Sopir angkot menjerit, sebut usahanya sudah sekarat

id Sopir angkot kuning Banjarmasin, SPTI Kota Banjarmasin, Nasib angkot Banjarmasin

Sopir angkot menjerit, sebut usahanya sudah sekarat

Perwakilan sopir angkot kuning Banjarmasin M Gusti Hadi beserta teman-temannya menyampaikan nasib mereka saat ini.(Antaranews Kalsel/Sukarli)

Banjarmasin (ANTARA) - Para sopir angkot kuning di Kota Banjarmasin mengaku saat ini kondisi usaha meraka jalani dalam keadaan sudah sekarat.

Pasalnya, kata Wakil Ketua Serikat Pekerja Transport Indonesia (SPTI) Kota Banjarmasin Muhammad Gusti Hadi di Banjarmasin, Kamis, transportasi umum angkot sudah mulai terpinggirkan.

Dia menyebutkan, ada tiga gelombang yang menjadi dampak mulai terpinggirkannya transportasi angkot di kota ini, pertama itu gelombang masuknya taksi online atau daring.

Habis itu, ungkap Gusti Hadi, gelombang dengan kebijakan pemerintah mengoperasikan pengoperasian Bus Rapid Transit (BRT) dan bus trans Banjarmasin. "Bahkan bus trans Banjarmasin itu gratis," ujarnya.

Yang menambah makin sengsara usaha pihaknya adalah gelombang ketiga ini, yakni, wabah virus Corona atau COVID-19. "Jadi makin memperihatinkan kami untuk bertahan hidup," papar Gusti Hadi.

Menurut dia, belum adanya wabah Corona ini, pihaknya sudah ketar ketir untuk mendapat penghasilan seharian beroperasi. "Sebelumnya ada virus Corona ini, kita paling dapat Rp20 ribu bahkan hanya Rp10 ribu sehari beroperasi, dengan adanya wabah Corona ini, bahkan tidak ada penghasilan lagi," ucapnya.

"Karena kan masyarakat saat ini di rumah aja, kita beroperasi tidak dapat penumpang," tuturnya.

Gusti Hadi yang mengaku berprestasi sebagai supir angkot sekitar 20 tahun lamanya menyatakan, kondisi saat ini terparah bagi ekonomi mereka sebagai supir angkot, bahkan bisa dikatakan sudah sekarat.

Padahal, ungkap dia, untuk terhindar dari kepunahan ini, pihaknya pun sepakat dengan rencana peremajaan taksi angkot, di mana kebijakan pemerintah kota dulunya itu sangat didukung pihaknya.

"Tapi dengan adanya bus trans Banjarmasin dan BRT ini yang akhirnya mengambil keuntungan dari kami, hingga kami tidak bisa apa-apa lagi," ujarnya.

Dia beserta teman-temannya berharap, ada solusi yang baik dari pemerintah kota untuk keberlanjutan nasib mereka ini, tidak dibiarkan mati begitu saja.