BPK dukung realokasi belanja APBN antisipasi penanganan COVID-19

id BPK,Realokasi anggaran,Stimulus kesehatan,Covid-19

BPK dukung realokasi belanja APBN antisipasi penanganan COVID-19

Ketua BPK-RI Agung Firman Sampurna (Foto HO BPK RI)

Jakarta (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendukung sepenuhnya rencana pemerintah untuk melakukan realokasi anggaran dalam APBN untuk penanganan kesehatan maupun pemberian jaminan sosial dan insentif ekonomi UMKM untuk mengatasi dampak mewabahnya COVID-19.

"Pimpinan BPK menyerahkan sepenuhnya kepada Pemerintah untuk mengambil keputusan terkait pengalihan anggaran dalam kondisi pandemi seperti saat ini," Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam pernyataan di Jakarta, Kamis.

Agung mengatakan realokasi anggaran tersebut yang diperkirakan dapat memperlebar defisit anggaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan landasan hukum baru, termasuk dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

"Pengalihan anggaran bisa menggunakan APBN 2020 atau dengan Perppu APBN 2020," katanya.

Sebelumnya, pimpinan BPK sudah bertemu dengan pemerintah untuk membahas dampak pandemi COVID-19 pada pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2019 yang sedang dan akan dilakukan oleh pemeriksa BPK.

Pertemuan itu juga membahas mengenai revisi dan pelaksanaan APBN 2020 terkait penanganan kesehatan, serta pemberian social safety dan insentif ekonomi untuk UMKM bagi penanganan COVID-19 agar wabah tidak makin meluas.

Pertemuan melalui telekonferensi ini dilakukan, karena dalam situasi darurat seperti sekarang, pemerintah meminta adanya realokasi kegiatan dan belanja Kementerian dan Lembaga, untuk prioritas penanganan situasi pandemi wabah.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan konsultasi dengan BPK ini dilaksanakan karena pemerintah akan melakukan sejumlah realokasi belanja dalam APBN serta kemungkinan memperlebar defisit anggaran lebih dari tiga persen terhadap PDB.

Ia mengharapkan melalui konsultasi tersebut maka prinsip tata kelola keuangan negara yang transparan dan akuntabel dapat terjaga dengan baik sehingga tidak terjadi pelanggaran hukum yang bisa merugikan keuangan negara.

Salah satu pembahasan dalam pertemuan itu adalah mengenai perpanjangan proses audit LKPP maupun LKPD karena banyaknya kendala di lapangan seperti kesulitan melakukan pengujian fisik dan penelitian dokumen akibat proses pembatasan fisik atau physical distancing.

"Semestinya harus selesai dalam tiga bulan, Maret, April, Mei, karena menurut UU harus selesai Mei. Namun karena mereka tidak mampu melakukan kunjungan lapangan dan semuanya WFH, maka kemungkinan proses audit akan lebih panjang," katanya.