Perempuan di Sulteng punya kemampuan mengolah lahan sekitar kawasan hutan

id PEREMPUAN,HUTAN,LAHAN DAN HUTAN,LSM,KARSA,ROA,KONSORSIUM SIKLUS,kabar baik,berita baik,sembuh dari covid

Perempuan di Sulteng punya kemampuan mengolah lahan sekitar kawasan hutan

Perempuan-perempuan desa di Kulaw, Kabupaten Sigi mengolah lahan di sekitar hutan juga berdekatan dengan tempat tinggal mereka untuk penunjang kebutuhan pangan. ANTARA/HO/Konsorsium Siklus

Palu (ANTARA) - Konsorsium Siklus  yang merupakan gabungan lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di sektor lahan dan hutan serta pertanian di Sulawesi Tengah, menyatakan perempuan desa di provinsi itu mempunyai kemampuan untuk mengolah lahan di sekitar hutan yang tidak berjauhan dengan tempat tinggal mereka.

“Pampa merupakan wujud dan upaya dalam mendukung Ketahanan pangan dan kelompok perempuan merupakan kelompok yang memiliki kemampuan untuk mengaksesnya dan mengelolanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga,” kata Desmon dari Konsorsium Siklus, dalam keterangan tertulisnya, Senin.

Pampa merupakan penyebutan masyarakat di Kulawi, Kabupaten Sigi, atas lahan disekitar tempat tinggal dan berdekatan hutan, yang diolah/digunakan untuk menanam kebutuhan pangan, dilakukan sekelompok perempuan.

Desmon mengatakan perempuan desa sekitar kawasan hutan memiliki potensi dan hak untuk terlibat mengelola hutan, dalam hal menghadapi perubahan iklim dan ancaman krisis pangan dewasa ini.

“Memberdayakan perempuan wajib dilakukan untuk mencapai keadilan gender, bahkan strategi dikembangkan pemerintah desa sebagai program unggulan, agar mendapatkan dukungan pemerintah kabupaten hingga provinsi,” sebut Desmon yang merupakan aktivis dari LSM Karsa Institute Sulteng.

Ia menambahkan bahwa situasi rentan dan ancaman baik akibat bencana karena faktor alam dan iklim, mesti menjadi perhatian serius mengingat perubahan iklim telah memberikan dampak nyata di sekeliling kita bahkan bisa memberikan dampak terhadap ketahanan pangan.

Menurut dia, kelompok-kelompok perempuan yang ada di desa yang secara turun temurun dengan kearifan lokal seperti mengolah “pampa” bisa menjadi solusi dalam pengurangan risiko terhadap ancaman dalam memenuhi ketersediaan pangan bagi masyarakat.

Namun demikian perlu juga disadari bahwa kelompok perempuan juga rentan menjadi korban dampak terhadap perubahan iklim seperti kekeringan, kebanjiran, kebakaran hutan, anomali cuaca, hingga ancaman krisis pangan. Di lain sisi, perempuan mempunyai peran penting dalam upaya hadapi perubahan iklim sekaligus membangun ketahanan pangan berkaitan pengelolaan hutan.

“Penanaman jenis pangan lokal melalui pola Pampa sebagai penghasil pangan dapat dilakukan bersamaan sembari tetap menjaga wilayah hutan dan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu”Ungkap Desmon.

Ia mengatakan bahwa peraturan pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengungkapkan bahwa, pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan diarahkan untuk menghadapi perubahan iklim. Salah satu prioritasnya adalah ketahanan pangan dan revitalisasi pertanian, perikanan, serta kehutanan. Selanjutnya untuk merealisasikan hak perempuan harus dilakukan sebagai bagian mencapai keadilan gender bidang lingkungan hidup dan kehutanan.

“Sekali lagi dampak perubahan iklim dan ancaman krisis pangan adalah permasalahan yang dihadapi masyarakat desa, khususnya perempuan. Oleh karenanya pemerintah desa dapat memberdayakan perempuan melalui upaya pelestarian lingkungan hidup dan pengembangan potensi sumber daya alam,” katanya.

Ia mengusulkan program pemberdayaan perempuan untuk membentuk dan mengembangkan produk unggulan melalui kerjasama pemerintah desa perlu dilakukan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan.