Jakarta (ANTARA) - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) belum merekomendasikan pembelajaran tatap muka (PTM) mengingat situasi pandemi COVID-19 di Tanah Air yang kembali mengkhawatirkan serta munculnya varian baru virus corona.
"Melihat situasi dan penyebaran COVID-19 di Indonesia, saat ini sekolah tatap muka belum direkomendasikan," ujar Konsultan Respirologi anak dari Satgas COVID-19 Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Nastiti Kaswandani dalam siniar Dompet Dhuafa yang dipantau dari Jakarta, Jumat.
Menurut dia persyaratan dibukanya kembali sekolah salah satunya transmisi lokal dapat terkendali ketika Positivity Rate pemeriksaan SWAB PCR sudah rendah atau kurang dari lima persen. Di samping itu, tingkat kematian juga harus menunjukkan angka penurunan.
Sejauh pemantauan IDAI, tingkat Positivity Rate jarang menyentuh angka kurang dari lima persen. Padahal jika dibandingkan dengan jumlah tes, Indonesia juga masih tergolong rendah.
"Ini yang menjadi masalah. Ketika nanti ada sekolah yang tetap memaksakan tatap muka dibuka, kita tidak bisa menghentikan sekolah dibuka terutama di daerah-daerah yang sangat keras meminta sekolah dibuka. Sehingga kita terpaksa membuat rekomendasi dan memberikan rambu-rambu agar tak memperburuk transmisi di sekolah," katanya.
Ia menjelaskan jika sekolah tatap muka tetap ingin dimulai, maka pihak penyelenggara harus menyiapkan Blended Learning (opsi metode pembelajaran). Anak dan orang tua diberi kebebasan memilih metode pembelajaran luring atau daring.
"Kalau dibuka nanti ada pilihan, jika orang tua ingin anaknya di rumah saja, guru harus bisa memfasilitasi online learning-nya. Kalau ada online dan offline anak-anak memiliki hak yang sama, perlakuan yang sama," kata dia.
Maka dari itu, ia mendesak penyelenggara mencari inovasi baru dalam proses belajar mengajar mengingat pandemi COVID-19 tidak diketahui kapan akan berakhir.
Beberapa inovasi yang bisa dilakukan seperti menggelar proses belajar mengajar di ruangan terbuka semisal taman, lapangan, atau sekolah di alam terbuka. Berdasarkan penelitian, jika aktivitas dilakukan di tempat terbuka resiko penularan lebih rendah ketimbang di ruangan tertutup.
Persiapan lainnya yakni vaksinasi. Semua guru dan pengurus sekolah yang berhubungan dengan anak harus sudah divaksinasi. Kemudian membuat kelompok belajar kecil agar jika nantinya ada yang terkonfirmasi positif maka proses pelacakan semakin mudah.
"Kalau dicampur dengan melibatkan banyak orang maka proses tracing-nya juga semakin besar. Sementara kemampuan kita untuk melakukan kontak tracing belum sebaik negara lain," kata dia.
Saat PTM juga harus diperhatikan jam masuk dan pulang secara bertahap, sehingga penumpukan anak-anak bisa diminimalisir. Apalagi naluri anak untuk berkumpul dan bermain dengan teman sebayanya begitu besar.
"Penjagaan gerbang dan pengawasan yang ketat dan disiplin guna menghindari kerumunan. Begitu juga dengan transportasi mesti diperhatikan. Hal lainnya membuat pemetaan risiko siswa-orang tua dengan komorbid. Anak dengan komorbiditas sebaiknya tetap belajar secara daring," katanya.
Berita Terkait
Pelajar di Jakarta Pusat belajar dari rumah saat pengumuman hasil Pemilu
Selasa, 19 Maret 2024 21:59 Wib
Erick sebut banyak pembelajaran di 16 besar
Minggu, 28 Januari 2024 21:32 Wib
Pembelajaran maya, antara kemudahan dan ketergantungan teknologi
Senin, 8 Januari 2024 12:02 Wib
Siswa SMP sampai TK di Jambi perpanjang masa pembelajaran via daring
Minggu, 8 Oktober 2023 19:19 Wib
Guru OKU Timur manfaatkan Google Chromebook sebagai media pembelajaran
Jumat, 26 Mei 2023 19:12 Wib
Kapolda Metro akui penanganan kasus KDRT Depok jadi pembelajaran polisi
Kamis, 25 Mei 2023 13:58 Wib
IDAI: Ancaman anak jadi korban konten negatif lebih besar saat Pembelajaran Jarak Jauh
Rabu, 13 Juli 2022 16:53 Wib
Ujian semester siswa SMP di Pelambang manfaatkan kecanggihan teknologi
Senin, 6 Juni 2022 13:23 Wib