Pengembang rumah kembali bangkit di tahun 2022

id program perumahan,flpp,rumah subsidi,berita sumsel, berita palembang, antara palembang

Pengembang rumah kembali bangkit  di tahun 2022

Pembangku kepentingan di sektor perumahan yang tergabung dalam sejumlah asosiasi pengembang menyampaikan sejumla masukan terkait program perumahan tahun 2022. (ANTARA/ Ganet Dirgantoro)

Jakarta (ANTARA) - Pengembang di sektor perumahan menjanjikan optimisme bangkitnya sektor properti terhadap konsumen dalam menyambut tahun 2022, apalagi adanya dukungan pemerintah di bidang regulasi maupun target pembangunan rumah. 

Target 230.000 unit rumah yang menjadi program pemerintah, dipastikan akan mudah dipenuhi mengingat berbagai regulasi telah disiapkan sejak 2021.

Banyak faktor yang membuat prospek sektor perumahan di tahun 2022 terlihat cerah. Salah satunya perbankan, yang kini lebih fleksibel dalam menyalurkan kredit pemilikan rumah (KPR) yang mengenakan uang muka mulai dari 10 persen.

Seperti diketahui, KPR masih menjadi andalan masyarakat untuk mendapatkan rumah. Data menunjukkan, sumber pembiayaan KPR mencapai 75,08 persen di Kuartal II 2021. Masih di periode yang sama pertumbuhan KPR secara tahunan (yoy) mencapai 7,24 persen.

Beragam kebijakan yang dirilis pemerintah pun menjadi stimulus bagi sektor riil ini. Sebut saja suku bunga acuan di level 3,5 persen (terendah sepanjang sejarah), relaksasi "loan to value" (LTV) yang memungkinkan konsumen mendapatkan KPR dengan uang muka 0 persen, serta Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) atas properti siap huni yang diperpanjang hingga akhir Desember 2021 melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 103/PMK.010/2021.

Perpanjangan insentif ini disambut hangat pihak pengembang dan terbukti meningkatkan penjualan rumah siap huni. Melihat hal ini, para pengembang pun mengusulkan agar insentif ini diperpanjang hingga 2022.

Di lain pihak, untuk pasar rumah subsidi, terjadi perubahan besar. Dana bantuan pembiayaan perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang semula dikelola Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP), akhir tahun 2021 ini akan beralih ke BP Tapera (Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat).

 
Pekerja menyelesaikan pembangunan perumahan di Desa Tinggede, Sigi, Sulawesi Tengah, Kamis (9/12/2021). . ANTARA FOTO/Basri Marzuki/rwa. (ANTARA FOTO/BASRI MARZUKI)


Penyaluran dana FLPP tahun 2021, ditutup dengan angka tertinggi sejak dimulainya penyaluran pada 2010, yakni sebanyak 178.728 unit dengan nilai Rp19,57 triliun. Di 2022, Kementerian PUPR menargetkan KPR FLPP dapat membiayai sebanyak 200.000 rumah. Menunjang mencapai target tersebut, pemerintah mengucurkan anggaran sebesar Rp23 triliun.

Di luar anggaran tersebut, Pemerintah juga menganggarkan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) sebesar Rp812 miliar, Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebesar Rp1,6 miliar. Sedangkan, program Subsidi Selisih Bunga (SSB) untuk tahun 2022 sudah tidak ada lagi. Lantas, apakah kebijakan Pemerintah ini kontra produktif terhadap target Program Sejuta Rumah yang telah berjalan sejak 2015?


Sektor informal

Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending Division PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Mochamad Yut Penta mengatakan, sektor informal juga memiliki kontribusi besar terhadap sektor perumahan. Hanya saja selama ini sektor informal belum tergarap maksimal untuk mendapatkan fasilitas KPR/

Sesuai realisasi 2021, sektor informal hanya mampu tergarap 12 persen dari total keseluruhan, sehingga diperlukan strategi dalam mendorong penyerapan realisasi dari sektor informal. Selain itu, imbuh Penta, belum ada lembaga yang berfokus dalam mengontrol ketepatan sasaran, kualitas, dan keterhunian rumah.

