Menatap masa depan tanpa putus asa

id BPJAMSOSTEK,BPJS Ketenagakerjaan,tenaga kerja,serikat pekerja,apindo,jkk,jht

Menatap masa depan tanpa putus asa

Yendi Saputra di depan lahan pembibitan sawit miliknya di Desa Mandi Angin, Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan. (ANTARA/HO/21)

Takdir Allah SWT pasti yang terbaik. Artinya inilah yang terbaik, setiap kejadian pasti ada hikmahnya
Palembang (ANTARA) - Deretan bibit sawit di lahan seluas 20x30 meter persegi milik warga di Desa Mandi Angin, Kecamatan Rawas Ilir, Kabupaten Musi Rawas Utara, Provinsi Sumatera Selatan, terlihat mulai tumbuh daun pucuk.

Siapa menyangka, tanaman itu dirawat oleh Yendi Saputra (26), mantan supir truk perusahaan pertambangan yang sekira dua tahun silam mengalami kecelakaan kerja. Kejadian itu membuat ayah satu putra ini harus merelakan satu kakinya untuk diamputasi.

Pagi itu, Kamis (2/11/21), Yendi melakukan rutinitasnya. Ia mendatangi petak bibit sawitnya untuk memastikan tanaman itu mendapatkan pasokan air yang cukup dan terbebas dari hama.

“Susah-susah gampang tanam semai bibit sawit ini, yang pasti pupuknya harus bagus dan airnya harus banyak. Supaya mudah, saya buat saluran air melalui pipa,” kata Yendi.

Ia bersemangat mengawasi penyemaian bibit sawit itu karena nantinya akan dipindahkan ke lahan kosong milik keluarganya.

Bibit itu ia beli di perusahaan nasional terkemuka dengan harga Rp11.500 per batang, yang tentunya diharapkan dapat tumbuh menjadi tanaman sawit berkualitas.

Lantaran itu pula sejak tiga bulan terakhir, Yendi tidak pernah melepas kaki palsunya. Sebelumnya, ia masih menggunakan tongkat karena lebih banyak berkegiatan di rumah.

Dengan kaki palsu itu, Yendi dapat mengendarai kendaraan roda duanya ke lokasi kebun sawitnya berjarak lebih kurang 1 Km tanpa perlu didampingi orang lain.

“Beginilah, memang sudah ada keterbatasan. Ya, tidak bisa lagi kembali seperti dulu. Tapi, sejak ada kaki palsu ini, saya mensyukuri, banyak pekerjaan yang bisa saya kerjakan,” katanya.

Yendi sebelumnya merupakan karyawan kontrak PT Sinar Bumi Pertiwi, yakni perusahaan subkontraktor perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi PT Sele Raya.

Selepas menamatkan SMA, ia langsung bekerja di perusahaan subkontraktor itu sebagai supir truk untuk mengangkut minyak bumi dari Kabupaten Musi Rawas Utara ke Kabupaten Musi Rawas, Sumsel. Dibutuhkan waktu sekitar 8 jam untuk menuju lokasi tersebut karena truk bermuatan 8 ton minyak.

Kejadian bermula pada 2 Februari 2020. Saat itu, kendaraannya beriringan dengan kendaraan lain untuk balik arah ke Musi Rawas Utara selepas bongkar muat di kawasan Jene, Kecamatan Cecar, Kabupaten Musi Rawas.

Baru berselang setengah jam, Yendi diserang rasa kantuk yang tak tertahankan sehingga memutuskan untuk beristirahat di sebuah restoran. Namun, belum sempat terlelap, temannya sudah mengajak untuk melanjutkan perjalanan.

Lantaran melawan rasa kantuk itu, Yendi pun tak bisa terlalu memacu kendaraan. Ia pun tertinggal dari rombongan. Tanpa disadarinya, kendaraan ke luar jalur lalu terguling masuk ke perkebunan jagung milik warga di Kecamatan Sukaraya, sekitar pukul 00.15 WIB.

“Untungnya saat itu saya sadar, tidak pingsan. Saya pun telepon teman, tapi teman tidak percaya. Lalu mereka balik arah tapi tidak menemukan saya. Hampir tiga jam saya di sana dan banyak kehilangan darah,” kata dia.

