Upaya Sumsel hadapi ancaman bencana hidrometeorologi

id bencana hodrometeorologi, dampak musim hujan, waspada bencana dampak musim hujan, bencana banjir, waspada banjir, bencan

Upaya Sumsel hadapi ancaman  bencana hidrometeorologi

Genangan air di jalan protokol Kota Palembang ketika hujan turun lebat yang cukup lama. (ANTARA/Yudi Abdullah/20)

Palembang (ANTARA) - Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan meminta pemerintah daerah di provinsi dengan 17 kabupaten dan kota itu melakukan berbagai tindakan antisipasi bencana hidrometeorologi, terutama banjir dan tanah longsor pada musim hujan tahun ini.

Pemda yang wilayahnya rawan banjir dan tanah longsor perlu mulai melakukan berbagai tindakan pencegahan sejak awal musim hujan ini sehingga dapat dicegah timbulnya kerugian harta benda dan korban jiwa dalam jumlah besar.

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel M. Hairul Sobri mengatakan bencana tersebut berpotensi terjadi di Kota Palembang, Pagaralam, Lubuklinggau, Kabupaten Musirawas, Musirawas Utara, Empat Lawang, Lahat, Muara Enim, Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Selatan, dan Ogan Komering Ulu Timur.

Pemerintah daerah di sejumlah kabupaten dan kota yang tergolong rawan bencana hidrometeorologi perlu melakukan perhatian khusus antisipasi bencana pada musim hujan tahun ini.

Tindakan antisipasi yang perlu menjadi perhatian pemda, yakni menghentikan penyimpangan tata ruang yang menjadi salah satu penyebab banjir pada setiap turun hujan lebat dalam waktu yang cukup lama.

Selain itu, harus mengendalikan bahkan bersikap tegas menghentikan investasi dan eksploitasi sumber daya alam (SDA).

Bencana hidrometeorologi, seperti genangan, banjir, banjir bandang, dan tanah longsor terjadi karena akumulasi kerusakan akibat kesalahan pengolahan dan pemanfaatan SDA serta eksploitasi karena kepentingan industri.

Banyaknya korban dan kerugian yang disebabkan bencana tersebut menunjukkan telah terjadi ketidakseimbangan ekologis, yang kemudian memicu perubahan iklim.

Perubahan iklim menimbulkan bencana dengan dampak yang sangat luas dirasakan masyarakat.

Kondisi tersebut, ucapnya, menandakan ada sesuatu yang tidak beres dalam pengelolaan SDA di provinsi ini.

Khusus di Kota Palembang, pihaknya meminta pemerintah kota setempat melakukan berbagai tindakan antisipasi banjir pada musim hujan 2020.

"Salah satu tindakan antisipasi yang perlu menjadi perhatian pemkot adalah menghentikan penyimpangan tata ruang yang menjadi salah satu penyebab banjir pada setiap turun hujan lebat lebih dari dua jam," ujar Sobri.

Penyimpangan tata ruang yang disebabkan penimbunan rawa secara leluasa untuk kepentingan pembangunan hotel, mal, ruko, perumahan dan pembangunan lainnya harus dihentikan guna mencegah bencana ekologi yang lebih parah.

"Kami menilai Pemkot Palembang kurang serius menangani masalah banjir yang biasa terjadi pada setiap musim hujan," ujarnya.

Banjir yang melanda hampir semua kawasan permukiman dan menggenangi beberapa ruas jalan protokol Palembang, setelah turun hujan deras cukup lama, membuktikan program pengendalian banjir yang dilakukan pemkot dengan menghabiskan dana miliaran rupiah tidak berjalan sesuai harapan warga.

Walhi mencatat titik rawan banjir berada di sekitar kolam retensi (tempat penampungan air sementara) dan di wilayah-wilayah sekitar timbunan yang dahulu rawa dialihfungsikan.

Banyaknya penimbunan rawa untuk kepentingan properti dan bisnis secara leluasa telah menghilangkan rawa yang awalnya sebagai tempat resapan air dan merupakan bentuk kebijakan yang bertentangan dengan lingkungan serta tidak mengacu pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

Jika penimbunan rawa yang tidak terkendali itu terus dibiarkan dan mengorbankan ruang terbuka hijau (RTH), katanya, bencana ekologis seperti banjir akan terus terjadi bahkan ke depan bisa semakin parah dengan dampak yang lebih buruk bagi warga di ibu kota Provinsi Sumsel itu.

Dia menjelaskan "Bumi Sriwijaya" --Kota Palembang-- dengan luas wilayah 35.855 hektare, mayoritas topologinya daerah rawa, namun kondisi saat ini hanya menyisakan 2.372 ha rawa.

Semakin kecilnya luas rawa sebagai daerah resapan air saat hujan turun serta tidak efektifnya keberadaan drainase, termasuk kolam retensi, akibat kebijakan pemerintah yang lamban menyelesaikan permasalahan banjir di Kota Palembang yang telah 12 kali menerima penghargaan Adipura, sungguh ironi.

