Depok (ANTARA) - Rektor Universitas Indonesia (UI) Prof. Ari Kuncoro mengatakan tingkat literasi keuangan masyarakat masih terbilang rendah dan belum merata, hal tersebut menyebabkan berbagai elemen masih rentan menjadi korban penipuan atau investasi ilegal.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) ketiga yang dilakukan OJK pada tahun 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03 persen. Angka ini naik dari 29,7 persen pada tahun 2016.
"Hal ini menunjukkan perbaikan yang signifikan meskipun masih belum dapat dikatakan ideal," kata Rektor dalam keterangan tertulisnya, Senin.
Ia mengatakan peran OJK menjadi sangat krusial dalam aspek ini. Masyarakat tentunya tidak perlu menghabiskan banyak waktu guna memastikan legalitas sebuah produk investasi. Proses harus dibuat lebih mudah, sehingga masyarakat merasa berada di pasar yang adil.
"OJK perlu terus memberikan solusi sebagaimana yang saat ini sudah dilakukan seperti penyertaan logo dan klaim OJK pada produk dan institusi keuangan yang telah memiliki izin dan berada dalam pengawasan OJK," katanya.
Prof. Ari mengatakan dari sisi regulasi, OJK memiliki tantangan besar untuk tetap mendorong inovasi keuangan digital dengan tetap mempertimbangkan aspek keamanan, keadilan, dan keterbukaan akses bagi seluruh lapisan masyarakat.
"OJK harus terus menghadirkan inovasi-inovasi kebijakan untuk mengikuti perkembangan teknologi yang terkini dan terbaik di tingkat lokal dan global," ujarnya.
Sementara itu Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, Ir. Nurhaida menyampaikan bahwa di sektor keuangan digitalisasi hampir terjadi di semua bidang.
Transformasi digital berkembang sangat pesat mulai dari bidang traveling dengan memesan tiket secara online, bidang entertainment dengan menonton film secara online dan bisa mengunduhnya, bidang shopping dengan berbelanja online di Bukalapak, Lazada, Shopee, dan lainnya, dan bidang transportasi dengan memesan ojek online seperti Gojek, Grab, dan sebagainya.
Pada tahun 2030, Indonesia akan menjadi salah satu dari 10 perekonomiaan terbesar di dunia. Terdapat 45 juta penduduk Indonesia yang dikategorikan sebagai kelas menengah dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan mencapai 135 juta.
Kemudian, terdapat 55 juta penduduk Indonesia yang dikategorikan sebagai skill workers dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan mencapai 113 juta.
Regulator Fintech di Indonesia yaitu OJK (P2P Lending, inovasi keuangan digital, dan securities crowdfunding), Bank Indonesia (e-payment, e-wallet, dan e-money), Kementerian Perdagangan RI (e-commerce), BAPPEBTI (cryptoasset dan platform trading emas digital), Kementerian Keuangan (aplikasi perpajakan), Kementerian Sosial RI (social crowdfunding), dan Kementerian Koperasi dan Digital (sedang menunggu peraturan dari otoritas terkait).
OJK berkomitmen untuk menyediakan ekosistem fintech yang memadai, mulai dari penyediaan regulatory sandbox, model pengawasan market conduct, kolaborasi asosiasi fintech, perlidungan konsumen yang merupakan konsen utama OJK, penyediaan ‘fintech center-OJK’, regulatory framework, dan light touch and safe harbor.
Berita Terkait
Korban dan pelaku pembunuhan di Depok kenal sejak lama
Senin, 22 Januari 2024 15:55 Wib
Psikolog: Peran generasi sandwich tidak mudah
Kamis, 4 Januari 2024 15:36 Wib
Desainer beraksi di Depok Ethnic Fashion Festival
Minggu, 10 Desember 2023 19:09 Wib
Guru Besar UI sebut bakteri Wolbachia tidak menginfeksi manusia
Sabtu, 2 Desember 2023 10:09 Wib
Tim Filolog UI bantu identifikasi Naskah Kuno di Bogor
Jumat, 27 Oktober 2023 11:31 Wib
Pakar UI: Cuaca ekstrem pengaruhi kelangsungan hidup fauna
Rabu, 25 Oktober 2023 10:10 Wib
Deddy Corbuzier: Aksi bela negara tak hanya kegiatan militer
Rabu, 11 Oktober 2023 16:08 Wib
Presiden PKS tegaskan Anies capres bukan cawapres
Minggu, 27 Agustus 2023 13:04 Wib