Ukraina di antara balutan nasionalisme dan polesan Andriy Shevchenko

id Piala Eropa 2020, Timnas Ukraina,Andriy Shevchenko,berita sumsel, berita palembang, antara palembang

Ukraina di antara balutan nasionalisme dan  polesan Andriy Shevchenko

Pelatih Ukraina Andrey Shevchenko (kanan) bersama striker Roman Yaremchuk setelah pemain ini mencetak gol kedua Ukraina ketika melawan Makedonia Utara dalam pertandingan Grup C EURO di National Arena di Bucharest, Rumania, 17 Juni 2021. (AFP/MARKO DJURICA)

Jakarta (ANTARA) - Dari delapan tim yang masuk 16 besar Piala Eropa 2020, mungkin hanya Ukraina yang memuatkan dimensi dan nuansa lebih dari sekadar sepak bola.

Ketika jersey baru mereka diperkenalkan kepada publik, Rusia meradang dengan menyebutnya provokasi politik. Rusia marah karena jersey itu memperlihatkan gambar peta Ukraina yang mencakup Semenanjung Krimea yang dianeksasi Rusia pada 2014.

Rusia menganggap Krimea wilayahnya, tapi dunia, khususnya Eropa, tak pernah mengakui klaim itu.

Badan sepak bola Eropa UEFA sendiri bergeming. "Kostum tim nasional Ukraina (dan semua tim lainnya) untuk UEFA Euro 2020 sudah disetujui oleh UEFA, sesuai dengan aturan perlengkapan yang berlaku."

Kemudian, Rusia tersingkir lebih awal dari Euro 2020, sementara Ukraina tetap bertahan, dan tengah menantikan pertemuan dengan Inggris dalam perempat final, Minggu dini hari pekan ini.

Beberapa saat setelah Ukraina mengalahkan Swedia dalam pertandingan 16 besar Euro 2020 berkat gol dramatis pemain pengganti Artem Dovbyk, Rabu dini hari lalu, jutaan rekan sebangsanya membanjiri media sosial untuk mengirim ucapan selamat dan sekaligus menyampaikan pesan-pesan patriotis.

Seolah sudah meraih trofi Euro, semua orang bersuka cita merayakan kemenangan itu, mulai dari Presiden Volodymyr Zelenskyy, sampai pujangga Andrei Kurkov yang terkenal itu. Sehari setelah kemenangan itu, para menteri dalam rapat kabinet pemerintah Ukraina kompak mengenakan jersey Ukraina yang diprotes Rusia itu.

Banyak warga Ukraina yang sebenarnya tidak terlalu mempedulikan olahraga ini, apalagi keindahan permainan sepak bola.

Tapi malam itu mereka serempak tumpah ruah ke ruang publik dan ruang siber sampai tengah malam guna merayakan sukses timnas mereka sampai ke perempat final Euro 2020. Bagi mereka, sukses Euro 2020 itu bukan lagi soal sepak bola semata.

Mereka menggunakan Euro 2020 untuk mengekspresikan nasionalisme mereka setelah apa yang dilakukan tetangganya Rusia terhadap mereka. Pertama menganeksasi Krimea pada 2014, kemudian memprovokasi perang pemisahan diri wilayah Donbas di Ukraina timur.

Perselisihan Rusia dengan Ukraina sendiri sudah terjadi sejak berabad-abad lampau. Ukraina menjadi pihak yang merasa paling dimarjinalisasi oleh Rusia, baik sebelum era Uni Soviet maupun setelah era itu.


Transformasi besar

Dan timnas Ukraina membuat aspirasi nasionalisme itu semakin keras, apalagi setelah terjadi transformasi besar pada timnas Ukraina sejak seorang legenda memoles tim Ukraina menjadi kekuatan baru sepakbola Eropa yang menjanjikan.

Dan legenda itu adalah Andriy Shevchenko, peraih Ballon d'Or 2004.

Bersama Oleg Blokhin dan Igor Belanov, nama Shevchenko sangat dekat akrab di telinga penggemar sepak bola di mana pun, termasuk di Indonesia, apalagi penggemar AC Milan dan Chelsea, karena sang legenda pernah bermain dan mempersembahkan sejumlah gelar kepada dua klub raksasa Eropa itu.

15 tahun lalu pada Piala Dunia 2006, Shevchenko pula yang memimpin Ukraina sampai perempatfinal yang merupakan pencapaian paling tinggi negeri itu dalam turnamen besar sepakbola sejauh ini. Mereka kalah oleh Italia, negara yang kini menjadi tempat mereka menjalani perempatfinal Euro 2020 melawan Inggris.

Shevchenko adalah orang yang sama yang memimpin Ukraina ke perempat final Euro 2020. Bedanya, sekarang dia memimpin dalam status pelatih, yang sudah dia emban sejak Juli 2016.

