OJK: Literasi dan inklusi keuangan di Papua rendah

id OJK Papua,literasi keuangan papua,inklusi keuangan,keuangan papua,moneter di papua

OJK: Literasi dan inklusi keuangan di Papua rendah

Kepala Kantor OJK Provinsi Papua dan Papua Barat Adolf Fictor Tunggul Simanjuntak (ANTARA/Hendrina Dian Kandipi)

Jayapura (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Papua dan Papua Barat menyebut literasi dan inklusi keuangan yang masih rendah menjadi salah satu alasan mengapa kegiatan investaai bodong dan fintech ilegal masih marak di wilayahnya.

Kepala Kantor OJK Provinsi Papua dan Papua Barat Adolf Fictor Tunggul Simanjuntak di Jayapura, Selasa, mengatakan sebenarnya ada tiga alasan, salah satunya yakni tingkat pemahaman keuangan atau indeks literasi masih rendah.

"Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan pada 2019, Papua dan Papua Barat termasuk dalam provinsi dengan indeks literasi dan inklusi keuangan di bawah indeks nasional," katanya.

Menurut Adolf, tingkat pemahaman keuangan atau indeks literasi secara nasional adalah 38,03 persen, sedangkan Papua dan Papua Barat berturut-turut sebesar 29,13 persen dan 28,87 persen, sementara itu, tingkat penggunaan atau akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan (indeks inklusi) secara nasional sebesar 76,19 persen, sedangkan Papua dan Papua Barat berturut-turut sebesar 60,89 persen dan 59,84 persen.

"Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Papua dan Papua Barat belum begitu memahami tentang produk-produk dan layanan jasa keuangan baik pada sektor perbankan, pasar modal maupun pada industri keuangan non bank," ujarnya.

Dia menjelaskan alasan kedua yakni oknum menangkap adanya peluang, selain semakin majunya teknologi, adanya pemintaan yang besar dari masyarakat (baik untuk investasi maupun meminjam secara mudah dan cepat) memunculkan adanya peluang untuk penyalahgunaan kemajuan teknologi informasi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

"Demi meraup keuntungan besar, oknum mengelabui masyarakat melalui tawaran investasi atau financial technology (fintech) ilegal, meskipun OJK melalui Satuan Tugas Waspada Investasi telah menutup ribuan praktik investasi maupun fintech ilegal, namun mereka kerap kali bermunculan silih berganti dengan modus mereplikasi situs atau website investasi dan fintech ilegal menggunakan tampilan (interface) baru sehingga dapat mengelabui masyarakat," katanya lagi.

Dia menambahkan alasan ketiga perilaku masyarakat yang kurang bijak dalam berinvestasi dan kurang berhati-hati dalam meminjam, OJK melihat adanya kecenderungan perilaku masyarakat yang kurang bijak dalam berinventasi dan cenderung mudah tergiur dengan iming-iming imbal hasil yang tinggi, kemudian, bagi kelompok masyarakat yang mencari sumber pembiayaan atau sebagai peminjam, juga berperilaku kurang hati-hati tanpa berpikir panjang sehingga terjerat fintech ilegal dengan biaya atau bunga di luar batas kewajaran dan kemampuan.

"Sehubungan dengan hal itu, OJK mengingatkan kepada masyarakat sebelum berinvestasi agar senantiasa menerapkan 2L (Legal dan Logis), di mana legal atau selalu pastikan bahwa pihak yang menawarkan investasi telah memiliki izin dari otoritas yang berwenang dan pastikan bahwa produk dan layanan yang ditawarkan juga memiliki izin, sedangkan logis atau pastikan benefit dari produk atau layanan yang ditawarkan masuk akal dan tidak terdapat indikasi penipuan," ujarnya.