Demi rasa aman di masyarakat, perlu pengawasan bagi napi asimilasi

id napi asimilasi,kemenkumham

Demi rasa aman di masyarakat, perlu pengawasan bagi napi asimilasi

Ilustrasi - Satuan Reserse Narkotika Polrestabes Semarang meringkus seorang napi asimilasi yang menjadi pengedar narkotika di Semarang, Senin (27-4-2020). ANTARA/ HO-Satres Narkoba Polrestabes Semarang

Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melalui Kemenkumham telah mengeluarkan kebijakan tentang pembebasan narapidana dan anak dari lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan negara, dan lembaga pembinaan khusus anak untuk mengikuti program asimilasi dan integrasi sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19 di lapas, rutan, dan LPKA.

Hingga 20 April 2020, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham mencatat 38.822 narapidana dan anak telah dikeluarkan terkait dengan kebijakan itu.

Dari 38.822 narapidana dan anak yang telah dikeluarkan sebanyak 36.641 orang, di antaranya keluar penjara melalui program asimilasi yang terdiri atas 35.738 narapidana dan 903 anak. Demikian penjelasan Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham Rika Aprianti.

Sementara itu, 2.181 orang lainnya menghirup udara bebas melalui program hak integrasi, baik berupa pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, maupun cuti menjelang bebas, dengan perincian 2.145 napi dan 36 anak. Data ini dikumpulkan dari 525 unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan.

Selanjutnya, bagaimanakah pengawasan dan bimbingan khususnya terhadap napi program asimilasi yang mendapat kebebasan malah berulah setelah kebijakan tersebut?

Di awal Mei 2020, hampir sebulan lebih pelaksanaan program tersebut, aparat Kepolisian Resor Kota Banjarmasin harus melumpuhkan dua narapidana program asimilasi karena melakukan kejahatan dengan terlibat kasus pengeroyokan hingga mengakibatkan seorang korban tewas.

Tembakan atau tindakan tegas dan terukur terhadap pelaku yang juga narapidana asimilasi itu karena saat mau ditangkap melawan petugas dan ingin melarikan diri. Begitu pernyataan yang disampaikan Kapolresta Banjarmasin Kombes Pol. Rachmat Hendrawan pada hari Minggu (3/5).

Kedua pelaku berinisial MBO (18) dan MR (20) mendapat kebebasan dari Lapas Teluk Dalam Banjarmasin pada bulan April 2020. Akhirnya ditangkap kembali setelah melakukan pengeroyokan pada hari Rabu (29/4) sekitar pukul 21.00 WITA di Jalan Bumi Mas Raya Kompleks Buncit Indah C8 Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin.

Ulah napi lainnya, seorang narapidana program asimilasi Lembaga Pemasyarakatan Depok berinisial JT kepergok warga ketika akan mencuri motor di Jalan Raya Bogor, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Selasa (28/4).

Pelaku berupaya mencuri namun ketahuan warga dan pemilik motor. Pelaku pun lantas diamankan polisi dari amukan massa.

Berdasarkan catatan Mabes Polri hingga 22 April 2020, Polri meringkus kembali napi asimilasi yang berulah. Dengan demikian, totalnya 28 orang yang telah ditangkap.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol. Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan bahwa polisi menangkap mereka karena melakukan kembali kejahatan usai keluar dari lapas/rutan melalui program asimilasi dan integrasi.

Kejahatan yang mereka meliputi tindak pidana pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian kendaraan bermotor (curanmor), pencurian dengan kekerasan (curas), dan pelecehan seksual.

Sebanyak 28 kasus residivis yang berulah tersebut juga sedang ditangani di beberapa polda. Perinciannya sebagai berikut: Polda Jateng menangani delapan tersangka dengan kasus curanmor, curas, curat, dan pelecehan seksual; Polda Kalbar menangani tiga tersangka dengan kasus curanmor; Polda Jatim menangani dua tersangka dengan kasus curanmor.

Selanjutnya, Polda Banten menangani satu tersangka dengan kasus pencurian; Polda Kaltim menangani dua tersangka dengan kasus pencurian dan penipuan; Polda Metro Jaya menangani satu tersangka dengan kasus curas; Polda Kalsel menangani dua tersangka dengan kasus pencurian dan curat; Polda Kaltara menangani tiga tersangka dengan kasus pencurian, curas, dan curat.