Yendi pun terus menjerit meminta pertolongan, akhirnya menjelang pukul 03.00 WIB ada warga sekitar yang mendengar teriakannya sehingga ia pun langsung dievakuasi ke RS AR Bunda Lubuklinggau menggunakan ambulans.

Sekitar pukul 06.00 WIB ia sudah berada di rumah sakit, lalu tim dokter memutuskan harus dilakukan operasi pengamputasian kaki pada pukul 08.00 WIB. Ini tak lepas dari kondisi Yendi yang sudah kritis.

Saat diberitahukan, ia didampingi oleh salah seorang kerabat, manajemen perusahaan dan petugas BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK). “Sebelum saya operasi, perwakilan BPJS Ketenagakerjaan bicara langsung ke sana, dan memastikan bahwa semua diurus mereka,” kata Yendi.
 
Prosedur pelayanan program Return to Work. (www.bpjsketenagakerjaan.go.id)


Rupanya, Yendi tercatat menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan selama tujuh tahun empat bulan, sehingga masuk dalam program JKK. Lalu sekitar pukul 11.00 WIB, Yendi mengalami kesadaran setelah menjalani operasi selama tiga jam.

Setelah itu, Yendi pun difokuskan pada pemulihan. Setidaknya 13 hari ia berada di rumah sakit tersebut, lalu melakukan berobat jalan selama empat bulan. Selama menjalani proses ini, Yendi sama sekali tidak mengeluarkan biaya karena sudah dilindungi oleh program JKK tersebut.

Tak terhenti di sana, ia pun diberikan fasilitas untuk membuat kaki palsu di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Palembang, yang mana selama proses pembuatannya ditanggung biaya transportasi hingga disewakan tempat tinggal oleh BPJAMSOSTEK.

Setidaknya selama dua pekan dilakukan pembuatan kaki palsu itu hingga latihan berjalan. Selama itu ia selalu didampingi oleh petugas dari badan jaminan sosial itu.

Selain itu, sesuai ketentuan perundang-undangan, ia juga mendapatkan uang santunan Rp86.700.000, yang dihitung dari  48 kali gaji pokok yang terakhir diterima pekerja.

Sebenarnya, perusahaan tempat Yendi bekerja tidak mempermasalahkan jika ia masih mau bekerja, namun akan ditempatkan di bidang pekerjaan lain. Namun, ia memutuskan berhenti lalu mengalihkan pekerjaannya ke saudara kandungnya sebagai pengganti, yang disetujui oleh perusahaan.

Untuk menyambung hidup, Yendi memanfaatkan uang santunan dari BPJS Ketenagakerjaan untuk membuka usaha perkebunan kelapa sawit dan membuka warung bersama istri di kediamannya.

Dari uang santunan itu, ia membeli lahan sawit seluas 1 Hektare yang sudah bisa panen. Lalu, membeli lagi sebidang lahan kosong untuk ditanami sawit, yang kemungkinan dalam dua tahun ke depan bisa dipanen.

“Kini saya usaha bibit sawit juga, karena masih banyak lahan kosong milik keluarga. Ini mau beli lagi 600 batang, mudah-mudahan lancar,” kata pria kelahiran Musi Rawas Utara, 8 November 1995 ini.

Sungguh tak terbayang bagi Yendi jika dirinya tidak menjadi peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan, yang mana perusahaan tempatnya bekerja tertib dalam membayarkan iuran. Mungkin, ia akan dihadapkan situasi yang lebih rumit di tengah musibah itu.

Berkat adanya uang santunan dan bantuan kaki palsu itu, ia tetap memiliki rancangan untuk menatap masa depan demi orangtua, istri dan buah hatinya.

Siti Suryati, istri Yendi mengatakan dirinya bangga atas usaha yang dilakukan suaminya itu karena mau bangkit dari keterpurukan. “Takdir Allah SWT pasti yang terbaik. Artinya inilah yang terbaik, setiap kejadian pasti ada hikmahnya,” kata Suryati.


Bekerja kembali

BPJS Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK mulai menyelenggarakan program kembali bekerja atau program ‘return to work’ (RTW) sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 Pasal 49 mengenai dukungan kembali bekerja, pada Juli 2015.

