Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) Sri Yusnita Irda Sari mengemukakan kepatuhan pengusaha depot air minum isi ulang memenuhi standar mutu produksi masih sangat rendah.
"Depot air minum isi ulang ini merupakan usaha kecil, 80 persen hanya memiliki satu hingga tiga karyawan," kata Yusnita dalam webinar tentang air bersih yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) diikuti di Jakarta, Senin.
Sri mengatakan 70 persen pelaku usaha berdasarkan hasil studi dilaporkan hanya menjalankan usaha mereka kurang dari sepuluh tahun.
Bahkan hasil studi pihaknya menyebutkan bahwa kepatuhan pengusaha dalam memenuhi sejumlah kriteria mutu air masih sangat rendah.
"Hanya 41,5 persen depot yang memiliki sertifikat pelatihan, 26,6 persen memiliki izin usaha," katanya.
Sri mengatakan hanya 17,9 persen pengusaha depot air minum isi ulang yang memiliki sertifikat Laik Higiene Sanitasi (LHS), serta 10,5 persen saja yang patuh pada peraturan pemeriksaan laboratorium secara reguler.
Menurut Sri, standar prosedur operasional dalam menjalankan usaha juga menjadi salah satu barometer penilaian dalam menghasilkan air minum yang berkualitas. "Hanya 12,2 persen yang memiliki standard prosedur operasional dalam menjalankan usahanya," katanya.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasionel (Susenas) 2015, kata Sri, sebanyak 41 persen populasi menggunakan air minum isi ulang.
Pada kurun 1997 hingga 2008, pertumbuhan usaha depot air minum isi ulang di DKI Jakarta bertambah hingga hingga mencapai 800 persen.
Sri menambahkan para pengusaha depot memproduksi air dengan mengandalkan kombinasi sinar ultra violet (UV), ozone serta reverse osmosis (RO) dengan harga per galon mulai dari Rp2.601 hingga Rp3.714.
"Air isi ulang kalau menggunakan satu metode pengolahan bagus, kalau memakai metode lain jadi kurang bagus menghasilkan air yang berkualitas," katanya.
Selain itu, kata Sri, diperlukan metode baru pembersihan galon sebab peralatan yang digunakan saat ini cenderung menimbulkan rekontaminasi kuman.
"Pada alat pembersih galon masih ditemukan kuman yang dapat memicu rekontaminasi pada air. Upaya menghilangkan kontaminasi bisa dengan pengolahan secara koagulasi dan absorbsi," ujarnya.
Konsumen juga dituntut memiliki keberanian dalam menanyakan sertifikat yang dimiliki pengusaha depot air minum isi ulang.
"Perlu kesadaran dari pengusaha dan juga perlu pengawasan pemerintah. Masyarakat juga harus mulai berani sekarang. Harus bisa melaporkan kalau ada pelanggaran," ujarnya.
Berita Terkait
Diananda dan Arif Dwi perbanyak konsumsi air putih selama Ramadhan
Selasa, 26 Maret 2024 13:14 Wib
Benarkah lele yang disebar ke saluran air mampu cegah DBD, ini argumennya
Selasa, 26 Maret 2024 4:05 Wib
Istilah-istilah seputar ASI
Jumat, 22 Maret 2024 19:17 Wib
Musisi Franki harapkan presiden terpilih benahi industri musik
Kamis, 21 Maret 2024 18:58 Wib
Bandara Atung Bungsu Pagar Alam kembali beroperasi, Susi Air terbangi dari Palembang dan Bengkulu
Senin, 18 Maret 2024 23:00 Wib
Kodam Sriwijaya bangun saluran air untuk optimalkan pemanfaatan lahan rawa
Selasa, 12 Maret 2024 15:03 Wib
Mesjid di Natuna peroleh pelayanan air gratis
Selasa, 12 Maret 2024 11:02 Wib
KNKT rilis laporan insiden pilot-kopilot tertidur
Sabtu, 9 Maret 2024 13:15 Wib