Jaksa Pinangki: "action plan" berasal dari Andi Irfan Jaya

id pinangki sirna malasari ,suap,kejaksaan agung,mahkamah agung,djoko tjandra,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara su

Jaksa Pinangki: "action plan" berasal dari Andi Irfan Jaya

Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Sirna Malasari (kiri) berbincang dengan kuasa hukumnya saat mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/1/2021). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan saksi yang hadir secara fisik dan virtual yang dihadirkan oleh kuasa hukum. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc. (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Jakarta (ANTARA) - Jaksa Pinangki Sirna Malasari menyebut "action plan" untuk terpidana kasus korupsi "cessie" Bank Bali Djoko Soegiarto Tjandra berasal dari rekannya, pengusaha Andi Irfan Jaya.

"Pertama, saya tidak buat 'action plan', saya tidak minta dibuatkan 'action plan', tetapi bulan Februari 2020 itu saya pernah 'di-forward' oleh Andi Irfan," kata Pinangki dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

"Action plan" yang dimaksud terdiri dari 10 tahap pelaksanaan untuk meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) atas putusan Peninjauan Kembali (PK) Djoko Tjandra dengan mencantumkan inisial "BR" sebagai pejabat di Kejaksaan Agung dan dan "HA" selaku pejabat di MA.

Biaya pelaksanaan "action plan" itu awalnya 100 juta dolar AS namun Djoko Tjandra hanya menyetujui 10 juta dolar AS.

"Kemudian 'action plan' itu saya 'forward' lagi ke Anita (Kolopaking). Anita mengatakan itu adalah 'action plan' yang ditolak Djoko Tjandra pada Desember 2019, jadi waktu itu kita membahas mengenai penolakan bulan Desember tapi saya tidak membaca detailnya," tambah Pinangki.

Atas pernyataan Pinangki itu, Jaksa Penuntut Umum meminta untuk menceritakan terkait penolakan "action plan" lebih dulu sebelum dikirim.

"Yang mengirim kan bukan saya Pak," jawab Pinangki.

Pinangki mengaku membawa rekannya Andi Irfan Jaya untuk bertemu dengan Djoko Tjandra di kantornya di Kuala Lumpur, Malaysia, pada 25 November 2019. Pertemuan itu juga dihadiri oleh advokat Anita Kolopaking.

Terkait hal tersebut, dalam nota pembelaan (pledoi), Andi Irfan juga membantah telah membuat "action plan" tersebut.

Dalam perkara ini jaksa Pinangki didakwa dengan tiga dakwaan yaitu pertama dakwaan penerimaan suap sebesar 500 ribu dolar AS (sekitar Rp7,4 miliar) dari terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra.

Kedua, dakwaan pencucian uang yang berasal dari penerimaan suap sebesar 444.900 dolar atau sekitar Rp 6.219.380.900 sebagai uang pemberian Joko Tjandra untuk pengurusan fatwa ke MA.

Ketiga, Pinangki didakwa melakukan pemufakatan jahat bersama dengan Andi Irfan Jaya dan Joko Tjandra untuk menyuap pejabat di Kejagung dan MA senilai 10 juta dolar AS.