Subsidi harga berpotensi hambat pembangunan infrastruktur gas

id harga gas ,gas industri,infrastruktur gas,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara sumsel hari ini, palembang hari ini

Subsidi harga berpotensi hambat  pembangunan infrastruktur gas

Presiden Joko Widodo (kiri) didampingi Wakil Presiden Ma'ruf Amin (kanan) memimpin rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (6/1/2020). Pada rapat kabinet terbatas tersebut presiden mengajukan tiga usulan dalam menuntaskan persoalan masalah gas untuk industri, salah satunya penghilangan jatah untuk pemerintah. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/wsj.

Jakarta (ANTARA) - Pengamat energi memperkirakan penurunan harga gas industri mulai 1 April 2020 dinilai berpotensi menghambat pembangunan infrastruktur dan penyebaran penggunaan gas bumi di berbagai daerah di Indonesia.

"Pembangunan infrastruktur gas bumi akan semakin sulit dan terbatas. Dengan harga gas yang rendah dan toll fee yang terus dipangkas, tidak akan banyak perusahaan yang berani berinvestasi di industri hilir, terutama infrastruktur gas bumi," kata Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.

Ia juga memperkirakan bahwa Rencana Induk Infrastruktur Gas Bumi Indonesia 2016-2030 yang disusun Kementerian ESDM berpotensi mengalami kegagalan, di mana sesuai rencana berbagai aspek infrastruktur gas bumi ditargetkan meningkat tajam di tahun 2030.

Misalnya panjang pipa open acces ditargetkan bertambah menjadi 9.992,02 Km dari semula 4.296,,59 km di tahun 2016. Artinya ada penambahan pipa open acces baru sepanjang 5,695,43 km. Sementara pipa dedicated hilir ditargetkan naik dari 5.161,12 km (2016) menjadi 6.301,82 km pada tahun 2030. Sehingga di tahun 2030 total panjang pipa gas bumi Indonesia mencapai 16.364,31 Km.

"Tanpa adanya penambahan infrastruktur gas bumi, produksi gas kita akan lebih banyak di ekspor. Ini juga akan jadi masalah baru di masa depan. Sebuah kebijakan seharusnya tidak disusun tidak untuk kepentingan sektor tertentu dan jangka pendek, ujarnya.

Diketahui, Pemerintah telah menerbitkan sejumlah regulasi sebagai stimulus percepatan pembangunan infrastruktur hilir gas, misalnya Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 Tahun 2017 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2019, Peraturan Menteri ESDM Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Gas Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

BPH Migas juga telah memperbaiki sejumlah regulasinya, contohnya Peraturan BPH Migas Nomor 20 Tahun 2019 tentang Lelang Ruas Transmisi dan/atau Wilayah Jaringan Distribusi dalam rangka Pemberian Hak Khusus dan Peraturan BPH Migas Nomor 34 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penghitungan dan Penetapan Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa.

Menurut Mamit, regulasi dari BPH Migas itu memberikan perlindungan terhadap keekonomian badan usaha hilir. Ini terefleksi dalam pengaturan tentang tingkat pengembalian investasi (internal rate of return) yaitu maksimal 11 persen untuk pipa dedicated hilir dan pada wilayah baru diberikan insentif menjadi maksimal 12 persen. Sementara pipa pengangkutan gas bumi diatur bahwa tingkat pengembalian investasi sama dengan biaya modal dan terdapat insentif sampai dengan maksimal 3 persen.

"Regulasinya sudah sangat bagus sebagai bentuk stimulus kepada badan usaha membangun fasilitas baru. Tapi perubahan kebijakan harga gas industri ini akan membuat semua skema berubah," katanya.

Untuk itu, Mamit berharap Kementerian ESDM seharusnya fokus melaksanakan Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 Tahun 2017 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa pada Kegiatan Usaha Hilir Migas yang sudah efektif berlaku per Juli 2019. Sayangnya aturan itu sampai sekarang belum dilaksanakan juga. Permen tersebut adalah salah satu upaya yang dibangun oleh Kementerian ESDM sendiri untuk membuat rasionalisasi dan transparansi dalam perhitungan harga jual gas bumi.

Pelaksanaan penurunan harga gas bumi untuk industri seharusnya tetap menjaga keberlangsungan usaha dari badan usaha hilir gas bumi. Apalagi sesuai rencana pembangunan major project dalam RPJMN 2020-2024, butuh pendanaan dari badan usaha untuk pembangunan infrastruktur hilir gas bumi sekitar Rp43,3 triliun.

Jumlah itu sebesar Rp36,4 triliun untuk pembangunan pipa gas bumi Trans Kalimantan dan Rp6,9 triliun merupakan kontribusi BUMN untuk pembangunan 4 juta sambungan jargas rumah tangga.

"Kebijakan menteri ESDM sekarang ini akan membuat banyak daerah sulit mendapatkan manfaat dari besarnya produksi gas bumi di dalam negeri. Investor akan menahan diri jika tingkat pengembalian investasi sulit diprediksi," ujarnya.