YLK Sumsel minta polisi bongkar sindikat kosmetika ilegal

id YLK Sumsel minta Reskrimsus bongkar sindikat kosmetika ilegal, ylk sumsel tertibkan kosmetika ilegal, sindikat kosmetika

YLK Sumsel minta polisi bongkar  sindikat kosmetika ilegal

Pembina YLK Sumsel, Rizal Aprizal (kanan) bersama tim. ANTARA/Yudi Abdullah/21

Palembang (ANTARA) - Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sumatera Selatan meminta tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda setempat membongkar sindikat pembuat dan pengedar kosmetika ilegal yang dapat membahayakan kesehatan kulit masyarakat itu.

Keberhasilan menangkap Lin dan Sup pasangan suami istri penjual kosmetika ilegal warga Palembang baru-baru ini patut diapresiasi, namun agar tidak berhenti di pengedarnya saja tetapi dilanjutkan mengungkap sindikat produsennya, kata Pembina YLK Sumsel, Rizal Aprizal di Palembang, Kamis.

Keberhasilan tersebut perlu ditingkatkan karena disinyalir masih banyak pengedar kosmetika dari produsen yang lainnya melakukan pemasaran secara daring dan ke rumah-rumah penduduk.

Dia mengatakan kosmetika yang beredar tanpa izin, bisa merugikan masyarakat selaku konsumen karena bahan yang terkandung dalam produk tersebut bisa saja menggunakan bahan kimia berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan tidak layak dipakai.

Melihat fakta di lapangan,, perlu ditingkatkan kegiatan operasi penertiban peredaran kosmetika ilegal agar tidak semakin banyak masyarakat yang menjadi korban, kata Rizal.

Sementara Subdit I Indagsi Ditreskrimsus Polda Sumsel menangkap pasangan suami istri Lin (27) dan Sup (31) warga Jalan Srijaya Raya, Kecamatan Kertapati Palembang saat akan mengirimkan barang ke kawasan Balayudha, Kelurahan Ario Kemuning, Kecamatan Sukarami Palembang, Senin (20/9) sekitar pukul 20.00 WIB.

Direktur Reskrimsus Polda Sumsel, Kombes Pol Barly Ramadhany mengatakan atas perbuatannya itu, kedua tersangka dijerat dengan Pasal
196 jo Pasal 98 Ayat 2 dan 3 dan/atau Pasal 197 jo Pasal 106 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan denda Rp.1,5 miliar, kata dia pula.