Seorang bayi 23 hari ada di antara 134 WNI dideportasi dari Malaysia

id Pmi deportasi, pelabuhan tunon taka, nunukan

Seorang bayi 23 hari ada di antara 134 WNI dideportasi dari Malaysia

Dokumentasi ratusan warga Indonesia yang dideportasi dari Sabah, Malaysia tiba di Pelabuhan Tunon Taka di Nunukan, Kalimantan Utara, Rabu (23/6). ANTARA

Nunukan (ANTARA) - Pemerintah Malaysia kembali mendeportasi 134 WNI pekerja migran melalui Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, dan di antara mereka terdapat termasuk satu bayi berusia 23 hari.

Ratusan warga Indonesia ini dideportasi ini berdasarkan surat Nomor: 536/Kons/VI/2020 tertanggal 23 Juni 2020, yang dikeluarkan Konsulat Indonesia di Tawau, Sabah, Malaysia Timur.

Surat yang ditandatangani Koordinator Perlindungan WNI Konsulat Indonesia di Tawau, Iskandar Abdullah, menyebutkan, dari 134 warga Indonesia ini terdiri dari 117 laki-laki, 14 perempuan dan tiga anak-anak, termasuk bayi berusia 23 hari itu.

Mereka semua tiba di Pelabuhan Tunon Taka di Nunukan, Kalimantan Utara, menggunakan kapal angkutan resmi MV Mid East Ekspres pada Rabu (23/6) sekira pukul 14.30 wita.

Walau dieportasi di tengah pandemi Covid-19, mereka tetap mematuhi protokol kesehatan dengan memakai masker dan menjaga jarak menuju terminal pelabuhan untuk di rapid tes.

Kepala Unit Tempat Pemeriksaan Imigrasi Pelabuhan Tunon Taka, Karel Djoni Basoke, di Nunukan, Kamis, menjelaskan, sebelum pelayanan di loket imigrasi para PMI ini telah melalui pemeriksaan suhu badan dan kesehatan lainnya oleh tim gugus tugas Covid-19.

Ia menyatakan, kedatangan PMI di tengah-tengah pandemi Covid-19 diarahkan dengan sangat ketat guna mencegah penularan virus mematikan tersebut.

Pantauan di Pelabuhan Tunon Taka pada saat mereka tiba, mereka harus menjalani sejumlah tahapan pemeriksaan sebelum diberangkatkan ke kampung halamannya oleh Balai Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Nunukan, dan kebanyakan berkampung halaman di Parepare, Sulawesi Selatan.

Di antara mereka terdapat Ruslan (54), yang mengaku sebelum dideportasi dia telah menjalani hukuman selama tiga tahun dari dua kasus yakni perkelahian dan kasus keimigrasian.

Ketika ditanya kampung halamannya, dia tidak tahu di mana kampung-halamannya karena diboyong oleh orangtuanya ke Sabah sejak kecil, dan dia selama ini mencari nafkah di kebunnya sendiri di Lahad Datu, Sabah. Bahkan dia kebingungan karena langsung diberangkatkan ke Parepare sementara tidak tahu sanak-keluarganya di Indonesia.

"Saya tidak tahu kampung karena sejak kecil ke Malaysia," ujar Ruslan.