BI dorong UMKM kerajinan tangan Sumsel tembus pasar global

id UMKM,BI ,BI Sumsel,Bank Indonesia,pasar ekspor,ekspor,pdrb

BI dorong UMKM kerajinan  tangan Sumsel tembus pasar global

Kepala BI Sumsel Hari Widodo memberikan keterangan pers terkait kegiatan Semarak UKMK Sriwijaya di Palembang, Jumat (22/10/21). (ANTARA/Dolly Rosana)

Palembang (ANTARA) - Bank Indonesia mendorong Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) kerajinan tangan asal Sumatera Selatan mampu menembus pasar global (Go Internasional) karena pangsa pasar ekspor yang ditawarkan terbilang besar.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Hari Widodo di Palembang, Jumat mengatakan, permintaan terhadap produk-produk khas daerah sejatinya memang ada dari luar negeri tapi disadari hal ini kurang diminati oleh pelaku UMKM di Sumsel.

“Tidak semua produk bisa diekspor, karena sebenarnya permintaan domestik juga tinggi di sini, tapi kenapa tidak melirik ekspor toh ada demand-nya juga,” kata Hari dalam acara bincang media jelang kegiatan Semarak UMKM Sriwijaya.

Ia mengatakan BI mendorong UMKM menembus pasar global karena nilai ekspor merupakan salah satu komponen yang berpengaruh pada pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), selain konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga dan investasi.

Bagi produk kriya Sumsel, peluang untuk menembus pasar ekspor itu sangat terbuka karena memiliki beragam produk lokal bernilai jual tinggi yang menggunakan bahan baku ramah lingkungan.

Sumsel memiliki produk ayaman kain yang menggunakan daun purun, eceng gondok, rotan dan bambu.

Selain itu, produk kain khas daerah yang dihasilkan sejumlah kabupaten/kota juga sangat layak dimunculkan ke pasar ekspor.

Hanya saja, perlu sentuhan lagi yakni bagaimana menghasilkan produk sesuai dengan keinginan pasar masyarakat dunia, mulai dari fasyen hingga produk dekorasi rumah.

“Seperti kain songket, bisa diaplikasikan untuk dibuat jadi scraf atau shal karena mereka juga tidak mungkin memakai kain,” kata dia.

Untuk mengetahui minat pasar global ini, BI sempat mendatangkan kurator asal New York untuk memberikan pemahaman ke para pelaku UMKM, dan acara bincang-bicang dengan para reseller dari berbagai negara.

Selain itu, juga memerintahkan perwakilan BI di Singapura untuk mengawal pelaku UMKM untuk mengikuti sejumlah pameran, hingga memberikan beragam pelatihan webinar mengenai tata niaga ekspor barang.

Pengawalan yang dilakukan BI bersinergi dengan beberapa pihak ini tak lain karena menyadari bahwa UMKM memiliki keterbatasan, baik dari sisi pengetahuan hingga teknologi.

Pada umumnya pelaku UMKM dapat membuat kesepakatan dengan pembeli di luar negeri, namun kerap dihadapkan persoalan ketika buyer meminta produk dalam jumlah yang besar.

“Umumnya UMKM bermasalah pada ketersediaan bahan baku, misal menyediakan daun purun untuk memenuhi permintaan anyaman. Sehingga mereka sulit untuk menjaga kuantitas dan kualitas,” kata dia.

Terlepas dari beragam persoalan itu, sebenarnya UMKM sudah layak menjajal pasar global karena selama pandemi ini sebagian besar sudah mengaplikasikan digital marketing dan digital payment.

BI mencatat dari 295 ribu menchant di Sumsel terdapat 90 persen pelaku UMKM yang sudah menerapkan digitalisasi.

“Saat ini BI sedang menjali kerja sama dengan perusahaan perantara (aggregator) untuk membuka akses pasar pelaku UMKM ke luar negeri. Inilah salah satu solusinya,” kata dia.