HKTI Bengkulu minta pemda tegas terkait alih fungsi lahan pertanian

id Bengkulu, HKTI, Alih Fungsi Lahan, Ketahanan Pangan

HKTI Bengkulu minta pemda tegas terkait alih fungsi lahan pertanian

Dokumentasi. Petani melintas di depan baliho raksasa saat aksi simpatik di lahan pertanian, Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (24/9/2020). Aksi simpatik yang dilakukan dalam rangka peringatan Hari Tani Nasional tersebut menuntut kepada Pemerintah untuk menghentikan alih fungsi lahan, laksanakan reforma agraria dan hentikan intimidasi serta kriminalisasi petani. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/nz

Bengkulu (ANTARA) - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Provinsi Bengkulu menekankan pemerintah daerah (pemda) di Bengkulu tegas terhadap alih fungsi lahan khususnya lahan pertanian menjadi area peruntukan lain yang dinilai dapat mengancam stabilitas ketahanan pangan daerah.

Ketua HKTI Bengkulu Mohamad Gustiadi di Bengkulu, Sabtu mengatakan, pemda harus segera mengambil langkah kongkrit untuk menyelamatkan areal pertanian dari alih fungsi lahan yang saat ini kian merak terjadi.

"Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian sebetulnya sudah berlangsung sejak lama, namun sekarang faktanya alih fungsi semakin tidak terkendali dan malah terkesan membabi-buta maka kami minta pemda tegas karena ini akan berdampak pada ketahanan pangan," kata Gustiadi.

Ia menjelaskan, berdasarkan data Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Provinsi Bengkulu tahun 2020 menunjukkan telah terjadi pengurangan lahan persawahan seluas 40 persen dari total luas lahan 90 ribu hektare.

Alih fungsi area persawahan itu untuk membangun kawasan pemukiman, perkebunan dan jalan, namun yang aling banyak ditemukan yakni untuk perumahan dan perkebunan.

Persentase penurunan lahan pertanian ini bahkan terjadi diseluruh kabupaten di Bengkulu, namun khusus di Kota Bengkulu alih fungsi lahan paling banyak adalah untuk kawasan pemukiman.

Pemerintah Provinsi Bengkulu sebelumnya menganggarkan dana untuk program cetak sawah baru seluas 400 hektare di Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara pada APBD Provinsi Bengkulu tahun 2020.

"Namun, program tersebut dibatalkan karena anggarannya dialihkan untuk penanganan pandemi COVID-19," kata Gustiadi yang juga anggota Komisi III DPRD Provinsi Bengkulu dari daerah pemilihan (dapil) Kabupaten Rejang Lebong dan Kabupaten Lebong ini.

Menurutnya, alih fungsi lahan pertanian khususnya area persawahan di Bengkulu saat ini semakin sukar dikendalikan karena semakin tingginya kebutuhan lahan untuk peruntukan lain seperti perumahan.

Padahal, kata dia, regulasi untuk menekan alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian sudah ada yakni Undang-undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Ia menilai pentingnya menyelamatkan lahan pertanian dari alih fungsi karena sektor pertanian merupakan salah satu sumber kehidupan dan sumber penghidupan sebagian besar masyarakat di Provinsi Bengkulu ini.

Bahkan sektor pertanian memiliki kekuatan tersendiri dalam memelihara pertumbuhan perekonomian Provinsi Bengkulu. Hal itu terbukti seperti dalam kondisi pandemi COVID-19 ini, hanya sektor pertanian yang mampu bertahan.

"Hanya saja regulasi yang dimaksud terkesan menjadi aksesoris belaka karena implementasinya yang minim. Misalnya alih fungsi menjadi perumahan, ya pemda jangan keluarkan izin mendirikan bangunan atau IMB. Itu salah satu upaya mencegah alih fungsi lahan pertanian," demikian Gustiadi.