Studi IWI: Produksi depot air minum isi ulang belum penuhi standar mutu

id Depot, Indonesia Water Institute, air isi ulang

Studi IWI: Produksi depot air minum isi ulang belum penuhi standar mutu

Pendiri dan Pimpinan Indonesia Water Institute, Firdaus Ali, saat memberikan pemaparan pada webinar air bersih yang diselenggaran Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Senin (19/4/2021). (ANTARA/Andi Firdaus).

Jakarta (ANTARA) - Indonesia Water Institute (IWI) melaporkan produksi air minum isi ulang pada sejumlah depot yang dilakukan uji sampel, mayoritas dinyatakan belum memenuhi standar mutu kesehatan yang ditetapkan pemerintah.

Pendiri dan Pimpinan Indonesia Water Institute, Firdaus Ali, mengatakan uji sampel itu dilakukan di sejumlah depot yang berada di Tamangapa (Kota Makassar), Kabupaten Ponorogo, Banymanik (Semarang) dan di Kota Tomohon (Sulawesi Utara).

"Studi kualitas bakteriologis pada depot air minum isi ulang di depot Tamangapa, Kota Makassar ada 21 sampel yang diteliti, hanya tiga yang memenuhi syarat kualitas bakteriologis sesuai Permenkes No 492/Menkes/per/IV/2010," katanya dalam acara webinar yang diselenggarakan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Senin.

IWI juga melakukan uji cemar mikroba air minum isi ulang dari depot air minum di wilayah Kabupaten Ponorogo. "Hasil uji angka lempeng total dan uji 'most probable number' (MPN) 'eschericia coli' pada air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Ponorogo, Kabupaten Ponorogo tidak memenuhi persyaratan SNI 01-3553-2006," katanya.

Sementara dari segi kebersihan dan kelayakan sanitasi yang dimiliki depot air minum di Kecamatan Banymanik, Semarang juga dilaporkan tidak memenuhi syarat kesehatan.


"Air minum isi ulang sebagian besar tidak memenuhi syarat kesehatan berdasarkan status 'colifrom' dan terkontaminasi 'escherichia coli' sebanyak 27 dari 35 sampel atau 77,1 persen," katanya.

Tim peneliti melakukan identifikasi bakteriologi air minum isi ulang di depot Tomohon Selatan menggunakan metode 'most probable number' (MPN).

Hasil penelitian pada kualitas bakteriologis tidak memenuhi syarat, karena masih terdapat enam depot air minum, dari total tujuh depot yang ditinjau, mengandung bakteri 'coliform' dan mengandung bakteri 'e.coli'.

"Dibutuhkan kecerdasan konsumen mengawasi kualitas air kemasan, salah satunya dengan memperhatikan benda-benda yang melayang di dalam kemasannya," katanya.

Pria yang juga menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang Sumber Daya Air itu mengatakan air bening bukan jaminan layak untuk konsumsi.

"Ada kandungan bahan pencemar yang hanya bisa dideteksi alat laboratorium. Ini domain Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)," katanya.