Berikutnya, Polda Sulteng menangani satu tersangka dengan kasus pencurian; Polda NTT menangani satu tersangka dengan kasus penganiayaan; dan Polda Sumut menangani empat tersangka dengan kasus curas dan pencurian.

Program Asimilasi

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly telah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19.

Selain itu, dia juga telah meneken Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi bagi Narapidana dan Anak dalam Rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19.

Dalam kepmen itu dijelaskan bahwa sejumlah ketentuan bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui asimilasi. Pertama, narapidana yang dua pertiga masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020, dan anak yang setengah masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020, asimilasi di rumah masing-masing, serta surat keputusan asimilasi diterbitkan oleh kepala lapas, kepala LPKA, dan kepala rutan.

Adapun ketentuan bagi narapidana dan anak yang dibebaskan melalui integrasi (pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas), yakni narapidana yang telah menjalani dua pertiga masa pidana, serta anak yang telah menjalani setengah masa pidana.

Narapidana dan anak yang tidak terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, tidak sedang menjalani subsider, dan bukan warga negara asing.

Usulan dilakukan melalui sistem database pemasyarakatan, serta surat keputusan integrasi diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.

Program pengeluaran dan pembebasan narapidana dan anak di lapas, rutan, dan LPKA di seluruh Indonesia ini sesuai dengan penetapan pemerintah, Pasal 23 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020.

Sebelumnya, Ketua Fraksi PPP DPR RI Amir Uskara meminta Pemerintah memperhatikan potensi penularan virus corona di lapas dan rutan, seperti selektif mengatur keluar masuk petugas maupun pengunjung.

Selain itu, perlu dipikirkan celah hukum tentang kemungkinan pengurangan jumlah tahanan di rutan dan lapas, di antaranya dengan mempermudah pembantaran tahanan maupun pengurangan hukuman narapidana di lapas. Dengan isolasi mandiri di rumah, kesehatan tahanan bisa lebih terjaga.

Politikus asal Sulawesi Selatan itu menilai saat ini rata-rata lapas dan rutan di Indonesia mengalami kelebihan kapasitas yang seakan sulit terpecahkan. Kapasitas di lapas atau rutan sulit dikurangi karena memang belum ada pembangunan lapas baru. Kelebihan kapasitas ini mengkhawatirkan di tengah pandemi corona yang sekarang terjadi.

Sementara ittu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) meminta Pemerintah menjelaskan dan meyakinkan masyarakat terkait dengan urgensi pembebasan narapidana dan anak yang tetap berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham dan Balai Pemasyarakatan.

Pemerintah juga diminta dapat memaparkan data penunjang maupun kajian lebih lanjut yang mendasari urgensi melepaskan narapidana dan anak yang saat ini menghuni rutan, lapas, maupun LPKA.

Bamsoet juga berharap agar kebijakan asimilasi tersebut tidak dimanfaatkan atau disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab maupun oleh napi yang telah mendapatkan asimilasi namun melakukan lagi tindak pidana.

Kendati demikian, politikus Partai Golkar ini berharap upaya Pemerintah dalam program asimilasi dapat tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan baik kemanusiaan tanpa merugikan pihak mana pun.

Atas kebijakan itu, sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), yakni Yayasan Mega Bintang, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), dan Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum (LP3H) melakukan upaya hukum agar kebijakan Kemenkumham itu. Mereka peraturan perundang-undangan ini dicabut karena timbulkan keresahan masyarakat.

Menurut Sekretaris Yayasan Mega Bintang Arief Sahudi, banyak masyarakat yang komplain kepada pihaknya bahwa desa yang sebelumnya aman, kini tidak aman lagi. Masyarakat sekarang harus menjaga kampungnya untuk beronda. Hal ini dampak kebijakan program asimilasi itu.

Ketidaksetujuannya terhadap rencana pemerintah untuk membebaskan para narapidana di tengah pandemi COVID-19, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly merespons dengan mengatakan hanya orang yang tumpul rasa kemanusiaannya yang tidak mau membebaskan narapidana dari lapas dengan kondisi kelebihan kapasitas di tengah pandemi COVID-19.

"Saya mengatakan hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak menghayati sila kedua Pancasila yang tidak menerima pembebasan napi di lapas overkapasitas," kata Yasonna.

Yasonna sudah menandatangani Keputusan Menteri (Kepmen) tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19  bagi 30.000 narapidana dan anak. Hal ini juga dapat menghemat anggaran negara untuk kebutuhan warga binaan pemasyarakatan hingga Rp260 miliar.

