PPN dari pengusaha digital capai Rp2,5 triliun, kata staf khusus Menkeu

id PPN,ppn digital,pajak perusahaan digital,pmse,pajak digital,stafsus menkeu

PPN dari pengusaha digital capai Rp2,5 triliun, kata staf khusus Menkeu

Tangkapan layar Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategi Yustinus Prastowo dalam Dialog Publik daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.​​​​ (14/10/2021). (ANTARA/Sanya Dinda)

Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan penerimaan negara dari pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap 83 perusahaan yang menjalankan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) atau digital telah mencapai Rp2,5 triliun.

“Sudah cukup banyak pendapatan negara yang terdaftar dari transaksi ini. Sudah cukup signifikan progresnya dengan 83 perusahaan yang melakukan PMSE menyumbang PPN terhadap penerimaan negara sebesar Rp2,5 triliun,” kata Prastowo dalam Dialog Publik daring yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Ia menambahkan pemerintah memungut PPN terhadap 83 perusahaan yang melakukan PMSE berdasarkan PMK Nomor 48 Tahun 2020.

Dalam peraturan yang sama, pemerintah juga telah mengatur Pajak Penghasilan (PPh) untuk badan usaha yang melakukan PMSE, tetapi pungutan ini belum dijalankan, karena masih menunggu hasil dari konsensus global yang dapat diterapkan.
 

“Untuk pendekatan unified, kita masih menunggu redefinisi BUT (Badan Usaha Tetap) yang akan menjadi dasar pemajakan kita. Atau apakah pendekatan market intangible yang bisa kita gunakan,” katanya.

Menurutnya, di mana pajak dilakukan dan apa yang akan dipajaki masih menjadi tantangan pemerintah di seluruh dunia untuk melakukan pajak berbagai transaksi berbasis digital.

“Ini hal-hal yang tidak kita pikirkan dalam beberapa masa lalu, sekarang menjadi fenomena penting,” ucapnya.

Menurutnya, akan terjadi pergeseran konsep-konsep perpajakan sehingga konsep–konsep lama tidak relevan lagi.

“Setelah banyak negara mencoba melakukan aksi unilateral ternyata ini tidak cukup ampuh untuk dapat menjadi senjata mengoptimalkan berbagai pajak karena berbagai isu. Ini menjadi kontraproduktif baik alasan legal, etis, maupun praktis, maka kita terus berkomitmen untuk ikut dalam global konsensus,” ujarnya.