BBM Satu Harga Buka Keterisolasian Nibung

id BBM,BBM Satu Harga,SPBU BBM Satu Harga,Kabupaten Musi Rawas Utara,Kabupaten Muratara

BBM Satu Harga Buka Keterisolasian Nibung

Warga mengisi BBM di SPBU Desa Jadi Mulya, Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara, Provinsi Sumatera Selatan, (11/9/2020). (ANTARA/Dolly Rosana/20)

Adanya SPBU ini benar-benar membantu kami, apalagi tidak pernah ‘mutus’ selalu tersedia
Palembang (ANTARA) - Bertahun-tahun penduduk Desa Jadi Mulya berkutat pada kesulitan mendapatkan Bahan Bakar Minyak, hingga tak jarang memaksa mereka ke provinsi tetangga yang berjarak sekitar 120 Kilometer.

BBM terpaksa menjadi buruan warga desa di Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara, Provinsi Sumatera Selatan ini demi menjual hasil perkebunan yang menjadi tumpuan penghidupan.

Hadirnya Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang menerapkan program BBM Satu Harga sejak dua tahun lalu telah mengubah wajah desa yang berada di kawasan perbatasan Sumsel dengan Provinsi Jambi itu.

“Sejak ada SPBU ini, sudah ada pengolahan sampah di desa kami. Selain itu, warga mulai berani mengembangkan usaha lain seperti ubi racun,” kata Achmad Faruk, warga setempat yang dijumpai di desanya, (11/9/2020).

Penduduk Desa Jadi Mulya mayoritas berprofesi sebagai pekebun karet dengan rata-rata memiliki lahan garapan seluas 2-4 Hektare (Ha), yang terbilang cukup untuk menyejahterakan keluarga.

Bukan suatu yang ganjil jika setiap rumah di desa itu memiliki setidaknya satu hingga dua unit kendaraan roda empat lantaran harga komoditas ekspor ini cukup menjanjikan pada era tahun 90-an hingga 2000-an. Bahkan sempat ‘booming’ pada tahun 2005 dan 2010.

Kesejahteraan pun semakin bertambah lantaran sebagian besar warga desa juga memiliki kebun sawit yang menyuplai sejumlah pabrik pengolahan di sana.

Walau tergolong berkecukupan, namun desa ini selama puluhan tahun dihadapkan persoalan transportasi dan keamanan sehingga tak dapat mengelak dari keterisolasian.

Ini karena jalan penghubung antardesa terbilang seadanya, hanya hamparan tanah liat. Walau di kemudian hari, dilakukan pengaspalan tapi kondisinya tetap tidak memadai hingga kini karena sebagian besar berlubang.

Belum lagi, sudah menjadi rahasia umum di masyarakat Sumsel bahwa jalur transportasi Kecamatan Nibung itu rawan perampokan sehingga hanya pihak-pihak tertentu saja yang ‘berani’ melintasi desa yang berjarak sekitar 100 Kilometer dengan kota terdekat, Kota Lubuklinggau itu.

Walhasil, adanya kebutuhan yang tinggi terhadap BBM tak ayal membuat Kecamatan Nibung menjadi lahan bisnis empuk untuk penjualan minyak ilegal.

Untuk menghadapi beragam persoalan itu, para pekebun karet harus bersiasat demi mengangkut hasil produksi kebun ke pengepul di wilayah lain. Pada umumnya, mereka memiliki mobil sejenis Hardtop untuk mengangkut bantalan getah karet kering supaya bisa melintasi medan berat transportasi menuju Jambi.

Bukan hanya memiliki kendaraan yang bisa diandalkan untuk melintasi tanah becek, mereka juga harus memiliki langganan pengecer bahan bakar ilegal demi mengganjal kebutuhan harian di saat krisis BBM melanda.

Jika tidak mendapatkan suplai BBM dari pengecer yang datang di desanya, maka tak ada pilihan lain selain memacu kendaraan sejauh 50 Kilometer ke Muara Rupit, atau lebih jauh lagi hingga 120 Kilometer ke Sarolangun, Jambi. Tentunya warga akan membawa beberapa buah jerigen kosong, plus berkiat mengisi penuh tangki BBM kendaraannya.

Lantas, jangan ditanya mengenai harga dan kualitas BBM yang didapatkan itu karena sudah dipastikan tidak menyamai dengan yang dijual di SPBU resmi yang ada di perkotaan, Kota Lubuklinggau.

Faruk mengisahkan pernah desanya dihadapkan krisis energi pada tahun 1997 hingga harga bensin mencapai Rp15.000 per liter untuk jenis solar dan Rp20.000 per liter untuk jenis premium.

