Memaksimalkan minat masyarakat gunakan pembayaran "online" syariah

id transaksi syariah,pembayaran online,bisnis syariah,fintech syariah

Memaksimalkan minat masyarakat  gunakan pembayaran "online" syariah

Ilustrasi - Ekonomi syariah. ANTARA

Transaksi pembiayaan harus dapat mendeskripsikan ketentuan bagi hasil yang sesuai dengan prinsip syariah
Jakarta (ANTARA) - Teknologi keuangan atau fintech pada era industri 4.0 semakin menyatukan ke banyak aspek kehidupan manusia, termasuk transaksi bisnis.

Kini, aktivitas keuangan seperti pembayaran tagihan, internet banking, transfer orang ke orang, pembayaran atau pembelian langsung dari jarak jauh, termasuk layanan keuangan berbasis syariah dapat dilakukan melalui online.

Dalam sebuah penelitian, Pengaruh Pengetahuan Syariah, Religiusitas terhadap Minat Menggunakan Pembayaran Online Syariah dengan pendekatan Teori Perilaku Direncanakan, dengan sampel masyarakat usia kerja (17-64 tahun) di Kota Padang dan Kota Bandar Lampung, kedua kota ini merupakan dua daerah yang memiliki tingkat literasi rendah pada pembayaran online.

Penelitian yang dilakukan pada 27 Juni 2021-27 Agustus 2021 dengan target sampel masing masing sebanyak 150 responden per kota ini, untuk mengetahui faktor yang menyebabkan masih rendahnya pengguna transaksi pembayaran online syariah dan faktor yang perlu diperhatikan untuk meningkatkannya.

Selain itu, juga untuk mengetahui perbandingan antara masyarakat usia kerja di Kota Padang dan Kota Bandar Lampung terkait dengan niat menggunakan mobile payment syariah, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi ketertarikan penggunaan Islamic pembayaran online.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang beragama Islam terbanyak di dunia, hal ini dapat menjadi peluang perkembangan fintech syariah di Indonesia. Perbedaan fintech syariah dengan konvensional terletak pada prinsip dasarnya.

Syarat prinsip berbasis syariah tersebut adalah pertama, tidak adanya riba, gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi), tadlis (menyembunyikan cacat), dharar (merugikan pihak orang lain), dan haram.

Kedua, akad baku berdasarkan kepada prinsip keseimbangan, keadilan, dan kewajaran berbasis syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, akad yang dimanfaatkan selaras dengan sifat layanan pembiayaaan seperti al-bai’, ijarah, mudharabah, musyarakah, wakalah bi al ujrah, dan qardh.

Keempat, terindikasi adanya bukti transaksi berupa sertifikat elektronik dan harus diresmikan oleh pengguna melalui tanda tangan elektronik sah. Kelima, transaksi pembiayaan harus dapat mendeskripsikan ketentuan bagi hasil yang sesuai dengan prinsip syariah. Keenam, penyedia layanan diperbolehkan menggunakan biaya (ujrah) dengan prinsip ijarah.

Dengan demikian, fintech syariah dapat berpeluang dalam meningkatkan inklusi dan daya saing sistem keuangan yang dipercaya dalam memicu tumbuhnya industri fintech Islam dengan memasukkan berbagai produk dan layanan sehingga pemerintah dapat menentukan arah masa depan industri di bidang syariah.

Berdasarkan data pada Januari 2021, oleh lembaga penelitian Hootsuite yang berjudul We Are Social menjelaskan, bahwa pengguna internet di Indonesia terus mengalami kenaikan hingga mencapai 202,6 juta dengan persentase 73,7 persen dari total penduduk Indonesia yaitu 274,9 juta jiwa.

Berdasarkan perhitungan dari pengguna internet berusia 16 hingga 64 tahun, pemakai ponsel pintar (smartphone) lebih mendominasi penggunaannya hingga mencapai 98 persen.

Di sisi lain, data dari hasil Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilaksanakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2019, rata-rata indeks literasi (pengetahuan) keuangan masyarakat Indonesia mencapai 38,03 persen sedangkan rata-rata indeks inklusi (akses) keuangan sebesar 76,19 persen.

Khusus di provinsi Sumatera Barat dan provinsi Lampung menunjukkan tingkat indeks literasi yang masih dikategori rendah, di mana pada Sumatera Barat menunjukkan 34,55 persen untuk literasi keuangan dan 66,75 persen untuk inklusi keuangan.

Sedangkan di Provinsi Lampung tingkat indeks literasi juga rendah yang menunjukkan masing-masing 30,97 persen untuk literasi keuangan dan 61,94 persen untuk inklusi keuangan atau masih berada di bawah rata-rata nasional.