Program RTW ini merupakan salah satu manfaat dari program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), yakni pendampingan kepada pekerja yang mengalami kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, mulai dari menjalani perawatan di rumah sakit hingga bekerja kembali.

Selama peserta mengikuti program RTW, maka santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB) tetap dibayarkan sampai peserta selesai mengikuti pelatihan kerja.

Seperti Yendi, program RTW ini juga dijalankan Dedi (32), supir dump truk PT Prima Buana Karunia yang terpaksa kehilangan kaki kirinya lantaran terjepit roller convenyor pada 6 Februari 2020. Ini terjadi ketika Dedi bekerja di area tambang batu bara, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.

Dedi mengatakan dirinya tak hanya merasakan derita fisik, namun juga menghadapi trauma mendalam akibat kecelakaan kerja itu.

Namun, motivasi untuk kembali bekerja kembali muncul setelah mendapatkan bantuan kaki palsu dari BPJAMSOSTEK. Padahal, sebelumnya ia hampir enam bulan sama sekali tak bekerja.

“Kini saya tetap bekerja cari nafkah untuk keluarga, walau di bidang kerja lain. Alhamdulillah,” kata dia.
 
Dedi menerima bantuan kaki palsu dari BPJAMSOSTEK. (ANTARA/Dolly Rosana)


Demi mengoptimalkan pelayanan ke peserta, BPJAMSOSTEK wilayah Sumatera Bagian Selatan belum lama ini menggandeng Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah Palembang, Sumatera Selatan, untuk menjalankan program RTW ini.

Direktur Pelayanan BPJAMSOSTEK Roswita Nilakurnia mengatakan RSUD Siti Fatimah yang memiliki Trauma Center memiliki tenaga ahli untuk membuat protesa alat tumbuh, seperti kaki dan tangan palsu, hingga menyediakan sarana berlatih untuk menggunakannya bagi tenaga kerja.

Rumah sakit rujukan di Sumsel ini bekerja sama dengan PT Orthocare sebagai penyedia alat-alat kesehatan.

“Melalui alat bantu ini pekerja diharapkan dapat kembali meraih kualitas dan produktivitasnya,” kata Roswita setelah penandatangan nota kesepahaman (MoU) dengan Direktur RSUD Siti Fatimah Syamsuddin Isaac yang disaksikan Gubernur Sumsel Herman Deru di Palembang, Rabu (17/11/21).

BPJAMSOSTEK secara nasional mencatat per September 2021, program RTW ini telah diikuti 1.102 tenaga kerja. Sebanyak 957 pekerja dinyatakan sudah kembali bekerja dengan tingkat disabilitas 86 persen.

Sedangkan di wilayah Sumatera Bagian Selatan, program ini diikuti oleh 61 orang dengan 52 orang sudah kembali bekerja dan 9 orang dalam pendampingan. Sementara, dukungan perusahaan untuk program ini terdata 4.604 perusahaan.

Menurutnya, angka kecelakaan kerja di Indonesia saat ini masih terbilang tinggi yakni berjumlah 153.044 orang (nasional) per September 2020 dan 4.791 orang di Sumbagsel, sedangkan hingga triwulan III/2021 berjumlah 82.353 orang (nasional) dan 3.822 (Sumbagsel).

Ke depan, BPJS Ketenagakerjaan akan mengandeng banyak pihak untuk mendorong terjadinya peningkatan sistem keselamatan di lingkungan kerja.

Badan penyelenggara juga berencana menerapkan program RTW ini hingga ke tingkat kabupaten/kota di Sumsel dengan mengandeng rumah sakit setempat.

Terkait perlindungan tenaga kerja ini, BPJAMSOSTEK terus menyosialisasikan program jaminan sosial ke perusahaan, pekerja formal hingga nonformal. Program itu, Jaminan Kematian (JK), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP).

Dari empat program ini, terdapat tambahan berupa program Jaminan Kesehatan yang berada di BPJS Kesehatan, yang mana ini menjadi program wajib bagi tenaga kerja sesuai amanat Undang-Undang.

