta Olahraga Semenanjung Asia Tenggara (SEAP Games) pada 1959 atau delapan tahun sebelum Persatuan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) berdiri, SEA Games sudah 30 kali diadakan. Vietnam 2021 adalah edisi yang ke-31.

Namun sampai terakhir diadakan di Filipina tiga tahun lalu pada 2019, pesta sukan satu kawasan ini diselimuti paradoks.

Di satu sisi, perhelatan ini menjadi simbol penguatan persahabatan dan kerja sama kawasan melalui Olimpiade skala kawasan dan digaungkan oleh liputan media yang besar dari periode ke periode.

Di sisi lain, SEA Games hampir selalu identik dengan kontroversi dan masalah menyangkut sportivitas, terutama dalam hal pemilihan cabang olahraga oleh tuan rumah penyelenggara SEA Games.

SEA Games sendiri mengkompetisikan tiga kategori cabang olahraga.

Pertama, cabang-cabang wajib yakni atletik dan renang. Kedua, cabang-cabang yang dipertandingkan dalam Olimpiade dan Asian Games. Ketiga, cabang-cabang olahraga khusus Asia Tenggara yang berusaha dilestarikan kawasan ini.

Biasanya, panitia penyelenggara SEA Games mengubah cabang-cabang dalam dua kategori terakhir, dengan memasukkan sejumlah nomor atau cabang yang biasanya dianggap paling kuat menyumbangkan medali kepada tuan rumah demi memperbesar koleksi medali.

Praktik seperti ini memunculkan sinisme bahwa ternyata kepentingan nasional negara tuan rumah lebih besar ketimbang kepentingan mengapresiasi kinerja atlet dan bahkan kohesi kawasan.

Pada tahap tertentu malah membuat tujuan SEA Games dan aspirasi menjunjung aspek-aspek sportivitas menjadi urusan belakangan.

Praktik seperti itu terlihat tidak berkurang pada SEA Games 2021 di Vietnam.

Memang 40 cabang dan 500 nomor yang dipertandingkan pada Vietnam 2021 jauh lebih sedikit dibandingkan dengan Filipina 2019 yang mengompetisikan 56 cabang olahraga dan 530 nomor.

Tetap saja, keputusan memangkas nomor-nomor Olimpiade dan Asian Games terus berlanjut, digantikan oleh nomor atau cabang yang memungkinkan tuan rumah memanen medali.

Chef de Mission/CdM Indonesia di SEA Games 2021 Ferry Kono mengatakan ajang SEA Games memiliki mekanisme ‘legal’ jika kontingen tidak puas atas perlaksanaan pertandingan.

Sebelum melanjutkan proses tersebut, umumnya KOI akan membuat tim kecil untuk melakukan pembahasan.

Jika memang sudah mengantongi fakta dan bukti yang kuat maka proses dapat dilanjutkan secara berjenjang.

Sejauh ini KOI belum mendapatkan laporan dari kontingen cabang olahraga mengenai adanya dugaan kecurangan dalam pelaksanaan pertandingan.

“Saya melihat justru momen SEA Games ini luar biasa, ada solidaritas di sini atau tak melulu mengenai olahraga,” kata dia.

Ajang SEA Games sudah digelar sebanyak 31 kali termasuk SEA Games Vietnam 2021, 12-24 Mei 2022.

Dari 30 perhelatan SEA Games sebelumnya diketahui sebanyak 17 kali yang menempatkan kontingen tuan rumah menjadi juara umum.

Tentunya banyak faktor mengapa ini terjadi, dan salah satunya karena peran menjadi tuan rumah. Sampai kapan praktik ini berlangsung?. Yang jelas, SEA Games Vietnam mengusung "For a Stronger Southeast Asia" atau "Untuk Asia Tenggara lebih kuat".