Peneliti ICRAF munculkan model bisnis unggulan untuk desa gambut Sumsel

id gambut,lahan gambut,desa gambut,lahan gambut sumsel,gambut sumsel,gambut rusak,pertanian,sawah,sawah gambut,hutan,hutan

Peneliti ICRAF munculkan model bisnis unggulan untuk desa gambut Sumsel

Arsip - Petani memanen ikan nila di kawasan mina padi desa Sambirejo, Kediri, Jawa Timur, Rabu (3/11/2021). (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/hp)

Palembang (ANTARA) - Peneliti lembaga sosial masyarakat World Agroforestry (ICRAF) Indonesia memunculkan tiga model bisnis unggulan untuk desa yang berada di kawasan gambut Provinsi Sumatera Selatan.

Agroforestry Modeller ICRAF Ni’matul Khasanah mengatakan tiga model bisnis yakni mina padi (budidaya ikan di sawah), lembah madu dan padi ramah lingkungan akan diujicobakan di dua desa Kabupaten Banyuasin.

“Ini berdasarkan hasil penelitian kami di sejumlah daerah di Indonesia seperti di Jatim untuk padi dan Jawa Tengah untuk lebah madu,” kata dia yang diwawancarai setelah lokakarya “Pengembangan Peta Jalan untuk Implementasi Model Bisnis dengan Pendekatan Kerangka Outcome Mapping” di Palembang, Senin.

Kegiatan lokakarya ini merupakan bagian dari kegiatan Proyek Peat-IMPACTS yakni Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Lahan Gambut dan Kapasitas Para Pemangku Kepentingan Indonesia, yang didukung oleh Pemerintah Jerman dari tahun 2020-2023.



Ia mengatakan tiga model bisnis ini akan disosialisasikan ke para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah provinsi hingga pemerintah desa, masyarakat, LSM, asosiasi, perusahaan swasta dan lainnya untuk menemukan formula yang cocok untuk desa yang menjadi sasaran.

Ini karena setiap desa yang berada di kawasan gambut memiliki karakteristik berbeda-beda, baik dari sisi geografis, sosial dan ekonominya.

Nantinya, para multipihak dalam lokakarya, 24-27 Januari 2022 ini akan melahirkan dokumen bersama untuk digunakan dalam membangun komunikasi dengan mitra langsung dan mitra strategis dalam penerapan model bisnis bagi desa gambut.

“Ada desa yang cocok untuk mina padi, ada desa yang cocok untuk lebah madu. Ini yang perlu disinkronkan dengan para multipihak sehingga hasil bisa optimal,” kata dia.

Untuk menemukan formula ideal ini, akan dilakukan pendekatan outcome mapping yakni pendekatan secara detail disesuaikan dengan kondisi masing-masing desa.

Sebagai tahap awal ICRAF dan berbagai pihak akan menginsisiasi pembuatan demonstrasi plot (demplot) di dua desa Kabupaten Banyuasin yang berada di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Saleh Sugihan, yakni Desa Baru dan Desa Daya Kusuma.

Adapun bisnis model yang akan diujicobakan di kedua desa percontohan itu yakni model usaha budidaya lebah madu dan mina padi di Desa Baru, budidaya padi ramah lingkungan dengan menerapkan pembukaan lahan tanpa bakar dan penggunaan pupuk organik di Desa Daya Kesuma.

Dukungan

Peneliti ICRAF bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Suyanto menambahkan semua pihak harus bekerja sama dalam upaya untuk mendorong kemampuan ekonomi masyarakat di kawasan gambut.

Ini penting, karena jika masyarakat masuk dalam kategori miskin maka rentan untuk merambah hutan atau mengeksploitasi alam secara tidak berlanjutan, seperti membuka lahan dengan cara bakar.

“Desa gambut pilihannya terbatas, tingkat keasaman lahannya tinggi. Oleh karena itu harus ada cara lebih unik untuk mengembangkannya,” kata Suyanto.

Seperti, jika ingin mengembangkan mina padi maka pengelolaan sawah yang diintegrasikan dengan pemeliharaan ikan harus didesain secara khusus karena tak semua jenis ikan bisa hidup di air yang asam.

Begitu pula jika ingin mengembangkan budidaya lembah madu, karena biasanya lebih cocok untuk masyarakat yang berada di dekat kawasan hutan.

Untuk tahap awal, demplot akan dibuat di atas lahan 3 hektare yang dapat dijadikan ruang bagi masyarakat desa dan para mitra untuk mengujicobakan model bisnis.

Nantinya, jika ini berhasil diharapkan akan banyak desa di Sumsel yang mengadopsi sehingga akan lahir perubahan prilaku dalam pemanfaatan alam.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Banyuasin Kosarudin mengatakan pemerintah daerah membutuhkan dukungan untuk memperkuat perekonomian masyarakat yang tinggal di kawasan KHG.

Keterlibatan pemangku kepentingan seperti lembaga penelitian, akademisi dan sektor swasta sangat diharapkan untuk menuju pengelolaan yang terpadu dan menyeluruh bagi desa-desa gambut.

Banyuasin memiliki luas 295.800 hektare, yang mana 13 persen merupakan areal gambut. Lahan gambut itu sejauh ini sudah dimanfaatkan untuk lahan pertanian, khususnya padi. Saat ini produksi beras di Banyuasin cukup tinggi, yaitu 905.000 ton Gabah Kering Giling (GKG) atau menempati urutan keempat secara nasional.

“Kami ingin melihat dampak dari kegiatan model usaha ini, semisal bisa mengurangi angka kemiskinan. Jangan hanya sebatas melahirkan dokumen saja,” kata dia.*