“Karena waktu itu butuh, ya terpaksa dibeli juga walau mahal. Sebab itu, warga di sini sempat tak percaya saat SPBU akan dibangun di Nibung. Terlebih lagi harga jual sama dengan di kota, tapi itulah kenyataannya, kami senang,” kata dia.

Muhammad Yani, pengelola SPBU program BBM Satu Harga di Desa Jadi Mulya Kecamatan Nibung mengatakan bukan perkara mudah untuk menjalankan bisnis SPBU-nya pada saat awal pendiriannya.

SPBU yang didirikan pada akhir November 2018 di bekas lahan karet itu berada di desa yang sulit diakses transportasi. Fasilitas pendukung lainnya seperti listrik juga belum tersedia, sehingga operasional SPBU harus menggunakan genset untuk melayani warga dari pukul 07.00—17.00 WIB.

Belum lagi mereka harus berhadapan dengan strategi oknum pengecer BBM Ilegal yang mengajak ‘perang harga’.

“Pada awal-awal kami cuma bisa jual 100 liter setiap hari, karena minyak ilegal masih banyak masuk di desa ini. Saat itu, saya pikir jika begini terus, bagaimana bisa untung. Coba bayangkan, satu drum (200 liter) hanya dijual mereka Rp300 ribu di sini,” kata dia.

Ternyata, seiring dengan sinergi antara Pertamina dan pihak Kepolisian akhirnya perdagangan minyak ilegal bisa diberantas di Kecamatan Nibung. Suplai BBM Ilegal dari penyulingan tradisional di kawasan Sungai Regit, Musi Banyuasin menjadi terhenti dengan sendirinya karena tak ada lagi yang berminat.

Kini peredarannya telah kandas berkat program BBM Satu Harga ini, yang mana harga Premium Rp6.450 per liter dan Solar Rp5.150 per liter itu sama dengan harga jual di SPBU yang ada di kota.

Sebelum ada SPBU dengan program BBM Satu Harga ini, warga membeli BBM ke pengecer ilegal, untuk Pertalite senilai Rp10.000 per liter, sementara Premium Rp8.000—Rp9.000 per liter.

Faktor pendukung lainnya yang cukup berperan dalam menghilangkan BBM ilegal itu karena Pertamina juga gencar melakukan sosialisasi ke warga bahwa kualitas BBM yang dijual di SPBU jauh lebih baik.

“Lama-lama mereka beralih, apalagi memang sudah menjadi rahasia umum di sini jika kendaraan tidak ada yang tahan lama. Mesin mudah rusak karena pakai minyak sulingan,” kata dia.

Sales Branch Manager Lubuk Linggau PT Pertamina Adamilyara Aqil mengatakan Pertamina menyuplai setiap hari kebutuhan SPBU di Kecamatan Nibung itu sebanyak 9-11 Kiloliter (KL) untuk semua produk meliputi Premium, Pertalite, Dexlite dan Biosolar.

Dibutuhkan waktu sekitar empat jam bagi kendaraan tangki BBM milik Pertamina untuk mencapai SPBU di Desa Jadi Mulya ini dari depot pengisian BBM di Lubuklinggau. Waktu relatif lama itu karena mobil tangki harus menempuh jarak sejauh 120 Km dengan melalui jalan yang sebagian besar berlubang.

“Medan yang dilalui cukup berat, karena jalannya seadanya. Apalagi jika hujan lebat,” kata Akil.

Sejak menjalankan program BBM Satu Harga ini, Pertamina berkewajiban memenuhi kebutuhan kuota setiap SPBU yang berada di daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T).

Praktis, pengiriman BBM itu dilakukan setiap hari, salah satunya ke SPBU di Kecamatan Nibung ini.

Pertamina menyadari pemenuhan kebutuhan BBM ini tak lain untuk mendukung aktivitas ekonomi masyarakat Kecamatan Nibung yang terdiri dari 11 desa berpenduduk sekitar 30.000 jiwa ini.

Dalam misi pelayanan ke masyarakat ini, Pertamina bekerja sama dengan para investor untuk membangun SPBU tersebut dengan membuka pendaftaran secara terbuka di laman resmi Pertamina.

Sementara untuk penentuan titik lokasi SPBU-nya menjadi kewenangan pemerintah dan BPH Migas, seperti penentuan SPBU di Kecamatan Nibung ini.

“Tahun ini juga akan dibangun satu SPBU BBM Satu Harga lagi di Musi Rawas Utara, tepatnya Kecamatan Rawas Ilir. Harapan pada akhir November 2020 sudah operasi,” kata dia.