“Nanti pada Februari 2022, BPJS Ketenagakerjaan akan menjalankan program Jaminan Kehilangan Perkerjaan, sehingga setiap fase rentan pekerja itu tercover,” ujar dia.

Sementara itu, Gubernur Sumsel Herman Deru mengatakan adanya program RTW ini memberikan harapan bagi tenaga kerja bahwa sejatinya mereka masih bisa bekerja dengan menggunakan alat bantu.

Ke depan, dengan mengamati banyaknya manfaat tambahan yang diperoleh pekerja dengan menjadi peserta BPJAMSOSTEK, ia menegaskan bahwa pemprov akan mewajibkan setiap perusahaan di Sumsel untuk untuk mendaftarkan tenaga kerjanya.

Deputi Direktur BPJAMSOSTEK Wilayah Sumbagsel Surya Rizal mengatakan program ini bukan hanya melindungi pekerja tapi juga sangat bermanfaat bagi perusahaan karena biaya penanganan kasus kecelakaan kerja sudah beralih ke badan penyelenggara jaminan sosial.

“Jangan sampai akibat kecelakaan kerja ini menjadikan mental maupun finansial pekerja semakin terpuruk dan tidak dapat bekerja lagi,” kata dia.

Ketua Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Sumsel Ali Hanafiah mengatakan program RTW yang dijalankan BPJS Ketenagakerjaan itu terbilang sangat baik karena memenuhi hak-hak dari tenaga kerja.

Namun, manfaat ini tak akan dirasakan oleh pekerja jika masih banyak perusahaan ‘bandel’ yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta.

“Tingkat pengawasan di tatanan bawah yang perlu menjadi perhatian semua pihak, karena masih banyak perusahaan yang tidak menjalankan ketentuan UU,” kata dia.

Ia mencontohkan seperti kasus yang menimpa Hermansyah (32), buruh pengolahan kardus PT Buyung Putra Pangan di Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten Banyuasin pada 2016.

Pekerja ini kehilangan tangan kirinya karena terpotong mesin pencacah kardus. Ternyata ia tidak didaftarkan dalam program jaminan sosial, karena perusahaan beralasan Hermansyah hanya buruh harian lepas.

Dalam proses untuk mendapatkan haknya, pekerja ini bertarung melawan perusahaan melalui jalur hukum hampir 1,5 tahun sampai akhirnya mendapatkan perlindungan.

“Dalam mediasi akhirnya perusahaan bersedia memenuhi hak pekerja ini, dengan menanggung semua biaya pengobatan dan biaya kompensasi sebesar 48 kali gaji serta memberikan tangan palsu,” kata dia.

Untuk itu, demi termanfaatnya program BPJS Ketenagakerjaan ini secara maksimal maka lembaga jaminan sosial ini harus bersinergi dengan banyak pihak, terutama pada aparat penegak hukum.

Selain itu, KSBSI berharap BPJS Ketenagakerjaan bekerja sama dengan seluruh rumah sakit hingga ke tingkat kabupaten/kota agar pelayanan bagi tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja dapat terlayani dengan cepat. “Jadi tak perlu dibawa jauh-jauh ke Palembang,” kata dia.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Sumarjono Saragih tak membantah bahwa masih banyak perusahaan yang tidak memberikan perlindungan kepada tenaga kerjanya dengan beragam alasan.

Namun, adanya UU yang mengikat dapat dijadikan dasar untuk memaksa mereka untuk menjadi peserta BPJAMSOSTEK. Artinya, perlu tindakan tegas dalam tatanan eksekusi.

“Sebenarnya, ini bukan hanya menguntungkan pekerja saja, tapi juga perusahaan. Ketika pekerja terlindungi, maka ia akan lebih fokus bekerja, artinya produktivitas akan meningkat,” kata dia.

Kecelakaan kerja dapat menimpa siapa saja, karena setiap orang yang bekerja memiliki kerentanan mulai dari berangkat kerja, di tempat kerja hingga kembali ke rumah.

Ketika itu terjadi, tentunya akan berbeda bagi tenaga kerja yang dilindungi dan tak terlindungi program jaminan sosial. Berkat perlindungan itu, Yendi pun ingin kembali meraih masa depannya.