Mitigasi bencana

Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan meminta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota menyiapkan mitigasi bencana menghadapi bencana nonalam pandemi COVID-19 dan bencana alam pada musim hujan tahun ini.

Pandemi COVID-19 dan mulai memasuki musim hujan pada Oktober 2020, dikhawatirkan terjadi berbagai bencana dalam satu waktu yang bersamaan dan menghasilkan dampak risiko yang lebih besar bila tidak ada upaya mitigasi.

Narahubung Simpul Informasi COVID-19 Walhi Sumsel Deni Arian Nando menjelaskan mitigasi bencana atau upaya mengurangi risiko bencana perlu dilakukan pemerintah daerah, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran atau peningkatan kemampuan masyarakat dalam menghadapi suatu ancaman bencana alam dan nonalam.

Kebijakan dari pemerintah daerah karena otoritasnya dan sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat sangat dinantikan masyarakat, khususnya kelompok rentan.

Terkait dengan kebijakan penerapan adaptasi kebiasaan baru di tengah pandemi COVID-19, diharapkan pemerintah melakukan sosialisasi secara masif sehingga masyarakat tahu apa yang harus dikerjakan, baik mengenai jaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, dan mematuhi larangan melakukan kegiatan yang dapat menimbulkan kerumunan massa.

Pandemi COVID-19 belum juga mereda dan menyebar di seluruh daerah, termasuk Sumsel yang memiliki kasus tertinggi se-Pulau Sumatera, mencapai lebih dari 1.000 kasus positif terinfeksi virus tersebut.

Tingginya kasus masyarakat yang terinfeksi COVID-19 sebagai memprihatinkan mengingat wilayah "Bumi Sriwijaya" ini juga kerap dilanda bencana hidrometeorologi.

Sejak awal 2020 hingga masuk Oktober ini, berbagai wilayah di Sumsel berkutat dengan berbagai persoalan, setelah masalah kebakaan hutan di musim kemarau yang baru dilalui, kini memasuki musim hujan mulai dihadapkan persoalan banjir yang dapat mengakibatkan kerusakan berbagai infrastruktur, lumpuhnya aktivitas masyarakat, dan kerugian lainnya.

Dalam kurun waktu enam bulan ke depan, selain persoalan virus corona  jenis baru itu, di wilayah Sumsel diprediksi menghadapi masalah bencana hidrometeorologi, terutama banjir dan tanah longsor yang berpotensi menimbulkan kerugian harta benda dan korban jiwa yang tidak kalah bahayanya dengan COVID-19.

Melihat ancaman bahaya bencana alam dan nonalam tersebut, diharapkan ada terobosan baru yang cukup efektif dilakukan oleh pemerintah untuk mitigasi dari berbagai risiko bencana.

Siapkan bantuan

Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menyiapkan stok bantuan bencana untuk menghadapi kemungkinan terjadinya bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor pada musim hujan ini yang dipengaruhi fenomena La Nina. Fenomena alam itu dapat mendorong peningkatan hujan ekstrem.

Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya mengatakana stok bantuan bencana terutama beras yang disiapkan di gudang selama ini jumlahnya akan ditingkatkan sehingga jika sewaktu-waktu terjadi banjir dan tanah longsor bisa segera disalurkan kepada masyarakat.

Stok bantuan itu perlu disiapkan dalam jumlah maksimal terutama di daerah yang tergolong rawan bencana.

"Jika diketahui masyarakat mengalami bencana banjir dan tanah longsor, bisa segera diberikan bantuan sehingga dapat dicegah timbulnya masalah sosial seperti rawan pangan," ujar wagub.

Bantuan tersebut sifatnya sebagai perlindungan sosial kepada masyarakat yang benar-benar layak menerimanya, untuk menyalurkannya akan dilakukan secara selektif sehingga tepat sasaran.

Beberapa daerah berpotensi terjadinya tanah longsor yang menjadi pusat perhatian seperti Kabupaten Lahat, Empat Lawang dan Kota Pagaralam, mengingat daerah tersebut berada di dataran tinggi, sedangkan daerah berpotensi banjir adalah yang berada di kawasan dataran rendah, seperti Kota Palembang, Kabupaten Banyuasin, Ogan Ilir, Musirawas, dan Ogan Komering Ilir.

Masyarakat di daerah tersebut diimbau meningkatkan kewaspadaan dari ancaman bencana itu sehingga diharapkan permasalahan sosial akibat dampak bencana pada musim hujan dapat dihindari atau paling tidak bisa diminimalkan.

Melalui upaya tersebut diharapkan bencana dampak musim hujan sekarang ini dapat diatasi dengan baik, dapat diminimalkan kerugian harta benda dan korban jiwa, serta bisa dicegah timbulnya permasalahan sosial.