Konsep "link and match" SMK-Industri harus dipadukan dengan lima tolok ukur

id Dirjen vokasi, smk,industri,pendidikan vokasi

Konsep "link and match" SMK-Industri harus dipadukan dengan lima tolok ukur

Siswa Kelas XI jurusan Kimia Industri memproduksi pembersih tangan atau 'hand sanitizer' Antiseptic Instant Spray di SMK Muhammadiyah Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (16/3/2020). . ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra/foc.

Konsep 'link and match' sebenarnya sudah cukup lama dicetuskan dan diupayakan terwujud di Indonesia. Tidak sedikit SMK dan kampus vokasi yang sudah menerapkannya
Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Wikan Sakarinto PhD mengatakan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan lembaga pelatihan keterampilan harus "menikah" dengan industri atau dunia kerja.

"Konsep 'link and match' sebenarnya sudah cukup lama dicetuskan dan diupayakan terwujud di Indonesia. Tidak sedikit SMK dan kampus vokasi yang sudah menerapkannya. Namun, jangan hanya selesai pada MoU. Prinsipnya, harus betul-betul dalam dan berkelanjutan, 'pernikahan' tersebut, dan menguntungkan seluruh pihak," ujar Wikan di Jakarta, Jumat.

Dia menambahkan tingkat kedalaman "pernikahan" tersebut, misalnya ditunjukkan dengan beberapa tolak ukur.

Pertama, kurikulum harus sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di dunia kerja dan didukung oleh beberapa industri atau pengguna lulusan yang bereputasi, serta menjawab kebutuhan keterampilan dan kompetensi masa depan. Kedua, program magang industri minimal satu semester atau lebih, yang dikelola bersama dengan sangat baik dan terkonsep.

Ketiga, jumlah dosen tamu atau praktisi yang mengajar di SMK dan kampus vokasi harus semakin tinggi dan intensif. Keempat, guru-guru SMK, dosen-dosen vokasi di Politeknik, Universitas, Institut, Sekolah Tinggi, Akademi dan Akademi Komunitas harus memiliki sertifikasi kompetensi yang diakui oleh industri dan dunia kerja.

Kelima, industri harus berkomitmen dalam penyerapan lulusan pendidikan vokasi, dengan skema penghargaan dan skema karier yang baik. Keenam, sertifikasi kompetensi yang diakui industri bagi lulusan SMK dan lulusan pendidikan tinggi vokasi, sehingga melengkapi ijazah dan kemampuan bahasa asing yang baik, ketika memasuki dunia kerja.

"Konsep "link and match" bila dilakukan dengan komprehensif, akan menguntungkan semua pihak," kata Mantan Dekan Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada itu.

Industri akan mendapatkan SDM yang lebih baik, lebih kompeten, lebih siap kerja dan lebih unggul. Sementara, siswa dan mahasiswa lebih cepat memahami dunia kerja.

Dia menambahkan pendidikan vokasi harus mampu berkolaborasi dengan pendidikan akademik dan profesi untuk menghasilkan hasil riset terapan yang menjadi solusi atas permasalahan yang ada.

"Calon siswa SMK atau mahasiswa vokasi, harus yakin dan memiliki 'passion' ketika memilih jalur pendidikan vokasi. Sehingga, kekuatan keyakinan dan passion tersebut akan menimbulkan kecintaan dan perasaan bahagia ketika menjalani proses pembelajaran dan akan memiliki kompetensi saat lulus," tuturnya.