Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menyatakan masa pandemi COVID-19 memberikan momentum dan sudut pandang baru dalam menata ulang serta membangun fondasi baru perekonomian termasuk menata ulang sistem perpajakan.
“Ini dilakukan agar lebih kuat di tengah tantangan pandemi dan dinamika masa depan yang harus terus diantisipasi,” katanya dalam Sidang Paripurna DPR RI di Jakarta, Kamis.
Tata ulang sistem perpajakan ini salah satunya dilakukan melalui pengesahan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang sebagai langkah reformasi.
Reformasi perpajakan diselaraskan dengan langkah pemerintah dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi dan meningkatkan kualitas kebijakan fiskal sebagai instrumen untuk mendukung pembangunan nasional.
Yasonna menuturkan reformasi perpajakan bertujuan untuk meningkatkan tax ratio dan kepatuhan pajak agar menjadi lebih baik sekaligus dapat mewujudkan keadilan serta lebih memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan.
Menurutnya, reformasi perpajakan merupakan satu dimensi tak terpisahkan dari berbagai agenda reformasi yang sedang dijalankan termasuk reformasi struktural, fiskal, sistem keuangan, dan tata kelola negara.
Ia menilai reformasi struktural di bidang perpajakan turut menjadi kunci dalam rangka mewujudkan cita-cita Indonesia Maju yang juga membutuhkan kesehatan APBN dengan ditopang oleh pemajakan yang luas.
“Dalam rangka membangun basis pajak yang luas dan kuat, maka reformasi perpajakan yang adil, sehat, efektif dan akuntabel mutlak diperlukan,” tegasnya.
Ia menjelaskan, adil berarti antar sektor usaha menanggung beban pajak yang seimbang, antar kelompok/lapisan penghasilan memikul beban pajak sesuai kemampuan ekonomi, serta memberikan kepastian hukum bagi seluruh Wajib Pajak (WP).
Selanjutnya, sistem perpajakan menjadi sehat ketika pajak menjadi sumber penerimaan negara yang optimal, adaptif terhadap perubahan, dibangun sesuai international best practice serta menunjukkan karakter berkelanjutan atau sustainable.
Kemudian, sistem perpajakan disebut efektif ketika dapat digunakan sebagai instrumen kebijakan secara optimal dan dapat memberikan kemudahan pelayanan untuk menekan biaya kepatuhan WP.
“Namun di sisi lain memastikan seluruh WP melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar,” ujarnya.
Sistem perpajakan juga harus diletakkan dalam prinsip akuntabel yang menekankan transparansi dalam proses bisnis dan pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan sesuai perundang-undangan.
Selain itu, reformasi perpajakan turut mempertimbangkan praktik-praktik dimensi dinamika global yang sedang berkembang menuju masa depan yang semakin terhubung atau connected world.
“Agenda reformasi perpajakan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari dinamika perubahan dunia usaha dan tren perpajakan global,” ujarnya.
Berita Terkait
Pj Bupati Muba minta ASN jadi contoh kepatuhan perpajakan
Senin, 26 Februari 2024 9:59 Wib
DJP Sumsel gandeng NU ajarkan ilmu perpajakan pada santri
Sabtu, 17 Juni 2023 20:14 Wib
Pemerintah resmi naikkan tarif PPN jadi 11 persen
Jumat, 1 April 2022 8:30 Wib
DJP Sumsel-Babel serahkan tersangka pidana perpajakan sebabkan kerugian Rp1,5 miliar
Kamis, 10 Maret 2022 21:00 Wib
Kabupaten OKI optimalkan layanan digital perpajakan
Selasa, 23 November 2021 13:58 Wib
KPK menangkap tersangka kasus suap pajak di Sulsel
Kamis, 11 November 2021 8:58 Wib
Pemberlakuan NIK jadi NPWP tak otomatis pemilik dikenai pajak
Minggu, 10 Oktober 2021 16:34 Wib
Peneliti apresiasi pembatalan PPn Jasa Pendidikan
Selasa, 5 Oktober 2021 20:54 Wib