Presiden minta tidak ada lagi pengambilan paksa jenazah COVID-19 oleh keluarganya

id Presiden Jokowi,COVID-19,jenazah pasien corona,keluarga korban

Presiden minta tidak ada lagi pengambilan paksa jenazah COVID-19 oleh keluarganya

Presiden Joko Widodo. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/POOL/wsj.

Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo berharap tidak terjadi lagi pengambilan paksa atau perebutan jenazah pasien yang terpapar COVID-19.

Presiden dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin, meminta seluruh jajarannya untuk melibatkan tokoh-tokoh agama, masyarakat, budayawan, ahli komunikasi publik dan praktisi lainnya untuk menjelaskan kepada masyarakat mengenai bahaya dan juga risiko penularan virus corona tipe baru yang begitu cepat.

“Pelibatan tokoh-tokoh agama, masyarakat, budayawan, sosiolog, antropolog, dalam komunikasi publik harus secara besar-besaran kita libatkan sehingga jangan sampai terjadi lagi merebut jenazah yang jelas-jelas COVID-19 oleh keluarga,” kata Presiden.

Baca juga: Update 28 Juni: Kasus positif COVID-19 Sumsel sentuh 2.000 orang, hari ini bertambah 50 orang

"Itu sebuah hal yang harus kita jaga jangan terjadi lagi," ujar dia.

Presiden juga meminta sosialisasi lebih masif kepada masyarakat mengenai pentingnya pengujian sampel spesimen individu untuk mencegah penularan lebih luas COVID-19. Hal itu agar tidak ada lagi masyarakat yang menolak mengikuti uji cepat (rapid test) maupun uji Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk mendiagnosa keberadaan virus tersebut.

“Datang-datang pakai PCR, datang-datang bawa ‘rapid test’, belum ada penjelasan tapi tidak didahului sosialisasi ke masyarakat yang ingin didatangi sehingga yang terjadi adalah penolakan,” ujar dia.

Baca juga: 3.240 pasien COVID-19 di Wisma Atlet telah dinyatakan sembuh
Baca juga: Kasus virus corona global mendekati 10 juta, tonggak sejarah bunuh setengah juta orang


Pada akhir pekan lalu, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 melaporkan terjadi pengambilan paksa jenazah pasien COVID-19 oleh keluarga yang bersangkutan di Ambon, Maluku. Hal itu dikhawatirkan menambah jumlah masyarakat yang tertular SARS-CoV-2.

Sejumlah masyarakat di daerah juga masih banyak yang menolak mengikuti uji cepat COVID-19. Hal itu seperti yang terjadi di Ambon, Maluku dan Nusa Tenggara Timur pada pertengahan Juni 2020.

Kepala Negara meminta jajaran kementerian dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 untuk mencari terobosan baru agar dapat memutus rantai penularan COVID-19.

“Saya minta agar kita bekerja tidak linear, saya minta ada sebuah terobosan yang bisa dilihat oleh masyarakat dan itu terobosan itu kita harapkan betul-betul berdampak pada percepatan penanganan ini, tidak datar-datar saja,” kata Presiden.