Anggota DPR RI Riezky Aprilia: Sumsel raksasa pangan yang tertidur

id anggota dpr ri,pangan

Anggota DPR RI Riezky Aprilia: Sumsel raksasa pangan yang tertidur

Anggota DPR RI Riezky Aprilia. (ANTARA/Dolly Rosana/21)

Palembang (ANTARA) - Anggota DPR RI Riezky Aprilia meminta pemerintah mengoptimalkan potensi pertanian Sumatera Selatan karena daerah ini memiliki keunggulan, di antaranya memiliki ratusan ribu Hektare lahan yang belum digarap petani.

“Bisa dikatakan Sumsel ini raksasa pangan yang sedang tertidur,” kata Riezky di Palembang, Senin.

Jika potensi ini dapat dioptimalkan terutama di daerah-daerah yang memiliki keunggulan maka produksi pertanian akan naik secara signifikan. Sehingga, Indonesia tak perlu lagi mengimpor beras seperti yang direncanakan saat ini sebanyak 1 juta ton.

Kemampuan itu salah satunya dimiliki Provinsi Sumatera Selatan yang mampu memproduksi 2,69 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) pada 2020, bahkan sudah surplus 2,07 juta ton beras.

Pada 2020, Sumsel berada pada urutan kelima untuk produksi gabah secara nasional yakni 2,6 juta ton GKG, atau masih di bawah Sulawesi Selatan dengan 4,6 juta ton GKG, Jawa Barat 9,0 juta ton GKG, Jawa Tengah 9,6 juta ton GKG dan Jawa Timur 9,9 juta ton GKG.

Salah satu yang dapat dilakukan yakni peningkatan indeks penanaman karena setiap musim tanam kedua (April-September) hanya sekitar 23 persen dari luas lahan sawah yang digarap lagi petani.

Baca juga: Sumatera Selatan target produksi 3,1 juta ton GKG tahun 2021

Selain itu, sebanyak 2 juta Ha lahan rawa di Sumsel diketahui yang termanfaatkan hanya 17 persennya.

Padahal, jika keunggulan sisi ketersediaan lahan ini dioptimalkan dengan memperbaiki tata kelola air melalui sistem kanalisasi dan pompanisasi maka produksi pertanian Sumsel akan meningkat. Namun sejauh ini, Sumsel hanya menargetkan 3,1 juta GKG pada 2021.

Ia tak menyangkal bahwa beragam persoalan masih terjadi di sektor pertanian ini namun jika semua pihak mau bersinergi maka impor beras tidak perlu dilakukan negeri ini.

Persoalan itu harus diselesaikan, mulai dari sisi hulu hingga hilirnya.

“Saya menilai harus ada zonasi atau klaster pertanian berdasarkan potensi kabupaten/kota, kemudian hilirisasi juga perlu didorong agar petani dapat nilai tambah. Tentunya perlu juga dukungan infrastruktur yang memadai,” kata dia.

Untuk itu, kementerian terkait juga diminta berkolaborasi dengan banyak pihak demi menyelamatkan produktivitas pangan ini, apalagi pandemi COVID-19 masih terjadi.

"Apabila pemerintah pusat secara serius dan sistematis membangun jejaring hingga ke tingkat desa, maka sejatinya impor beras tidak perlu dilakukan,” kata dia.

Menurutnya, setiap pihak harus mengentikan ego sektoral karena saat ini dibutuhkan kesamaan dalam membuat political will agar petani dapat merasakan manfaatnya.

Baca juga: Sumatera Selatan dorong peningkatan intensitas pertanaman padi