Penta berharap dalam memperluas layanan KPR dia mendukung kebijakan perubahan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PGB). Namun, hal tersebut seharusnya ditindaklanjuti pemerintah daerah dengan menerbitkan perda agar PBG ini bisa diterapkan secara nasional.

Penta mengatakan, pertumbuhan KPR ke depan akan sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang mempengaruhi kondisi perekonomian nasional, antara lain pengendalian COVID-19 -agar tidak terjadi gelombang kasus baru-serta kebijakan pemerintah.

Seperti diketahui setiap terjadinya gelombang penambahan kasus baru, maka ekonomi akan melambat dan berdampak pada turunnya berbagai sektor, termasuk perumahan.

Tak hanya itu, program stimulus PPN yang ditanggung pemerintah (PPN DTP) terbukti mampu memicu tumbuhnya KPR secara nasional sepanjang pandemi. Lantas dengan adanya perpanjangan program ini diyakini akan mampu mendorong tumbuhnya industri perumahan di 2022.
 

Sementara itu, menurut Heliantopo, Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), prosentase KPR di Indonesia masih kecil di bawah 10 persen, padahal pertumbuhan perumahan tidak ada matinya. Karena itu, SMF tetap aktif melakukan pembiayaan jangka panjang kepada Lembaga penyalur baik konvensional maupun syariah.

Terkait hal itu, SMF juga tengah melakukan kerjasama pembiayaan perumahan untuk pekerja di sektor informal (kredit mikro) dan inisiasi program baru untuk mendukung keterjangkauan pemilikan rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah.

Heliantopo mengatakan, SMF akan terus bersinergi dengan Kementerian/Lembaga untuk mendukung program pemerintah di bidang perumahan, di antaranya melalui program perluasan penyaluran subsidi perumahan (program Fasilitas Likuditas Pembiayaan Perumahan/ FLPP) dan memberikan akses pendanaan kepada masyarakat yang tinggal di daerah kumuh untuk meningkatkan kualitas rumah yang dimiliki.


Peran PBG

Wakil Ketua Umum DPP REI, Danni Wahid, mengatakan, kebangkitan industri properti sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Sektor properti berkontribusi sebesar 13,6 persen terhadap PDB nasional dan mampu menyerap tenaga kerja hingga 8,5 juta pekerja atau 6,95 persen dari total tenaga kerja nasional tahun 2020.

Presiden Jokowi saat membuka Rakernas REI lalu menyebutkan, industri properti memiliki multiplier effect dan rantai pasok terhadap 175 industri lain yang sangat tinggi konten lokal.

Meski berkontribusi cukup signifikan, namun masih perlu perbaikan dilapangan agar program berjalan mulus ke depan. Salah satunya kebijakan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Kebijakan ini penting karena memberi kontribusi program perumahan di lapangan.
 
Danni mengungkapkan, saat ini mayoritas daerah belum menetapkan petunjuk dan pelaksanaan (juklak) dalam bentuk perda retribusi PBG. Harus ada perhatian agar perda PBG ini bisa selesai di bulan Januari sehingga memberi dampak terhadap produksi rumah dan serapan insentif PPN DTP.

Terkait hal itu, perlu dilakukan relaksasi terhadap aplikasi perizinan Sikumbang yang dikembangkan Kementerian PUPR terhadap syarat PBG, termasuk segera menetapkan besaran harga rumah subsidi dan rusun untuk tahun 2022.

Selain itu, REI meminta adanya fokus pada fasilitas pembiayaan untuk "non-fixed income" (sektor informal) dengan memperbanyak kuota BP2BT dan dikhususkan untuk "non fixed income". Sektor informal perlu mendapat perhatian lebih karena jumlahnya semakin banyak terutama selama masa pandemi.

Endang Kawidjaja, Ketua Umum Himperra (Himpunan Pengembang Pemukiman Dan Perumahan Rakyat) mengatakan, pandemi yang berlangsung hampir dua tahun ini membuat sektor properti harus survive.

Dalam kondisi seperti ini, pemerintah diharap menjadi lokomotif sektor perumahan, terutama rumah subsidi untuk MBR. Menanggapi hal itu, Presiden Jokowi telah meminta pengembang properti untuk menjaga momentum ekonomi di masa pandemi.

Dengan dukungan tersebut diharap target produksi 230.000 unit rumah tahun 2022 bakal dengan mudah tercapai.