Penggerak Ekonomi

Supriyono, Tokoh Masyarakat Kecamatan Nibung, mengatakan kehadiran SPBU ini telah mengubah wajah Kecamatan Nibung dari daerah terisolasi menjadi daerah terbuka.

Selama ini warga setempat harus menuju Singkut, Jambi yang jaraknya berpuluh-puluh kilometer untuk mendapatkan BBM. Itu pun, BBM Ilegal yang kualitasnya tidak terjamin.

“Adanya SPBU ini benar-benar membantu kami, apalagi tidak pernah ‘mutus’ selalu tersedia,” kata dia.
 
Petani karet membawa hasil getah yang sudah dikeringkan melintasi jalan poros di Desa Jadi Mulya, Kecamatan Nibung, Kabupaten Musi Rawas Utara, Provinsi Sumatera Selatan, (11/9/2020). (ANTARA/Dolly Rosana/20)


Bukan hanya mendapatkan BBM dengan mudah, harganya juga terjangkau seperti layaknya harga yang diterapkan Pertamina di perkotaan.

Sebelumnya, warga terpaksa membeli minyak dari pengecer BBM ilegal yang mutunya tidak terjamin. Harganya pun terbilang tinggi, bisa mencapai dua kali lipat dari harga resmi.

“Akibatnya motor cepat rusak, baru dua tahun sudah rusak mesinnya,” kata dia.

Namun, sejak adanya SPBU ini tak hanya perdagangan minyak ilegal yang lenyap dengan sendirinya, geliat ekonomi sektor perkebunan karet dan sawit juga semakin terasa.

Ini terlihat nyata karena jalan poros yang persis berada di depan SPBU Desa Jadi Mulya, kini ramai oleh lalu lalang truk-truk pengangkut komoditas. Jalan poros ini pun tak lagi sebatas dimanfaatkan warga Nibung, tapi warga di dua kecamatan lainnya, yakni Kecamatan Rawas Ilir dan Kecamatan Paung (persiapan) yang menjadikannya sebagai akses ekonomi.

Sehingga wajar saja jika warga setempat dapat bertahan selama pandemi COVID-19 ini. Daya beli masyarakat masih terbilang baik berkat adanya aktivitas ekonomi tersebut.

“Setidaknya masih ada selisih karena ada pengurangan biaya transportasi. Biasanya kami yang antar ke Jambi, kini pengepulnya mau datang ke sini, karena akses jalan poros lancar berkat adanya SPBU,” kata dia.

Ke depan, sebagai tokoh masyarakat di Kecamatan Nibung, ia berharap berbagai pihak terkait semakin berminat mengembangkan daerah ini seiring dengan kemudahan transportasi itu.

Warga desa perlu dipicu untuk pengembangan bisnis baru, sehingga saat harga karet dan sawit anjlok di pasaran internasional tak membuat terpuruk karena adanya alternatif lain.

Langkah ini mulai diminati sebagian warga, yang mulai berani untuk menanam jenis komoditas lain seperti pohon pinang dan ubi racun.

Sejatinya masih banyak potensi lain yang bisa dikembangkan dari desa ini setelah lepas dari keterisolasian.

“Ibu-ibu di desa kami sebenarnya bisa diajak buat ayam-ayaman, makanan ringan atau lainnya seperti yang ada (UMKM) di tempat lain. Bukannya kami tidak bisa, tapi untuk begitu butuh pendampingan,” kata dia.

Ketua DPRD Kabupaten Musi Rawas Utara Efriyansyah mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang mendirikan SPBU program BBM Satu Harga di daerahnya.

Selama ini warga kesulitan mendapatkan BBM, sementara yang tersedia hanya minyak ilegal yang belum diketahui mutunya.

Sebagai wakil rakyat, ia sangat bersyukur karena lambat laun Kecamatan Nibung ini mulai lepas dari keterisolasian seiring dengan tergalinya potensi ekonomi yang dimiliki.

“Kami sangat berterima kasih sekali adanya SPBU BBM Satu Harga ini, jika bisa ditambah lagi titiknya terutama di Kecamatan Ulu Rawas dan Kecamatan Rupit karena hingga kini dua kecamatan di Muratara itu juga masih terisolasi,” kata dia.

Ketersediaan BBM merupakan komponen penting dalam menggerakkan ekonomi rakyat. Hadirnya, SPBU BBM Satu Harga di tengah-tengah masyarakat terisolasi sesungguhnya menjadi cahaya terang untuk menggapai masa depan yang lebih baik.