Sekayu (ANTARA) - Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, mendorong penghiliran komoditas karet dan sawit untuk mendongkrak perekonomian daerah di tengah pemulihan akibat COVID-19.
Bupati Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex di Sekayu, Selasa, mengatakan, Kabupaten Muba sejauh ini menghasilkan aspal karet dan minyak sawit jenis Industrial Vegetable Oil (IVO) sebagai produk turunan dari komoditas karet dan sawit.
“Muba sudah melakukan transformasi ekonomi yakni bukan hanya menjual barang mentah tapi kini sudah menghilirkan karet dan sawit dengan beragam program yang terintegrasi dari sisi hulu hingga hilir,” katanya.
Tujuan dari transformasi ekonomi ini tak lain untuk mendapatkan nilai tambah karena selama ini para petani rakyat sangat tergantung dengan harga di pasar ekspor.
Namun dengan adanya hilirisasi, maka harga dapat terkerek naik karena adanya serapan dalam negeri.
Petani setempat mampu menikmati harga lateks Rp21.000 per kg setelah dilakukan pengolahan oleh Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar, sementara sebelumnya jika hanya menjual bahan olahan karet (bokar) hanya berkisar Rp9.000—Rp10.000 per kg.
Sementara untuk IVO, rencananya penyerapan produk hasil petani sawit Muba ini akan mulai dilakukan pada 2021 untuk menyuplai kebutuhan kilang RU III Plaju, Sumatera Selatan.
“Untuk aspal karet sendiri, Muba sudah bisa menyuplai kebutuhan untuk bahan baku pembangunan jalan nasional di Sumatera, sementara untuk IVO nanti kami akan menyuplai ke Pertamina karena saat ini sudah dihasilkan B30,” kata dia.
Musi Banyuasin bertekad merealisasikan hilirisasi komoditas ini karena hampir 80 persen penduduknya menggantungkan hidup pada sektor ini.
Berdasarkan data pemkab, luas perkebunan karet rakyat mencapai 459.032 hektare, perusahaan 7.361 hektare, sementara perkebunan kelapa sawit rakyat 141.192 hektare dan perusahaan 302.279 hektare.
Namun untuk mewujudkannya bukan perkara mudah. Kepala Bappeda Kabupaten Musi Banyuasin Iskandar mengatakan bukan hanya keterbatasan infrastruktur yang menjadi kendala saat ini, tapi juga mengubah budaya petani karet.
Petani setempat harus bermigrasi dari sekadar mengumpulkan getah kemudian mengeringkannya untuk dijadikan bokar, kemudian beralih membuat lateks itu terbilang bukan perkara mudah.
Selama ini mereka terbiasa membuat bokar, yakni mengumpulkan getah dengan cara menyadap, kemudian dikeringkan selama tiga pekan untuk mendapatkan bokar dengan tingkat kekeringan 60 persen.
Namun, untuk memproduksi lateks, petani harus menyadap di pagi hari dengan memastikan getah itu bersih (tanpa bercampur kotoran) sehingga ketika dimasukkan dalam mesin centrufuge cepat dilakukan proses pemisahan airnya, lebih kurang hanya satu hari.
“Ini yang terus kami edukasikan ke petani, dan sejauh ini sudah ada 200 petani yang beralih membuat lateks,” katanya.
Berita Terkait
Karantina Sumsel dan importir Tiongkok tinjau kebun kopi Pagaralam
Senin, 22 April 2024 16:57 Wib
Balai Karantina Sumsel dampingi ekspor ubur-ubur Sungsang ke Tiongkok
Selasa, 2 April 2024 15:14 Wib
Presiden Jokowi: Harga pangan di Kalimantan sama dengan di Jawa
Kamis, 21 Maret 2024 14:07 Wib
Mendag: Kopi robusta Lampung Barat komoditas ekspor terkenal di dunia
Kamis, 25 Januari 2024 16:45 Wib
Sumsel ekspor komoditas perkebunan dan perikanan
Sabtu, 9 Desember 2023 10:33 Wib
Kemendag kenalkan buku direktori ekspor andalan asal Indonesia timur
Rabu, 25 Oktober 2023 10:40 Wib
Pemkab OKU jaga harga kebutuhan pokok agar tetap stabil
Sabtu, 21 Oktober 2023 19:16 Wib
Bursa komoditas CPO sebaiknya bukan mandatori
Selasa, 11 Juli 2023 12:43 Wib