Walaupun gagal membawa Ukraina ke Piala Dunia 2018 di Rusia yang bisa menjadi ajang lebih kuat lagi dalam mempromosikan nasionalisme Ukraina, Shevchenko dianggap sebagai tokoh yang mereformasi sepak bola Ukraina, walaupun awalnya menolak melatih negaranya.

Salah satu faktor dia dipilih melatih Ukraina adalah kepemimpinannya.

"Suatu saat saat kami menghadapi Georgia pada kualifikasi Piala Dunia 2006. Sebelum laga itu, manajer Oleg Blokhin mengumumkan sebelas pemain pertama dan memberi instruksi kepada kami. Lalu, setelah pertemuan itu, Shevchenko memberikan instruksinya sendiri. Kami menang 2-0. Sheva dan saya masing-masing mencetak satu gol," kenang Oleksiy Byelik, mantan rekan satu tim Shevchenko saat masih pemain.

"Dia selalu menjadi pemimpin," kata Byelik seperti dikutip BBC. " Itulah mengapa tidak mengejutkan dia menjadi pelatih."

Sejak awal kepemimpinan Shevchenko sudah mengesankan banyak orang, khususnya saat menjanjikan perubahan gaya bermain tim dari yang sebelum ini mengandalkan serangan balik dan pertahanan, menjadi tim yang mengendalikan permainan dan mengalir menyerang.

Dia berhasil membentuk tim yang tepat untuk ambisinya itu, yang terbantu oleh sukses Ukraina dalam menjuarai Piala Duia U20 pada 2019.


Muda nan ambisius

Tidak seperti Swiss yang dipenuhi legiun Bundesliga misalnya, Shevchenko merekrut pemain-pemain muda yang kebanyakan produk liga domestik, khususnya dari Shakhtar Donetsk dan Dynamo Kyiv.

Dari 26 pemain dalam skuad Ukraina, hanya ada 6 produk luar liga Ukraina, termasuk Oleksandr Zinchenko dari Manchester City dan Andriy Yarmolenko dari West Ham United.

Yang membuat Ukraina kini optimistis kepada masa depan timnasnya adalah skuad mereka diisi oleh bakat-bakat muda yang akan terus menanjak dalam turnamen-turnamen berikutnya. Shevchenko bahkan memiliki tiga pemain remaja yang merupakan paling banyak dibandingkan tim mana pun dalam Euro 2020.

Ketiganya adalah Illya Zabarnyi yang sudah dipercaya sebagai starter di jantung pertahanan, dan duo Shakhtar Donetsk, Anatoliy Trubin dan Heorhiy Suadkov, yang diperkirakan semakin matang saat Euro 2024. Selain itu, 11 pemain Ukraina lainnya berumur rata-rata 25 tahun atau di bawahnya.

Mereka tidak hanya berbakat dan terampil, namun juga sangat ambisius. Ketiga hal ini membuat perjalanan mereka begitu mengesankan.

Buktinya, selama kualifikasi Euro 2020, Ukraina menjadi tim tak terkalahkan dalam delapan pertandingan. Ukraina juga tak terkalahkan sepanjang 2019.

Kini Ukraina menantang Inggris dalam perempat final Euro 2020 di Estadio Olimpico. Dan Shevchenko yang selalu menekankan kepada pemain-pemainnya bahwa mereka bisa mengalahkan siapa pun, tak gentar menghadapi Inggris yang telah menyumpal Jerman sang spesialis turnamen, dalam 16 Besar.

“Inggris memang tim yang hebat. Mereka sulit sekali dibobol tapi kekuatan mereka tak boleh membuat kami takut. Justru harus memotivasi kami karena semua hal mungkin terjadi dalam sepakbola, seperti juga dalam kehidupan,” kata Shevchenko seperti dikutip Reuters.

Kembali, seluruh Ukraina menantikan apa yang akan dilakukan pelatih berekspresi tenang tetapi bergaya elegan saat di pinggir lapangan sehingga kamera selalu tertarik menyorotnya itu.

Mereka ingin Shevchenko mencapai level sukses yang lebih tinggi lagi. Bukan hanya demi olahraga dan sepakbola, tetapi untuk hal lebih luas lagi bagi bangsa itu.

Pada masa ketika hak bernegara Ukraina terancam oleh Rusia yang tengah membangkitkan sentimen Rusia rayanya, Euro 2020 memberikan kesempatan berharga kepada negara itu dalam memperjuangkan identitas kemerdekaan dan kedaulatannya di panggung internasional.

Yang pasti kemajuan yang dicapai tim Shevchenko dalam Euro 2020 sudah menjadi narasi kebangsaan Ukraina yang ingin sekali berintegrasi dalam Uni Eropa. Dan sudah tentu juga menawarkan babak lain bagi lahirnya sebuah kekuatan baru sepak bola Eropa.