Taman nasional Thailand diberi status warisan UNESCO di tengah isu pelanggaran HAM

id situs warisan dunia,UNESCO,Thailand,Kompleks Hutan Kaeng Krachan,komunitas Karen Thailand

Taman nasional Thailand diberi status warisan UNESCO di tengah isu pelanggaran HAM

Siamang (Hylobates lar) di Kaeng Krachan National Park, Phetchaburi, Thailand, 23 Novemver 2012. (Wikimedia Commons/JJ Harrison)

Bangkok (ANTARA) - Pemberian status Situs Warisan Dunia UNESCO untuk taman nasional Thailand adalah "hadiah besar", kata Menteri Lingkungan Hidup Thailand Varawut Silpa-archa, setelah peringatan dari pakar hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa pihak berwenang Thailand memaksa penduduk asli meninggalkan daerah itu.

Sekelompok pakar independen PBB mengatakan Jumat lalu (23//7) bahwa komunitas etnis Karen yang tinggal di Kompleks Hutan Kaeng Krachan yang luas di dekat perbatasan Myanmar telah berulang kali menjadi sasaran penggusuran paksa dan penangkapan di daerah tersebut.

"Kami telah menerima hadiah besar dari Komite Warisan Dunia," kata Varawut Silpa-archa dalam sebuah pernyataan pemerintah, Senin (26/7).

"Selama 16 tahun terakhir, kami telah bekerja keras dan telah empat kali mencoba memasukkan Kaeng Krachan sebagai situs warisan dunia dan ini yang keempat kalinya kami berhasil," ujar dia.

China dan Rusia termasuk di antara negara-negara yang mendukung tawaran Thailand, menurut proposal bersama mereka, yang tidak menyebutkan kehadiran komunitas etnis Karen di wilayah tersebut.

Lebih dari 80 etnis Karen telah ditangkap tahun ini, 28 di antaranya didakwa secara pidana karena "perambahan" di tanah mereka di taman, termasuk seorang anak, kata pernyataan pekan lalu oleh pakar hak asasi manusia independen PBB.

Komunitas Karen yang tinggal di hutan telah menolak upaya otoritas Thailand untuk pindah dari apa yang mereka katakan sebagai rumah leluhur mereka.

Seorang juru bicara pemerintah Thailand tidak menanggapi permintaan dari Reuters untuk mengomentari penggusuran yang dilaporkan.

"Masyarakat adat yang telah tinggal di sana selama lebih dari seratus tahun tidak memiliki hak atas tanah leluhur mereka," kata Angkhana Neelapaijit, mantan komisioner hak asasi manusia Thailand.

"Mereka menghadapi penggusuran atas nama melestarikan hutan".


Sumber: Reuters