Fintech syariah

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang memeluk agama Islam terbanyak di dunia. Ini dapat menjadi peluang perkembangan fintech syariah di Indonesia. Perbedaan konsep keuangan syariah dengan keuangan tidak syariah, terletak pada keuangan syariah yang berpedoman kepada Al-quran dan Sunnah.

Syarat prinsip berbasis syariah tersebut adalah pertama, tidak adanya riba, gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi), tadlis (menyembunyikan cacat), dharar (merugikan pihak orang lain), dan haram.

Kedua, akad baku berdasarkan kepada prinsip keseimbangan, keadilan, dan kewajaran berbasis syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketiga, akad yang dimanfaatkan selaras dengan sifat layanan pembiayaaan seperti al-bai’, ijarah, mudharabah, musyarakah, wakalah bi al ujrah, dan qardh.

Keempat, terindikasi adanya bukti transaksi berupa sertifikat elektronik dan harus diresmikan oleh pengguna melalui tanda tangan elektronik sah.

Kelima, transaksi pembiayaan harus dapat mendeskripsikan ketentuan bagi hasil yang sesuai dengan prinsip syariah. Keenam, penyedia layanan diperbolehkan menggunakan biaya (ujrah) dengan prinsip ijarah.

Sedangkan konsep penerimaan yang dimanfaatkan untuk menjelaskan alasan kendala dalam penggunaan transaksi keuangan pembayaran online syariah adalah dengan teori perilaku direncanakan.

Teori perilaku direncanakan merupakan teori yang digunakan untuk memprediksi dan menilai sikap terhadap perilaku seseorang yang didasarkan niat dan tujuan tertentu.

Perilaku seseorang ini dapat didasari oleh berbagai faktor, terutama faktor Pengetahuan Syariah, Religiusitas, Sikap, Norma Subjektif dan Persepsi Kontrol.

Pengetahuan syariah adalah kemampuan individu untuk membedakan halal dan haram berdasarkan hukum syariah. Kemudian, faktor religiusitas yang didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan dalam nilai keagamaan yang dianut oleh seseorang, dalam hal ini adalah agama Islam.

Selanjutnya mengenai faktor sikap merupakan pengevaluasian suka atau tidak suka seseorang pada suatu objek atau perilaku psikologis tertentu.

Faktor lainnya adalah norma subjektif yang dimana suatu fungsi dari kepercayaan seseorang untuk memprediksi berbagai pikiran orang lain antara setuju atau tidak setuju dalam menampilkan suatu perilaku. Terakhir, faktor Persepsi Kontrol dari responden yang mengarah kepada kemudahan atau kesulitan seseorang dalam bertindak.

Hasil survei untuk Kota Padang menunjukkan bahwa faktor literasi syariah, norma subjektif, dan persepsi kontrol berpengaruh terhadap minat penggunaan pembayaran online syariah. Penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa faktor Religiusitas dan Sikap Pengguna tidak berpengaruh terhadap minat penggunaan pembayaran online syariah.

Kemudian, hasil penelitian untuk Kota Bandar Lampung menunjukkan bahwa faktor Norma Subjektif dan Persepsi Kontrol berpengaruh terhadap minat penggunaan pembayaran online syariah. Sedangkan faktor Pengetahuan Syariah, Religiusitas, dan Sikap Pengguna tidak berpengaruh terhadap minat penggunaan pembayaran online syariah.

Kesimpulannya dari hasil survei, didapatkan beberapa perbedaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ketertarikan terhadap penggunaan pembayaran online syariah antara responden di Kota Padang dengan Kota Bandar Lampung.

Penelitian yang dilakukan di Kota Padang menunjukkan faktor Pengetahuan Syariah, Norma Subjektif, dan Persepsi Kontrol responden mempengaruhi ketertarikan responden.

Sedangkan di Kota Bandar Lampung, faktor yang menjadi pengaruh terhadap ketertarikan responden adalah faktor Norma Subjektif dan Persepsi Kontrol dari responden. Kemudian, tingkat minat menggunakan pembayaran online syariah di Kota Padang dan Kota Bandar Lampung tergolong cukup tinggi, dimana untuk Kota Padang yaitu (80,57 persen) dan Kota Bandar Lampung (76,13 persen).

Jika dibandingkan, minat menggunakan pembayaran online syariah di Kota Padang lebih tinggi dari pada di Kota Bandar Lampung. Karena itu, perlu peningkatan sosialisasi oleh pemerintah dan penyedia layanan terkait edukasi digital syariah di masyarakat di Kota Padang dan di Bandar Lampung, supaya bersedia bertransaksi dan menggunakan layanan pembayaran online syariah.

*) Prof Dr Herri MBA, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) X Wilayah Sumbar, Riau, Kepri dan Jambi.
Masyhuri Hamidi Ph.D, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Andalas.