WHO balas kritik Presiden Trump, bela penanganan pandemi virus corona

id organisasi kesehatan dunia,WHO,covid-19,virus corona,presiden trump,trump

WHO balas kritik Presiden Trump, bela penanganan pandemi virus corona

Bendera Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). ANTARA/Ardika/am.

Kami terus memberi informasi kepada dunia tentang data terbaru, informasi, dan bukti
Jenewa (ANTARA) - Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberikan pembelaan keras terhadap penanganan institusinya terhadap pandemi virus corona sebagai tanggapan atas kritik Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Trump mengatakan bahwa AS dapat meninjau pendanaannya untuk Organisasi Kesehatan Dunia tersebut.

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyerukan persatuan dan penghentian "politisasi" krisis kesehatan global, secara khusus mendesak China dan Amerika Serikat untuk menunjukkan "kepemimpinan yang jujur".

Tedros mengatakan ia mengharapkan dana AS untuk melanjutkan dukungan bipartisan tradisional.

Melu AS Mike Pompeo mengatakan pada hari Rabu bahwa Washington sedang mengevaluasi kembali pendanaan AS untuk badan tersebut, dengan mengatakan organisasi Internasional memanfaatkan uang pembayar pajak AS yang diperlukan untuk mencapai tujuan mereka. Tetapi dia keberatan dengan perubahan kepemimpinan di WHO saat ini.

Kontribusi AS untuk WHO pada 2019 melebihi 400 juta dolar AS dan menurut situs WHO, Amerika Serikat sebagai donor utama, menyumbang hampir 15 persen dari Anggaran Organisasi Kesehatan Dunia itu.

"Kami terus memberi informasi kepada dunia tentang data terbaru, informasi, dan bukti," kata Tedros, mencatat bahwa Kamis akan menandai 100 hari munculnya COVID-19 sejak China pertama kali memberitahukan WHO mengenai kasus "pneumonia dengan penyebab yang tidak diketahui" pada 31 Desember.

Baca juga: Gagal tangani virus corona, Presiden Trump berang dan tuding WHO condong ke China

Tedros, mantan menteri luar negeri Ethiopia, juga menolak saran Trump bahwa WHO "berfokus pada China", mengatakan: "Kami dekat dengan setiap bangsa."

Sebelumnya, Dr Bruce Aylward, penasihat senior untuk Tedros, juga membela hubungan WHO dengan China, dengan mengatakan hubungan WHO dengan Beijing penting untuk memahami wabah tersebut.

"Pada bagian awal wabah ini, sangat penting untuk memiliki akses penuh ke segala hal. Turun ke lapangan dan bekerja dengan China untuk memahami ini," kata Aylward, yang memimpin misi pakar WHO ke China pada Februari.

Dalam sebuah wawancara dengan Radio KDKA, Pompeo mengatakan: "Saya pikir cukup jelas bahwa Organisasi Kesehatan Dunia belum memenuhi apa yang diminta negara pendonor. WHO tidak dapat mencapai apa yang dirancang. Kita tidak bisa terus membiarkan itu berlanjut. Kita harus menemukan jalan. "

Ketika ditanya tentang mengubah kepemimpinan WHO. "Ini bukan waktunya untuk melakukan perubahan semacam itu," katanya.

Pompeo mengatakan bahwa perlu untuk memiliki "data yang benar-benar akurat" dari semua negara, termasuk China, dan mereka harus transparan sehingga informasi dapat mengalir dengan bebas.

Kami buat kesalahan

Di New York, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa sekarang bukan saatnya untuk menilai respon global terhadap pandemi, sebaliknya meminta masyarakat internasional untuk fokus bekerja sama untuk menghentikan virus.

Tedros mengatakan PBB akan melakukan penilaian seperti biasa tentang kinerjanya setelah keadaan darurat ini dan menarik pelajaran tentang kekuatan dan kelemahannya. Ia menambahkan: "Kami membuat kesalahan seperti manusia lainnya."

Ia menyarankan: "Tolong, persatuan di tingkat nasional, tidak menggunakan COVID-19 untuk urusan politik. Kedua, solidaritas jujur di tingkat global. Dan kepemimpinan jujur dari AS dan China."

"Yang paling kuat harus memimpin dan tidak menggunakan COVID-19 untuk urusan politik," kata dia.

Tedros mengatakan bahwa Cina dan Amerika Serikat harus mengikuti contoh langkah Uni Soviet dan AS pada tahun 1967 yang memberantas cacar, penyakit yang kemudian menewaskan 2 juta orang setiap tahun.

Tedros menolak "penghinaan rasis" terhadapnya, yang katanya berasal dari Taiwan, dan mengungkapkan bahwa ia juga menerima ancaman kematian selama krisis.

"Kami kehilangan banyak orang, mengapa saya harus peduli terhadap hinaan itu ketika orang sedang sekarat?" katanya, mencatat sudah ada "60.000 kantong mayat" setelah lebih dari 1,3 juta orang terinfeksi COVID-19.

Sumber : Reuters