Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ramson Siagian menyatakan tegas menolak usulan pencetakan uang kepada Bank Indonesia (BI) sebagai langkah "Quantitative Easing" (QE) untuk keperluan stimulus atas dampak ekonomi dari pandemi COVID-19.
"Saya termasuk yang tegas menolak usulan mencetak uang tersebut, dan memang berkembang argumentasi oleh anggota Komisi XI tertentu seakan-akan kalau QE harus melakukan mencetak uang besar besaran," kata Ramson, dalam pernyataan tertulisnya, di Jakarta, Jumat.
Quantitative Easing (QE) adalah salah satu kebijakan pelonggaran moneter yang dilakukan bank sentral dengan menambah jumlah uang beredar alias mencetak uang.
Menurut politikus Partai Gerindra itu, usulan pencetakan uang oleh BI itu bermula ketika rapat-rapat virtual Komisi XI dengan Menteri Keuangan, Gubernur BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), juga Badan Pusat Statistik (BPS), dan dengan perbankan, serta Kadin, dan lain-lain yang terkait.
Pada rapat-rapat virtual dengan Komisi XI, Menkeu antara lain menjelaskan bahwa Pemerintah memberikan stimulus ke-3 (istilah Menkeu) dengan anggaran sebesar sekitar Rp405,1 triliun untuk mencegah agar krisis ekonomi dan keuangan tidak terlalu mendalam sebagai akibat dampak COVID-19.
Perincian anggaran stimulus tersebut, untuk kesehatan Rp75 triliun, dukungan industri Rp70,1 triliun, dukungan dunia usaha Rp150 triliun, dan untuk "social safety net" Rp110 triliun (terdiri dari jaring pengaman sosial Rp65 triliun, cadangan pemenuhan pokok dan operasi pasar atau logistik Rp25 triliun, dan penyesuaian anggaran pendidikan untuk penanganan COVID-19 Rp20 triliun).
Ia mengakui ada anggota Komisi XI DPR RI dengan berbagai argumentasi yang mendesak agar BI melakukan QE dengan mencetak uang untuk masuk membeli Surat Utang Negara di pasar primer.
"Di publik juga ada anggota Komisi XI DPR dengan mengemukakan perlu segera mencetak uang, ada yang menyebut Rp600 triliun. Ada yang mengikuti opini publik yang disampaikan salah satu pimpinan Kadin agar BI melakukan QE dengan mencetak uang sekitar Rp1.600 triliun," katanya pula.
Akan tetapi, kata dia, perlu dijelaskan bahwa dalam perdebatan-perdebatan di rapat-rapat virtual antara Komisi XI DPR RI dengan Menkeu, Gubernur BI, dan OJK, tidak semua anggota Komisi XI DPR RI mendukung upaya mencetak uang atau pun menyebut QE dengan mencetak uang ratusan bahkan ribuan triliun rupiah untuk keperluan stimulus dampak ekonomi COVID-19.
"Inti dari proses perdebatan di rapat-rapat virtual Komisi XI DPR RI sebagai proses demokrasi sampai hari ini belum pernah ada rekomendasi resmi kepada BI agar melakukan QE dengan mencetak uang. Biar pun tentu ada anggota Komisi XI DPR membentuk opini publik mendesak BI melakukan cetak uang. Ini seakan-akan DPR RI Komisi XI mengusulkan BI melakukan cetak uang," katanya lagi.
Jadi, kata Ramson, jelas bahwa hingga hari ini belum pernah ada kesimpulan rapat-rapat virtual Komisi XI DPR RI dengan Menteri Keuangan, Gubernur BI, dan OJK yang mengusulkan cetak uang kepada Gubernur BI.
"Proses ini perlu diperjelas karena belakangan ini Dr Rizal Ramli dan beberapa ekonom serta pengamat menyampaikan persepsi di publik seakan-akan DPR RI Komisi XI membuat kesimpulan mengusulkan cetak uang kepada Gubernur BI," katanya pula.
Berita Terkait
AKBP Jerry Raymond Siagian ajukan banding atas putusan sidang komisi etik
Senin, 12 September 2022 16:35 Wib
Novel Baswedan tidak hadiri sidang perdana
Kamis, 19 Maret 2020 8:10 Wib
Bareskrim sita 38 kg dan 28 ribu ekstasi sabu Malaysia yang diselundupkan via laut
Jumat, 20 September 2019 16:37 Wib
Pengacara sebut polisi tidak ada agenda pemeriksaaan Kivlan Zein
Jumat, 14 Juni 2019 13:15 Wib
KPK periksa hakim PN Medan di Kejati Sumut
Rabu, 29 Agustus 2018 13:41 Wib
Kejati terus cari tersangka TFK korupsi Bapemas Sumut
Minggu, 18 Februari 2018 14:36 Wib
Bengkulu serukan moratorium tambang batu bara
Senin, 29 Mei 2017 20:49 Wib
CAJ diminta berperan dalam isu geopolitik ASEAN
Selasa, 11 Februari 2014 16:10 Wib