"Ini sesuai anjuran Komisi Tinggi PBB untuk HAM, dan subkomite PBB Antipenyiksaan," kata Yasonna menegaskan.

Negara-negara di dunia juga telah merespons imbauan PBB tersebut. Misalnya, Iran membebaskan 95.000 orang, termasuk mengampuni 10.000 tahanan, dan Brasil mengeluarkan 34.000 narapidana.


Pengawasan

Terhadap napi program asimilasi yang berulah itu, Kemenkumham pun sudah menerapkan pengawasan ketat terhadap mereka.

Kepala Kemenkumham Sulawesi Tenggara Sofyan telah membuat kebijakan kepada jajarannya untuk membuat grup WhatsApp di masing-masing unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan guna memantau napi asimilasi.

Dengan adanya kebijakan membuat grup WhatsApp akan mempermudah dalam mengawasi keberadaan setiap para napi asimilasi. Melalui grup WA mereka (napi asimilasi) setiap hari share (berbagi) lokasi (ke setiap UPT pemasyarakatan).

Selain memantau keberadaan para napi asimilasi, pihak Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Balai Pemasyarakatan (Bapas) akan memberikan bimbingan kepada mereka yang menjalani pembebasan bersyarat atau asimilasi rumah.

Di Batang, napi memperoleh sembako. Pemberian paket sembako kepada narapidana asimilasi ini sebagai upaya mencegah mereka melakukan tindak pidana lagi setelah keluar dari rutan.

Berdasar rapat tim gugus tugas percepatan penanganan COVID-19, kata Bupati Batang Wihaji, telah disepakati bahwa prioritas yang mendapatkan bantuan paket sembako, antara lain narapidana yang mendapatkan asimilasi. Sebanyak 52 napi asimilasi tersebut adalah warga Kabupaten Batang.

Prioritas penerima bantuan paket sembako kepada narapidana asimilasi sebagai orang baru sehingga pemerintah hadir untuk membantu meringankan beban hidup mereka.

Sementara itu, Kantor Kemenkumham Sulawesi Barat melibatkan Bhabinkamtibmas dalam pengawasan narapidana yang bebas melalui program asimilasi dan integrasi.

Kepala Kanwil Kemenkumham Sulbar Harun Sulianto menegaskan bahwa pihaknya akan mencabut izin asimilasi dan integrasi bagi mereka yang melanggar, kemudian menempatkannya di kamar isolasi serta menjalani sisa pidananya. Jangka waktu selama di luar lapas/rutan tidak diperhitungkan. Jika ada perkara yang baru, lamanya pidana akan ditambahkan.

Hal yang sama disampaikan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo yang memastikan napi peserta program asimilasi yang kembali berulah akan mendapatkan sanksi dan hukuman yang lebih berat.

Polri akan berkoordinasi dengan kejaksaan dan pengadilan untuk memberikan sanksi yang lebih berat bagi para napi tersebut.

Demikian pula, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta narapidana yang kembali berulah setelah keluar dari lapas/rutan melalui program asimilasi dan integrasi di tengah pandemi COVID-19 mendapat hukuman semaksimal mungkin dengan pemberatan hukuman.

Anggota Komnas HAM Choirul Anam menekankan pentingnya pengawasan terhadap narapidana dan anak yang telah keluar dari lapas, rutan, dan LPKA. Pengawasan saat ini dinilai belum berjalan maksimal.

Kebijakan asimilasi dengan dalih memutus rantai virus corona, menurut pakar hukum tata negara Dr. Laode Bariun, S.H., M.H. di Kendari, Jumat, cukup dilematis.

Tiga konsekuensi yang mengancam narapidana asimilasi yang terlibat kejahatan adalah gugur hak asimilasi, sanksi hukuman berat, dan tidak mungkin lagi mendapat hak asimilasi.

Menjawab hal itu, Menkumham Yasonna Laoly meminta seluruh jajarannya untuk meningkatkan koordinasi dengan pihak kepolisian dan forum komunikasi pimpinan daerah (forkopimda), termasuk melengkapi basis data para narapidana dan anak yang dibebaskan.

Upaya ini penting dilakukan guna menekan jumlah warga binaan yang kembali melakukan tindak pidana setelah mendapatkan program tersebut.

Kendati angka pengulangan tindak pidana tersebut dinilai rendah, Menteri Yasonna tetap meminta mengevaluasi kebijakan itu guna memulihkan rasa aman di tengah masyarakat.